Quick Count Pilpres 2014 sudah kita ketahui bersama.
Ada beberapa lembaga survei yang menempatkan pasangan Jokowi-JK menjadi pemenang pilpres ini. Namun ada juga lembaga Survey yang justru menempatkan pasangan Prabowo-Hatta menjadi kampiumnya. Selisih dua pasangan ini memang sangat kecil. Hanya terpaut tak lebih dari 5%. Meski begitu, tetap harus ada yang menjadi pemenang. Harus ada yang unggul agar bisa kita jadikan pemimpin negeri ini lima tahun ke depan.
Melihat fenomena perhitungan suara ini, penulis jadi mengingat kembali memori 6 tahun lalu. Memori pergulatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur 2008. Pemilukada tersebut merupakan pemilukada yang tercatat dalam sejarah. Pertama, pemilu tersebut diadakan hingga tiga putaran. Kedua, ketatnya perhitungan suara calon-calon yang maju. Ketiga, adanya perbedaan hasil Quick Count dengan hasil Real Count KPU yang menjadi salah satu penyebab digelarnya pemilu ulang.
Saat itu, ada lima pasangan calon yang maju di putaran pertama. Dari lima pasang tersebut ternyata belum ada yang mampu melebihi 30% suara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Akhirnya, dua pasangan teratas yang memperoleh suara yakni Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) dan Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (KaJi) bertarung di putaran kedua. Pada putaran pertama, pasangan KarSa unggul cukup jauh dari KaJi. Namun, menjelang putaran kedua, elektabilitas pasangan KaJi terus meroket dan menempel ketat pasangan KarSa. Hingga akhirnya pada hasil hitung cepat putaran kedua, pasangan KaJi berhasil melampaui KarSa dengan kemenangan cukup tipis, sekitar 50% berbanding 49%. Selisih kemenangan ini juga mendekati margin of error metode Quick Count yang digunakan. Berdasarkan hitung cepat Lembaga Survei Indonesia pasangan KaJi mendapat suara 50,44 persen, dan Karsa 49,56 persen. Lingkaran Survei Indonesia hasilnya, pasangan Kaji 50,76 persen dan Karsa 49,24 persen. Yang terakhir, Lembaga Survei Nasional dengan hasil pasangan Kaji 50,71 persen dan Karsa 49,29 persen. Saat itu, kubu pasangan KaJi sudah merasa memenangi Pilkada. Tapi, nasib berkata lain.
Hasil Rekapitulasi KPU Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa pasangan KarSalah yang memenangi Pilkada Jatim putaran kedua. Pasangan Karsa mendapat 7.729.944 suara atau 50,20 persen, dan pasangan Kaji mendapat 7.669.721 suara atau 49,80 persen. Perolehan hanya selisih 60.223 suara atau 0,4 persen, dan 506.343 suara dinyatakan sebagai tidak sah. Mendapat hasil ini, pasangan KaJi lalu melakukan gugatan ke MK. Kubu KaJi menganggap terjadi kecurangan di empat kabupaten di Pulau Madura. Akhirnya, pemilu putaran ketiga pun digelar dan tetap pada hasil awal KarSa sebagai pemenang.
Sejarah Pilgub Jatim 2008 ini memberi kita sebuah pelajaran untuk tetap menahan diri setelah perhitungan cepat dilakukan. Sah-sah saja ada kubu yang merasa menang secara perjuangan yang sudah dilakukan memang tak mudah. Namun, melihat selisih angka yang sangat tipis, segala kemungkinan masih dapat terjadi. Apalagi, ada dua versi Quick Count yang mengatakan hasil yang berbeda. Bisa dikatakan masih ada peluang 50:50.
Inilah perlunya sikap menahan diri. Tidak terlalu jumawa atau terlalu merasa kalah. Kawal kawal dan kawal. Itulah yang haru dilakukan, terutama bagi tim sukses kedua kubu. Kawal dari segala bentuk kemungkinan kecurangan yang terjadi. Kita tak mau ada beberapa daerah yang ada potensi kecurangan sehingga bisa menimbulkan konflik baru. Kita tak mau ada pemilu ulang karena adanya selisih suara yang diperdebatkan. Kondisi saat ini mirip dengan Pilgub Jatim 2008 lalu. Saat hasil Quick Count tak lagi menjadi hal yang benar-benar pasti. Saat segalanya masih bisa terjadi. Mari kita menahan diri dan kawal bersama proses demokrasi ini. Agar bisa menghasilkan pemimpin yang benar-benar lahir dari sebuah proses yang fair, jujur, dan adil demi kebaikan kita bersama.
Gambar : Kompas.com