Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Celoteh tentang Eksistensi dan Penerimaan

17 April 2013   11:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:03 116 0
#Eksistensi

Manusia, tak seperti makhluk hidup lain, paling tidak hidup dalam 3 dimensi kenyataan.

Tumbuhan hidup dalam 1 dimensi kenyataan, dimensi fisik. Eksistensi dirinya hanya sebatas ia ada, berbentuk dan menempati ruang. Hewan hidup dalam 2 dimensi kenyataan, dimensi fisik dan intelejensia.Eksistensi dirinya selain dinyatakan dalam dimensi fisik seperti halnya tumbuhan, juga dinyatakan dalam dimensi intelegensia, dimana mereka mampu mempelajari, mengartikan dan menyesuaikan diri terhadap suatu fenomena fisik baru yang ia hadapi.

Sedangkan pada manusia, eksistensi dirinya ia nyatakan dalam 3 dimensi: fisik, intelejensia, dan jiwa.

Keberadaan manusia sebagai suatu entitas fisik dan inteljensia, tak perlu kita ragukan lagi. Manusia jelas-jelas menempati ruang, dan manusia sudah terbukti memiliki intelejensia yang paling tinggi dari makhluk-makhluk lain. Namun saat ini kita akan berbicara mengenai manusia sebagai sebuah entitas jiwa.

Saat kita merasakan nyeri di gigi. Secara fisik, rasa nyeri itu berasal dari dari fenomena fisik yang terjadi di gigi. Namun, mari kita tinjau rasa bahagia. Secara fisik kita tidak dapat menentukan asal dari rasa bahagia. Bahkan kita juga tidak dapat menyatakan dengan pasti fenomena fisik apa saja yang menyebabkan rasa itu. Dua rang yang berbeda bisa saja memiliki kondisi fisik yang benar-benar sama satu sama lain, tetapi kita tidak dapat  serta merta menyatakan bahwa salah satu dari mereka bahagia saat dalam kondisi yang serupa seseorang yang lain merasa bahagia. Disinilah letak keistimewaan manusia.

Jiwa adalah suatu hal yang abstrak. Kita tidak akan mampu menjelaskan fenomena jiwa seseorang secara utuh dengan pendekatan akal/intelejensia.

Kita tidak akan mampu memprediksi fenomena jiwa dengan pendekatan fisik maupun akal. Jiwa ialah hal yang kompleks. Ia ada dalam dimensi yang sangat berbeda dengan dimensi fisik dan akal. Keberadaannya mampu mempengaruhi dimensi fisik dan akal, tetapi tidak sebaliknya. Fenomenanya mampu mengubah dimensi fisik dan akal, tetapi tidak sebaliknya.

Manusia sebagai suatu entitas jiwa, seperti halnya sebagai entitas akal/intelejensia, mampu tumbuh dan berkembang.

#Penerimaan

Dalam tiap dimensi yang menyatakan eksistensi diri manusia, penerimaan ialah salah satu fenomena penting yang terjadi didalamnya.

Dalam dimensi fisik, penerimaan berarti ada ruang yang mampu menampung suatu entitas secara fisik.

Dalam dimensi akal, penerimaan berarti adanya kesamaan fenomena yang terjadi antara satu atau lebih entitas akal dengan satu atau lebih entitas akal lainnya. Sebagai contoh, Andrea yang memiliki pemahaman bahwa satu ditambah satu sama dengan tiga akan mengalami penolakan oleh Garfi yang memiliki pemahaman bahwa satu ditambah satu sama dengan dua. Fenomena ini mengatakan bahwa Garfi sebagai entitas akal, tidak menerima Andrea sebagai entitas akal.

Fenomena penerimaan dalam dimensi akal dapat kita cermati pula dalam pikiran kita mengenai persepsi kita tentang orang yang bodoh. Seseorang yang kita anggap bodoh berarti bahwa orang tersebut secara entitas akal kita tolak. Jika kta menganggap seseorang memiliki kecerdasan yang sama atau lebih dari pada kita, pada saat itu pula kita melakukan penerimaan terhadap orang tersebut di dimensi akal.

Penerimaan dalam dimensi jiwa memiliki kompleksitas yang jauh lebih tinggi dari dimensi fisik dan akal. Dalam dimensi jiwa, suatu entitas jiwa tidak hanya melakukan penerimaan atau mengalami penerimaan oleh entitas jiwa yang lain. Entitas jiwa mampu melakukan penerimaan terhadap entitas akal, tetapi entitas akal tidak dapat melakukan penerimaan terhadap entitas jiwa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun