Belakangan, saya semakin menikmati tayangan ”Indonesia Mencari Bakat” yang disponsori oleh .... (baca : bla bla bla). :-D Karena rasanya, sudah jarang di televisi kita, hiburan dan informasi yang menarik dan bermanfaat, serta mendidik. Tidak menyangka bakat-bakat yang dimiliki JP Milenix (drummer wanita cilik asal jakarta) , Funky Papua (penari hip hop, 3 orang dewasa), Brandon (penari hip hop cilik asal Surabaya), dan para peserta lainnya. Masing-masing di antara mereka memiliki bakat-bakat luar biasa yang jarang di-capture oleh stasiun-stasiun televisi kita.
Capturing. Nah ini dia kata yang tepat untuk mendeskripsikan betapa televisi sebagai salah satu teknologi telekomunikasi dapat melakukan fungsi to capture ini. Pesawat ini dapat digunakan sebagai alat untuk memfokuskan perspektif pada sesuatu hal (sesuatu selalu dapat dipandang dari beberapa perspektif sekaligus; ya kan? ) menjadi satu perspektif saja. Karena itu, saya katakan capturing yang dilakukan oleh televisi dapat (atau seharusnya?) difokuskan pada perspektif ketertarikan, kebermanfaatan, dan keterdidikan.
Daripada membahas program televisi mana yang bermanfaat atau menarik atau mendidik, atau menunjuk-nunjuk hidung stasiun mana yang tayangannya memiliki kecenderungan membodohi, menarik tapi tidak bermanfaat, menggunjing orang lain (artis terutama), membelokkkan isu yang hangat di masyarakat, lebih baik kita bahas saja teknologi televisi itu dan keadaannya saat ini dilihat dari berbagai kacamata (baca : perspektif).
Teknologi televisi yang kita nikmati hingga saat ini adalah jenis teknologi yang ditemukan secara bertahap dan dengan penemuan teknologi terpenting (yaitu pada televisi di Indonesia saat ini yang banyak digunakan : televisi CRT) adalah tabung sinar katoda oleh Karl Ferdinand Braun, seorang Jerman. Dan sejak akhir tahun 1930-an teknologi televisi (dalam versi yang lebih lengkap termasuk penggunaan picture elements / pixel sebagai pemendar warna dari layar) mulai diproduksi massal dan dikomersialisasikan. Sang sarana pemberi informasi yang tadinya berwarna monokromatik (hitam-putih), sekarang dapat dinikmati dalam berbagai warna. Tingkat teknologi yang digunakan juga sudah semakin beragam dan semakin canggih. Mulai dari layar sedikit cembung, hingga layar datar. Dari menggunakan tabung sinar katoda (CRT Television), sampai televisi plasma dan televisi LCD. Kata televisi berasal dari campuran bahasa Latin and Yunani yang berarti "pandangan jauh ": akar kata Yunani, yaitu tele, jauh, dan kata Latin visio, pandangan. Penggunaannya hingga saat ini sangat beragam, mulai dari rumah, institusi perkantoran, sampai teman mengantri dokter gigi kesayangan di kota sendiri :-D
Sejak 1970-an ketersediaan video cassettes, laserdiscs, DVDs dan sekarang Blu-ray Discs, semakin menunjang ketersediaan beragam hiburan bagi masyarakat. Jadi tidak harus selalu bergantung pada televisi jaringan, yakni televisi broadcast (penyiaran). Televisi ini menggunakan prinsip yang sama seperti radio, jadi menggunakan rentang frekuensi tertentu (biasanya, 54-890 Megahertz) berikut gambar dan suaranya.
Sebagai bisnis, televisi berusaha keras menjangkau lapisan masyarakat seluas-luasnya. Dengan mengandalkan pemasukan iklan sebagai pendapatan, maka keuntungan bisnis pertelevisian adalah selisih pemasukan iklan dikurangi dengan biaya-biaya dalam pembuatan program-program televisi. Oleh karena itu, pola program televisi yang akan ditayangkan di negeri ini memang biasanya bergantung pada siapa yang sebagian besar menonton televisi. Tentu, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat akan memilih program yang akan ditonton. Dan ternyata, tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan ini.
Sampai tahun 2006, terdapat 60 juta rumah tangga di Indonesia yang 40 juta di antaranya diperkirakan telah menikmati aliran listrik. Dari jumlah yang menikmati aliran listrik tersebut, hampir seluruhnya memiliki pesawat televisi sendiri. Dan kemudian, mengingat pasarnya yang sedemikian besar, telah terdapat 11 stasiun televisi nasional dan lebih dari 70 stasiun televisi lokal di Indonesia, pada 2007. Pola program-program yang ditayangkan adalah sangat beragam, mulai dari berita, hiburan, sampai dengan olahraga.
Penonton televisi di Indonesia sendiri sebagian besar berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah, yaitu rumah tangga dengan pengeluaran per bulan < Rp1.500.000,00. Persentase segmen masyarakat yang sebesar 75% ini menghabiskan sebagian besar waktu luangnya, terutama pada sore dan malam hari, untuk menonton tayang televisi. Program yang paling diminati adalah sinetron, reality show, film dan infotainment.
Sisa segmen yang ada (kurang lebih sebesar 25%), masuk ke dalam kelompok pemirsa dari kalangan menengah ke atas. Kalangan dari rumah tangga dengan pengeluaran > Rp1.500.000,00 per bulan ini menunjukkan perilaku menonton yang berbeda. Pemirsa ini biasanya berada di wilayah perkotaan, terutama kota-kota besar di Indonesia. Mereka memiliki orientasi, pola pikir dan gaya hidup yang mengikuti tren global, karena biasanya segmen ini memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan segmen yang satu lagi. Karakter lain yang dimiliki segmen ini adalah kritis terhadap kualitas layanan dan rasional dalam menentukan tayangan apa yang ingin ditonton. Belakangan, segmen masyarakat yang ini memunculkan kehadiran 2 stasiun televisi yang sepenuhnya menginformasikan berita saja.
Kini kehadiran televisi sebagai penyedia hiburan mulai ditantang oleh keberadaan berbagai gadget. Mulai dari handphone (yang sudah bisa internet, bermain game, memutar musik), console game (playstation, PSP, XBOX), laptop, dst. Akan tetapi, pastinya di negeri kita tercinta ini, segala peradaban masih benar-benar beragam. Peradaban yang tidak tahu televisi itu apa, peradaban yang mengisi waktu luangnya dengan menikmati tayangan televisi, peradaban yang memilih-milih tayangan televisi, sampai peradaban yang tidak mau lagi menonton televisi, kecuali berita dan tayangan yang mendidik, menarik dan bermanfaat. Nonton Hudson-Jessica dulu ahh,,, :-D