Oleh: dr.Ikhwan Muhammad
Sejak Juli tahun 2012 lalu saya mendapat kesempatan menggali ilmu Occupational Health and Safety Management (OHSM) di The University of Adelaide – Australia. Masa studi ini saya manfaatkan untuk membandingkan, bagaimana Australia dan Indonesia memperhatikan tenaga kerja nya.
OHSM, atau lebih dikenal dengan istilah K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Indonesia, adalah sebuah bidang multidisiplin. Di dalamnya terdapat peran ahli manajemen, ahli ergonomi, ilmuwan, psikolog, insinyur, dokter, perawat, fisioterapis dan profesi lain. K3 sebenarnya bukan barang baru. Sudah banyak yang menjadikan K3 sebagai fokus perhatian, terutama perusahaan-perusahaan multi nasional yang dalam proses pekerjaan sehari-harinya membuat tenaga kerja terpapar dengan banyak ancaman sumber bahaya. Sebut saja perusahaan yang bergerak di industri minyak dan gas bumi seperti Chevron, ExxonMobil, dan Santos.
Fakta diatas saya temukan langsung dalam kesempatan studi lapangan di Adelaide. Beberapa perusahaan yang saya kunjungi termasuk diantaranya pabrik pengolahan limbah Adelaide, pabrik pembuatan perangkat pesawat BAE Systems dan pabrik mobil GM Holden. Pada setiap lingkungan kerja tergambar jelas komitmen perusahaan terhadap K3. Paparan sumber bahaya seperti kebisingan, iklim panas, getaran, dan pencahayaan di lingkungan kerja dikontrol dengan baik sehingga nilainya jauh lebih rendah dari ambang batas atas aman. Alat dan perangkat kerja juga didesain dengan memperhatikan aspek ergonomik. Selain itu, pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) sesuai standar merupakan kewajiban bagi setiap tenaga kerja yang dipantau secara khusus.
Ini berbeda dengan yang saya dapat ketika pulang ke Aceh untuk meneneliti bulan di Desember lalu. Ketika itu saya mengamati aspek ergonomi pada prosedur pemindahan pasien di sebuah fasilitas kesehatan di Meulaboh dan tingkat paparan debu kayu di pengolahan kayu Aceh Besar dan Banda Aceh. Hasilnya? Cukup membuat saya terhenyak. Rupanya kita masih jauh dari upaya menyehatkan dan menyelamatkan tenaga kerja kita. Bisa jadi, keadaan ini adalah salah satu kontributor tingginya kunjungan pasien di Rumah Sakit serta rendahnya daya produktivitas industri.