Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Penciteraan Itu Penting, Tapi...

8 Juni 2014   22:24 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:40 32 1
Di tengah hiruk pikuk dan hingar bingarnya negara ini dengan segala sesuatu yang berbau politik menjelang pemilihan presiden, ada satu kata yang sepertinya belakangan ini marak dan memang selalu ada di setiap pemilu "PENCITERAAN". Kenapa pemilu selalu identik dengan penciteraan, ya wajar saja kalau mau sekses di pemilu harus pintar mengambil hari masyarakat, terserah apapun metode penciteraannya baik penciteraan yang memang nyata adanya dan penciteraan semu yang banyak bertebaran sekarang ini.

Belakangan penciteraan yang cukup fenomenal datang dari salah satu calon presiden kita, yaitu Jokowi. Beliau ini sangat terkenal dengan blusukannya bahkan bisa dikatakan sebagai leader yang banyak followersnya yang juga blusukan. Mungkin bagi para Jokowi lovers banyak yang tidak setuju dengan pendapat saya yang mengatakan blusukan itu salah satu bentuk penciteraannya Jokowi. saya sendiri punya alasan mengapa itu saya sebut penciteraan, karena bagi saya kegiatan yang diliput banyak media dan hampir setiap hari ada saja berita jokowi lagi blusukan. Terlepas dari manfaat dan hasil yang dirasakan masyarakat setelah Jokowi blusukan, saya pribadi tidak mau menilai blusukan Jokowi itu bermanfaat atau tidak, lebih baik masyarakat saja yang menilai karena Jokowi pernah menjadi Gubernur mereka.

Saya bukan orang yang anti dengan penciteraan, karena bagaimanapun penciteraan itu penting loh. Sedikit bercerita tentang pengalaman saya yang pernah tinggal setahun di Asrama sebuah Universitas Negeri di Indonesia tepatnya di Universitas Andalas Sumatera Barat pada tahun 2008 - 2009. Ketika itu kampus saya dipimpin oleh seorang rektor yang sekarang menjabat sebagai Wakil Mentri Bidang Pendidikan, Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, M.S. Rektor yang khusus untuk anak asrama lebih ingin dipanggil Ayah yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan rektor seluruh Indonesia, tahun berapanya saya lupa.

Bagi kami mahasiswa yang khusus diasramakan di tahun pertama itu adalah sebuah keuntungan karena tidak semua mahasiswa baru bisa mengecap manisnya kehidupan asrama apalagi mahasiswa asrama seperti menjadi anak emas bagi rektor, bagaimana tidak kami sebagai mahasiswa asrama bukan barang langka lagi untuk bertemu bahkan sekedar berjabat tangan dengan seorang rektor karena kebijakan di kampus saya setiap mahasiswa asrama DIWAJIBKAN sholat subuh berjamaah dekat masjid yang jaraknya sekitar 500 m dari asrama. Bagi yang tidak mengikuti aturan siap-siap saja kena SP alias surat peringatan dan sayapun pernah sekali mendapatkan SP sebagai ganjarannya untuk tahun pertama saya tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan beasiswa.

Kalau weekend itu waktunya santai, tapi jangan heran tiba-tiba pak rektor mendadak meluncur ke asrama dan langsung mengecek keadaan asrama dan tidak jarang semua mahasiswa dikumpulkan sekedar mendengar keluhan-keluhan ataupun silaturrahmi semata. Keuntungan lain yang saya rasakan waktu itu sebagai mahasiswa asrama adanya program yang berkesinambungan seperti seminar dan kepelatihan yang cuma didapat mahasiswa asrama.

Setiap pagi kami harus bangun subuh dan langsung menuju ke masjid, tidak ada ruginya memang selain untuk mendisiplinkan diri juga ada manfaat lain, kami bisa ketemu rektor setiap subuh bahkan juga sering ketemu Mentri dan beberapa pengusaha sukses yang diundang langsung pihak kampus. Pernah suatu ketika hari itu akan hadir seorang mentri, kalau saya tidak salah ingat ketika itu yang hadir Bapak Fahmi Idris pada subuh yang hujan deras itu kami diangkut menggunakan bus kampus bahkan samapi menggunakan mobil perek (Pembantu Rektor), hal yang mustahil terjadi pada hari biasa kalau hujan ya sudah sholat subuhnya cukup di asrama saja dan tetap diabsen.

Pernah sekali saya ngobrol dengan salah seorang teman di asrama, saya bilang rektor kita ini terlalu penciteraan ya, dimana-mana selalu membanggakan anak asrama ditambah dengan saat kedatangan seorang mentri pada subuh yang sedang hujan deras. Teman saya menjawab secara diplomatis, penciteraan itu penting loh, tapi dengan catatan jangan berlebihan karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Saya mengamini saja dan kalau dipikir-pikir memang iya, seorang pemimpin memang harus menciterakan diri sebaik mungkin asal jangan terlalu berlebihan dalam menciterakan diri karena akan dianggap mengada-ada oleh rakyat.

Jadi kalau seorang Jokowi populer dengan blusukannya itu adalah salah satu bentuk penciteraannya beliau, setiap orang pasti punya caranya sendiri untuk menciterakan diri. Selagi tidak berlebihan silahkan-silahkan saja tapi kalau sudah berlebihan seperti beberapa kasus beberapa waktu belakangan ini sampai-sampai ada kabar burung pemimpin yang jadi media darling saya rasa itu patut dicermati sebagai kejenuhan dari masyarakat yang melihat serta menyaksikan penciteraan sang pemimpin yang mereka anggap sudah diluar kewajaran.

Seorang pemimpin yang baik sudah seharusnya mementingkan kepentingan rakyat daripda sekedar menciterakan diri untuk mendulang simpati masyarakat. Cara terbaik menurut saya untuk mendulang simpati masyarakat adalah dengan pembuktian dari hasil kerja dibandingkan penciteraan. Ibarat kata pembuktian itu tak lekang oleh waktu tapi penciteraan akan dimakan oleh waktu.

Salam

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun