Meski lelah kian mendera, perempuan itu tak hendak menyerah kalah. Ia masih tegap melangkah. Memapah basah air mata yang terbit di terik renjana. Lalu, air mata itu dijadikannya tinta untuk melukis seulas kenangan di atas kanvas senja yang tak lagi merah merona.
Saat senja benar-benar tenggelam dalam hening. Perempuan itu gegas memunguti jejak-jejak resah yang kian geming. Membawa pulang segala gundah. Merebahkannya di sehamparan pengaduan. Tempat di mana menanak air mata menjadi doa. Merajut mimpi menjadi nyata. Tempat segala harap ia dekap, segala luka ia sekap. Dan segala rasa ia bisikkan kepada Tuhannya.
Angsana, 08 September 2019