Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Gamping Punya Cerita

28 Desember 2012   15:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:53 1095 2

Gamping, (28/12) sekitar pukul 15.00 warga Jogja, khususnya daerah Gamping dan sekitarnya brbondong-bondong untuk menyaksikan acara Saparan Bekakak. Acara yang dilaksanaan setiap hari Jumat, bulan Sapar antara tanggal 10 sampai tanggal 20.

Mendengar kata saparan bekakak mungkin bagi temen-temen yang diluar pulau jawa atau yang di jawa pun ada yang bertanya-tanya, apa itu? Acara apa? Seperti apa?.Istilah bekakak (istilah terkenalnya) juga masih asing bagi saya karena Saya mengenal bekakak baru dua tahun yang lalu.

Bekakak merupakan tradisi yang ada sejak tahun 1755 pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I menetap di Pesanggrahan Ambarketawang. Banyak versi yang menyebutkan tentang asal-mula Bekakak, tapi intinya bekakak adalah selamatan dengan cara penyembelihan pengantin bekakak. Maksud penyembelihan pengantin bekakak adalah sebagai tumbal untuk keselamatan seluruh warga khususnya warga Gamping.

Nama upacara adat ini terdiri dari dua kata, yakni “saparan” dan “bekakak”. Kata “saparan” berasal dari kata sapar yang identik dengan ucapan Arab, Syafar yang berarti bulan Arab yang kedua. Jadi, upacara adat ini dilakukan pada Bulan Sapar.

Sementara maksud dari kata “bekakak” ialah qurban baik hewan atau manusia yang disembelih sebagai persembahan. Wujud bekakak yang dilakukan pada upacara adat ini hanya tiruan manusia. Berwujud boneka pengantin dengan posisi duduk bersila yang terbuat dari tepung ketan.

Rangkaian acara bekakak dimulai sejak malam jumat, bekakak dikawal bregodo/prajurut dan diikuti reog & gendruwo diarak menuju balai desa Ambarketawang Gamping. Proses pengantin bekakak ini seperti proses pengantin tradisi jawa pada umumnya. Pada pelaksanaannya, upacara adat ini dibagi oleh beberapa tahap, yaitu midodareni pengantin bekakak, kirab bekakak, penyembelihan pengantin bekakak, dan sugengan ageng. Uniknya, dalam upacara ini ada dua pasang pengantin yang dibuat, salah satu pasang dihias bergaya Solo dan yang lainnya dihias bergaya Yogyakarta.

gambaraphotography.com

Kemudian keesokan harinya pengantin bekakak diarak menuju Gunung Gamping, yang dimeriahkan oleh penampilan berbagai kesenian Desa Gamping. Rute pawai bekakak dimulai dari lapangan Ambarketawang- jalan Wates- Ringroad Gamping- Gampingkidul- Tegalrejo- lewat utara UMY- Tlogo- Gunung Gamping.

Nantinya, pengantin bekakak akan diarak menuju Gunung Gamping dan Gunung Kiling. Sebelum arak-arakan dimulai, akan terlebih dahulu digelar pementasan fragmen "Prasetyaning Sang Abdi" yang menceritakan tentang kisah Ki Wirosuto. Setelah pementasan fragmen selesai, baru arak-arakan dimulai diikuti tiga buah joli yang berisi sesajen.

Ketika arak-arakan telah tiba di Gunung Ambarketawang, maka joli pertama yang berisi sepasang pengantin bekakak, diusung ke tempat penyembelihan. Selesai pembacaan doa, boneka ketan sepasang pengantin itu disembelih dan dipotong-potong dibagikan kepada para pengunjung demikian pula sesaji yang lain.

Arak-arakan kemudian dilanjutkan menuju Gunung Kliling untuk mengadakan upacara penyembelihan pengantin bekakak yang kedua dan pembagian potongan bekakak yang kedua kepada para pengunjung. Adapun jodhang yang berisi sajen selamatan dibagikan kepada petugas di tempat penyembelihan terakhir.

Ada yang khas ketika acara pawai bekakak, karena dua kali saya mengikuti pawai bekakak pasti selalu diguyur hujan. Antara kebetulan atau memang sudah “bawaanya” karena satu minggu sebelum acara bekakak ,Jogja khususnya Gamping cuacanya panas dan cerah. Tetapi hari ini mulai dari sekitar pukul 09.00 daerah Gamping sudah diguyur hujan sampai malam. Sehingga pawai yang biasanya berlangsung meriah kali ini hanya puas dengan aksi-aksi ogoh-ogohnya yang menghibur.

Walaupun cuaca tidak mendukung, minat warga untuk menyaksikan acara bekakak sangat tinggi. Warga tidak menghiraukan hujan, mereka sudah mempersiapkan payung atau jas hujan. Dari yang tua sampai yang muda. Warga sangat antusis karena dalam acara bekakak ini selalu ada pawai Gunungannya (berupa hasil bumi). Gunungan tersebut kemudian diperebutkan warga, yang diyakini bisa memberi berkah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun