Perjalananku ke Makassar awal puasa lalu berikan pengalaman tentang apa lipa itu. Bagi budaya Sulawesi atau khususnya Makassar, sarung adalah kain yang sangat penting dibutuhkan pada semua kegiatan. Saat melaksanakan ibadah, sarung menjadi hal wajib yang rutin dipakai sehari-hari. Saat tidur sarung pun menjadi perangkat penting. Tidak sekedar mengusir dingin, sarung juga mengusir nyamuk dan kain yang aman dipakai untuk tidur melungker.
Setiba dirumah sahabat, saya diajak berkenalan dengan orangtua sahabat. Beliau seorang tetua yang dihormati di Galesong Makassar. Secara turun temurun, beliau masih keturunan langsung dengan Karaeng Galesong I Maninrongi Kare Tojeng Tumenanga Ri Tampa'na. Ibunda sahabatku, Ibu Larigau mempersilahkanku ke kamar yang sudah beliau persiapkan untukku. Aku jadi kikuk berada disana. Sebuah suasana baru, budaya baru yang kupelajari, dan orang2 yang  baru kukenal, begitu ramah dan bersahaja.
Sempat kutermenung di dalam kamar itu. Sepertinya kuingat kamar ini, tapi dimana ya..
Hmm baru kusadar, kamar ini adalah kamar kakak sahabatku yang fotonya terpampang di internet. Kakak sahabatku ini sedang melaksanakan pernikahan dengan mempergunakan adat istiadat yang cukup kental. Hmm baru sadar diriku, ini adlaah kamar pengantin. Sahabatku bilang ini adalah kamar tamu dan bukan kamar pengantin. Tapi masuk akal juga, disitu kulihat ada kamar mandi yang menyatu dengan kamar ini.
Sembari termenung, kupandangi langit2 kamar. Nggak jauh beda dengan kamarku di Malang.. Tempat tidur..sama juga dengan milikku. Tempat tidur kayu ini benar2 kokoh. Tapi sepertinya masih baru, maklum baru dipakai oleh pengantin. Tapi yang buat kumerasa aneh.. Ada dua buah sarung tergeletak di kasur. Satu berwarna agak ungu gelap dengan corak kotak2 yang tidak terlalu besar, dan yang satunya lagi kotak2 hitam dengan selingan garis kecil.
Lama2 kupandangi kedua sarung itu, walhasil ngantuk sudah. Mataku tak bisa kubuka lagi. Dan kedua lipa unik itu hanya kupeluk saja, tidur dengan penuh tanda tanya. Tapi perjalanan panjangku dari Malang ke Makassar membuatku lelah tanpa daya. Aku tak sanggup lagi membuka mata. Dan tidurlah aku berpeluk dua lipa.
Sore itu panas masih merambat di Galesong. Saatnya mandi tiba sepertinya. Baru kuingat aku belum buka backpack ku yang berisi baju dan mukena. Baru kuingat, hari itu hari pertama puasaku, dan hari pertama puasa yang kujalankan nun jauh di belahan bumi bagian utara. Yaa..aku saat ini berada di Galesong. Beberapa kilometer dari Makassar. Perjalanan kutempuh hampir selama satu jam. Tok Tok ibunda sahabatku, Wandy .. ketok pintu kamarku.
"Mbak Ika kalau mau mandi itu ada sarung di kasur", kata Ibu Larigau dari luar kamar. Kudengar suaranya jelas. Hmm kuberpikir2 sejenak. Sambil mengernyitkan dahi 'sarung untuk mandi'.. Belum selesai kuhilangkan kernyit di dahiku.. Ibu Larigau sudah mengingatkan lagi.. Â "Mbak Ika kalau mau sholat Ashar sarungnya juga saya letakkan di kasur"..kata beliau pelan.
Wah seketika itu pula kulihat dengan tatapan mata pada kedua Lipa tersebut. Pelan2 kusentuh sudutnya dan kubuka kedua lipa yang ada di kedua tanganku.
Kusadari benar2 pengalaman yang tak terlupakan. Keluarga baruku berikanku pengalaman hidup bahwa begitulah cara orang menghormati tamu. Apalagi apabila tamu tersebut hendak menginap. Seperti biasa, mereka selalu akan menyediakan dua buah sarung buat tamunya.
LIPA
Galesong, 1 Ramadhan 2011