Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Moderasi Beragama dalam Keberagaman Indonesia

11 Desember 2021   02:06 Diperbarui: 11 Desember 2021   02:10 1042 2
Apa yang ada dibenak teman-teman saat mendengar kata "moderasi bergama"?
Sebenarnya moderasi itu apa sih?
Kenapa topik moderasi beragama penting untuk dibahas?

Dalam bahasa Arab moderasi dikenal dengan "al-wasathiyyah" yang berasal dari kata "wasath" (Faiqah & Pransiska, 2018; Rozi, 2019). Al-Asfahaniy mendefenisikan "wasathan" dengan "sawa'un" yaitu tengah-tengah diantara dua batas, atau dengan keadilan, yang tengah-tengah atau yang standar atau yang biasabiasa saja. Wasathan juga bermakna menjaga dari bersikap tanpa kompromi bahkan meninggalkan garis kebenaran agama (Al-Asfahani, 2009, p. 869). Kata "al-wasathiyyah" berakar pada kata "alwasth" (dengan huruf sin yang di-sukun-kan) dan "al-wasth" (dengan huruf sin yang di-fathah-kan) yang keduanya merupakan mashdar (infinitife) dari kata kerja (verb) "wasatha". Selain itu kata wasathiyyah juga seringkali disinonimkan dengan kata "al-iqtishad" dengan pola subjeknya "almuqtashid". Namun, secara aplikatif kata "wasathiyyah" lebih populer digunakan untuk mnunjukkan sebuah paradigma berpikir paripurna, khususnya yang berkaitan dengan sikap beragama dalam Islam (Zamimah, 2018).
Konsep wasathiyyah menurut Afrizal Nur dan Mukhlis (2016) sebagai berikut:
1. Tawassuth atau mengambil jalan tengah, yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).
2. Tawazun atau berkeseimbangan, yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhira, (penyimpangan,) dan ikhtilaf (perbedaan).
3. I'tidl atau lurus dan tegas, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.
4.Tasamuh atau toleransi, yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
5. Musawah atau egaliter, yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.
6.Syura atau musyawarah, yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.
7.Ishlah atau reformasi, yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah 'ammah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah 'ala alqadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi alashlah (melestarikan tradisi lama yang masih relevan, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih relevan).
8. Aulawiyah atau mendahulukan yang prioritas, yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diterapkan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah.
9.Tathawwur wa Ibtikar atau dinamis dan inovatif, yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun