Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Indonesia - Malaysia: Memandang Indonesia dari Seberang

3 September 2010   05:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29 882 0


 

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

 

Alhamdulillaah saya kebetulan berkesempatan mengunjungi dan tinggal di Malaysia selama beberapa waktu dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Kunjungan yang selalu singkat-singkat saja sebenarnya. Dan saat ini kebetulan saya juga tengah berkunjung ke Malaysia. Sudah hampir sebulan saya di sini dan masih akan terus di sini hingga insya Allah tiga minggu ke depan.

 

Karena tengah berada dalam situasi liburan, terus terang saya tidak terlalu mengakrabi berita-berita mutakhir dari Indonesia, maupun dari Malaysia sendiri. Akses Internet, meskipun tersedia 24 jam sehari, sayangnya tidak terlalu banyak saya manfaatkan, karena sedang menikmati Ramadhan dan menikmati kebersamaan dengan orang-orang tercinta. Namun sedikit-sedikit terbaca dan terdengar juga selentingan mengenai (kembali) panasnya hubungan Indonesia - Malaysia saat ini. Atau mungkin lebih tepatnya, panasnya perasaan (sebagian) masyarakat Indonesia terhadap Malaysia.

 

Saya yakin banyak sudah berita dan tulisan mengupas mengenai insiden terbaru terkait penangkapan anggota DKP oleh Kepolisian Malaysia yang kemudian menimbulkan banyak reaksi, komentar dan debat serta semacamnya. Nampaknya tak perlu saya ulangi di sini karena saya yakin mereka yang tertarik akan masalah tersebut, dengan mencari kata kunci terkait di dalamnya dengan mesin pencari di Internet yang begitu informatif ini, mereka akan dapat menemukan berbagai berita dan tulisan termaksud.

 

Yang ingin saya bagi dalam tulisan ini adalah sedikit pengalaman singkat saya menjalani kehidupan keseharian di Malaysia dan apa yang saya amati mengenai masyarakat Malaysia terkait beberapa permasalahan dengan Indonesia.

 

Reaksi masyarakat Malaysia tentang berbagai "ketegangan" hubungan dengan Indonesia

 

 

Tak Kisah! Itu kira-kira kesan yang saya dapatkan dari masyarakat awam Malaysia. 'Tak Kisah' artinya lebih kurang tak terlalu peduli kerana kurang paham. Ada semacam keheranan dalam benak masyarakat awam di Malaysia mengapa masyarakat Indonesia selalunya panas dan marah-marah kepada Malaysia. Dan kalau kita hendak tunjukkan kepada mereka kira-kira apa puncanya (sebabnya), mereka memang tak begitu paham.

 

 

Saya punya dugaan sendiri mengapa masyarakat Malaysia seperti itu. Mari kita lihat sejenak, seperti apa komposisi penduduk di Malaysia ini. Baru-baru ini diadakan banci penduduk (sensus penduduk) yang sayangnya hasilnya belum dipublikasikan. Namun berdasarkan informasi yang saya peroleh, bangsa Malaysia ini terdiri dari sekitar 40% ras Melayu, 40% ras Cina dan 20% ras India. Ini perkiraan yang sangat kasar kerana ada juga yang meng-klaim ras Melayu masih sekitar 51%, itu pun mungkin sudah termasuk keturunan pekerja Indonesia dan suku Dayak. Sedangkan 49% sisanya sudah termasuk ras Cina, India dan bangsa lain, seperti Bangladesh.

 

Lepas dari mana statistik yang benar-benar akurat (karena kita tahu statistik resmi belum tentu akurat dan bisa jadi sarat kepentingan), anggaplah ras Melayu masih menjadi mayoritas, tapi 51% bukan mayoritas yang bisa dianggap penting lagi. Itu artinya bangsa Malaysia benar-benar telah terdiri dari berbagai macam ras yang kurang lebih jumlahnya hampir sama, namun dengan karakter sendiri-sendiri. Tanpa ingin terjebak dalam stereotipe, banyak orang mengatakan ras Melayu cenderungnya malas bekerja keras untuk mengubah nasib dan cenderungnya 'nrimo' dan mengalah, dan berpuas diri dengan apa yang ada. (Saya sendiri memiliki keturunan darah Melayu Deli dan pandangan semacam ini setidaknya untuk koreksi diri sebaiknya tidak dikesampingkan.) Ras Cina cenderungnya lebih peduli semata mengenai uang. Mereka bangsa pekerja keras dan sepanjang mereka berada dalam situasi yang memungkinkan mereka menghasilkan uang sebanyak-banyaknya, mereka cukup senang. Ras India agak mirip dengan Cina, dalam artian sebagai sesama bangsa perantau yang tersebar di seluruh dunia dalam jumlah yang banyak, persaingan amatlah ketat. Dan jika mereka bisa menonjolkan diri serta memperoleh peluang untuk berkembang, itulah yang akan mereka utamakan. Truly Asia? Bisa jadi! Kalau itu artinya bangsa Malaysia memang terdiri dari beberapa ras/puak besar di Asia.

 

Jadi, apa sekilas artinya? Artinya masyarakat Malaysia secara umum memang tidaklah kisah, alias tidak terlalu peduli dengan hal-hal yang terjadi di luar dunia mereka, termasuk artinya, di luar negara mereka, termasuk mengenai hubungan dengan negara lain. Hal ini tak bisa disalahkan sepenuhnya kepada mereka. Pemerintah Malaysia sangat ketat mengontrol informasi melalui media. Saya membaca media Malaysia dan tidak menemukan berita-berita atau tulisan yang bersifat mengkritik atau beroposisi atau mengimbangi pemerintah. Kalaupun ada, sifatnya terkesan hal-hal yang "remeh temeh". Terkesan pemberitaan media semuanya seolah berjalan dalam sebuah pakem, bahwa semuanya baik-baik saja di Malaysia dan bahwa Pemerintah Malaysia sudah melakukan segalanya dengan benar. Ini menimbulkan semacam keyakinan semu di masyarakat Malaysia bahwa tidak ada yang salah dengan bangsa dan negara mereka.

 

Media dan Kontrol Pemerintah

 

 

Sekilas mengenai media di Malaysia, dalam sebuah harian di mana ada rubrik tentang selebriti yang sempat terbaca oleh saya di suatu hari, saya hanya menemukan berita-berita buruk tentang Indonesia di sana, yakni tentang artis Andi Soraya yang membaling (melempar) gelas pada kawannya dan kemudian disaman (digugat dan atau dituntut) dan dilaporkan ke Polisi. Satu lagi tentang Qory (saya lupa nama belakangnya, namun dalam berita tersebut pun namanya salah ditulis) yang sangat teruk (buruk) bahasa Inggrisnya dalam kontes Miss Universe. Saya juga pernah membaca tulisan kolom seseorang di harian Malaysia lainnya, yang memuji kualitas wartawan Malaysia dan mengatakan bahwa selebriti Malaysia lebih beruntung dari segi tersebut, dibandingkan dengan selebriti Indonesia yang selalu dikejar-kejar oleh wartawan infotainment yang tidak sopan. Bahkan ia mengutip langsung komentar tersebut dari selebriti Indonesia, di antaranya Rosa, yang menurutnya juga memberinya informasi yang bersifat sangat pribadi, semata karena si selebriti merasa aman menceritakan hal tersebut dengan dirinya yang kolumnis dari Malaysia yang tak akan mungkin mengumbarnya dalam media. Dari sumber lain yang saya dengar, seringnya memang hanya berita-berita buruk tentang artis, pemerintah atau pun kejadian di Indonesia (dan juga termasuk negara lain di sekitarnya) yang dilaporkan media. Ini membuat kesan di masyarakat bahwa Malaysia memang yang paling hebat dan lebih dari bangsa-bangsa atau negara lain di region ini.

 

 

 

 

Kesan buruk tentang Indonesia bukan hanya itu. Bahwa para pekerja dari Indonesia seringnya membuat ulah atau pun melakukan tindak jenayah (kriminallitas) di Malaysia pun kerap terjadi. Contohnya, banyak orang yang mengambil maid (pembantu rumah tangga) asal Indonesia merasa kecewa dengan kualitas kerja sang maid, apalagi mereka sudah membayar mahal untuk itu. Namun untuk mengembalikannya ke agen juga bukan hal mudah. Hal yang sama mungkin kerap juga terjadi di Indonesia. Namun karena kita dan pekerja kita tersebut sama-sama orang Indonesia dan secara budaya, bahasa serta lokasi juga tidak terlalu menjadi kendala, cenderung lebih mudah bagi kita di Indonesia untuk mengembalikan pembantu yang kurang cakap bekerja kepada agennya atau memulangkan ke kampungnya. Dikabarkan banyak juga tindakan seperti pencurian dan perampokan yang dilakukan orang Indonesia. Inilah salah satu sebab mengapa orang Malaysia cenderung menganggap rendah orang Indonesia di sana, karena yang mereka jumpai sehari-harinya adalah orang Indonesia yang kualitasnya kurang begitu tinggi di mata mereka. Dan itu jumlahnya sangat banyak, bahkan jutaan! Mereka jarang bertemu dengan orang Indonesia yang berpendidikan tinggi, atau ekspatriat, atau yang memiliki posisi tinggi. Bukan berarti semua jenayah di Malaysia dilakukan orang Indonesia, tapi dikarenakan pekerja dari Indonesia jumlahnya ada jutaan di Malaysia, maka secara persentase, otomatis jika pun ada jenayah yang dilakukan oleh orang Indonesia, jumlahnya akan terlihat signifikan. Terlebih apabila media gencar memberitakannya.

 

 

Anggapan Masyarakat Malaysia mengenai Indonesia

 

Terkait dengan sikap merendahkan orang Indonesia ini, terlihat dari panggilan "Indon" kepada orang kita. Lucunya, atau ironisnya, orang Indonesia, terutama para pekerja rendah kita di sana, tidak menyadari bahwa panggilan ini adalah panggilan yang merendahkan dan mereka dengan sukacita menyebut diri mereka sebagai orang Indon. Baru-baru ini dalam sebuah percakapan dengan seorang pekerja rumah tangga asal Indonesia, ia bertanya pada saya, apakah saya orang Indon. Tegas saya katakan," saya orang Indonesia dan Anda juga orang Indonesia, bukan Indon." Tapi saya ragu dia memahami maksud saya.

 

Nah, jadi kira-kira dapat kita bayangkan sekarang bahwa orang Malaysia yang 'truly Asia' itu dikarenakan berbagai faktor dan sebab, kurang peduli dengan isu-isu nasional maupun internasional negaranya dan cenderung menyerahkan pada pemerintah mereka, yang memang sangat dominan. Selain itu seperti telah dikemukakan sebabnya di atas, mereka agak menganggap rendah orang (bukan bangsa!) dari Indonesia. Kita mungkin bisa berargumen, mengapa mereka melupakan sejarah? Bukankah mereka (bangsa Melayu) juga berasal dari Nusantara dan sebagian generasi mudanya memiliki orangtua dari Indonesia yang hijrah ke Malaysia di tahun 1970-an untuk menjadi guru, dokter dan sebagainya? Sedihnya, saya memperoleh beberapa kisah mengenai warga Malaysia yang berayah-ibu Indonesia yang tak mau mengekspos atau cenderung menutupi asal jati dirinya sebagai orang keturunan Indonesia, seolah ada rasa malu sebagai orang Indonesia. Meskipun, bsa jadi itu juga karena mereka sudah benar-benar merasa sebagai orang Malaysia dan menghormati negara baru mereka. Namun sekali lagi, mengapa menutupi sejarah jika bukan karena malu? Atau takut? Atau memang karena mentalitasnya adalah 'tak kisah' tadi? Entahlah.

 

Bangsa Malaysia dan Sejarah

 

Nampaknya bangsa Malaysia memang tidak terlalu peduli dengan sejarah mereka. Dengan komposisi penduduk seperti tertulis di atas, siapakah lagi yang akan memikirkan dan peduli dengan asal usul dan sejarah? Bangsa Melayu yang cenderung cuek? Bangsa Cina dan India yang punya budaya asli dan sejarah panjang mereka sendiri? Kemerdekaan yang diperoleh pada 31 Agustus tepat 53 tahun yang lalu pun nampaknya taken for granted, istilah bahasa Inggrisnya, oleh mereka. Ada yang membandingkannya dengan Indonesia, di mana Indonesia memperoleh kemerdekaan dengan darah dan airmata dan perjuangan untuk merebutnya, Malaysia menerimanya sebagai hadiah dari Inggris sebagai sesuatu yang sudah saatnya diperoleh sesuai dengan trend dekolonialisasi saat itu. Saat ini pemerintah Malaysia di bawah Najib mencoba mengangkat rasa persatuan bangsa Malaysia dengan program 1 Malaysia (Satu Malaysia) yang mirip dengan Sumpah Pemuda kita 82 tahun yang lalu. Ide semacam Satu Malaysia memang sudah pernah digagaskan sebelumnya namun pemerintahan kali ini lah yang lebih serius menggarapnya.

 

 

Mohon maaf, sebenarnya masih banyak yang hendak saya tuliskan. Namun karena sekarang sudah jam 1.30 pagi, baiknya saya menunaikan hak tubuh saya untuk beristirahat. Insya Allah tulisan ini akan saya sambung secepatnya, karena memang masih banyak yang ingin saya tuliskan.

 

Namun sebelumnya, saya ingin mengajak Anda semua, untuk tidak terlalu emosional memandang Malaysia dan tidak menambah rasa panas yang ada. Walaupun banyak yang kurang puas dengan reaksi Pemerintah kita kepada Malaysia, namun saya akan coba memberikan tambahan sudut pandang, mengapa jalur diplomasi (dengan ketegasan!!) menjadi perlu dikedepankan.

 

Sesungguhnya, first and foremost, kita adalah sama-sama manusia, makhluk Allah, yang sama-sama merasakan perasaan-perasaan yang sama: sedih, senang, haru, takut, bangga, cinta dan sebagainya, dan kemampuan akal budi untuk berolah rasa dan berkomunikasi dengan baik. Bukankah Allah telah mengingatkan bahwa Ia menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal? Dan mengenal adalah untuk saling mencintai, bukan?

 

Allah knows best.

 

Wassalamualaikum,

 

Ijul SZ

2 Sept 2010

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun