Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Budaya Tanpa Malu Menggeser Budaya Malu

20 September 2012   00:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:12 407 1

Dalam sebuah buku kumpulan esay milik pengarang Ahmad Tohari yang ditulis pada tahun 90’ menyoroti beberapa hal, yakni pergeseran makna sebuah jilbab. Sentilan wanita berkerudung kok memakai pakaian ketat, ditambah berani keluar malam menjadi topik tulisan di dalamnya. Menyuratkan bahwa tindakan si wanita masih terbilang tabu pada masa itu.. Sejalan dengan maksud kritikus tadi, sekitar tahun 2005 saya teringat pencekalan film Indonesia Buruan Cium Gue (BCG) juga aksi beberapa kelompok yang menolak kehadiran film tersebut karena dianggap kurang pantas dan terbilang berani. Seolah tak jera, adanya aksi protes film yang mengedepankan nilai kevulgaran pasca mulai bergeliatnya industri film di Indonesia malah kian marak. Barangkali karena imbangan animo masyarakat terhadap film tersebut positif. Positif disini maksudnya peminat film tersebut juga tak kalah banyak dibanding penolakannya, termasuk para remaja yang paling banyak meminati. Rasa penasaran dan gejolak pubertas barangkali menjadi latar belakang keinginan mereka. Lalu, muncullah kepercayaan diri si pembuat film nakal untuk terus memproduksi film bergenre sama, meskipun ditentang. Hal ini disamping keuntungan yang menjanjikan, modal yang dikeluarkan untuk membuat film stensilan terbilangmurah. Tinggal cari lokasi pembuatan film, menulis skenario seadanya, dan yang terakhir paling penting adalah mencari para pemain yang mau buka-bukaan (baju) dan beradeganseronok.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun