hening, hening, dan hening
membuat aku dalam pening
tak bergeming...
semua hampa berlarian kepadaku
memeluk erat, melingkar di pinggangku
semakin erat dan menyesakku
aku meronta, lepaskan daku
semua kekosongan menyerangku
satu persatu, menusukku
meninggalkan sobekan besar di dadaku
terus melebar, menganga, merusak paruku
semua sunyi menertawai
berkonspirasi dengan sepi
sendiri bahkan mengancungkan telunjuk
menunjukku, mengatai
“kan kubiarkan kau mati
dalam selimut sunyi”
*) yang masih tersisa darimu, 2 tahun lalu kala hujan mendera Parang Tambung, Makassar