Tulisan ini tidak disusun dari sudut pandang organisasi yang menganut Marhaenisme, melainkan dari perspektif penulis  sebagai seorang pembaca buku dan pengagum marhaenisme soekarno, tulisan ini ditujukan untuk menganalisis relevansi Marhaenisme dalam konteks kontemporer. Dalam lanskap pembangunan yang didominasi oleh proyek raksasa seperti reklamasi pesisir di Tanjung Pasir, Tangerang, terlihat ketimpangan sosial yang menjadi refleksi nyata dari perjuangan kaum kecil---yang oleh Sukarno disebut sebagai "Marhaen"---melawan dominasi modal besar. Konflik yang melibatkan nelayan tradisional seperti Pak Kholid dengan konglomerasi besar seperti Agung Sedayu Group menggambarkan bagaimana akses terhadap sumber daya publik semakin terkonsentrasi di tangan segelintir elite. Marhaenisme, sebagai ideologi yang lahir dari pergulatan Sukarno melawan kolonialisme dan kapitalisme, memposisikan dirinya sebagai perlawanan terhadap dominasi alat produksi oleh kekuatan kapital. Seperti yang dipaparkan dalam Kuswono (2016), Marhaenisme adalah ideologi perlawanan yang tetap relevan, terutama dalam menghadapi penguasaan sumber daya yang tidak adil.
KEMBALI KE ARTIKEL