https://www.youtube.com/watch?v=WeKxy3GuU6M (bijimana dah cara nampilin video??)
Nah 15th lalu sempat ada dugaan bahwa mayjen Kivlan Zen terlibat dan tahu banyak tentang penculikan aktivis tersebut. Mari kita gunakan mesin waktu dan kembali ke 15th lalu. berikut artikel yang diambil dari mailing list Xpos september 1998.
---------------------------------------------------------
14 Aktivis yang diculik dan belum kembali, dipastikan telah
tewas. Kenapa Syafrie Syamsoeddin diselamatkan dari jerat keadilan?
Dewan Kehormatan Perwira (DKP) telah rampungkan tugasnya. Memeriksa tiga
perwira tinggi Kopassus, dan juga menjatuhkan sanksi. Letnan Jenderal
Prabowo dipecat dengan hormat; Mayjen Muchdi dan Kol Chairawan masih di
jajaran ABRI tapi tak memegang jabatan sama sekali. Demikian, akhir kisah
Prabowo, yang karirnya pernah melesat bak meteor dan sempat diramalkan akan
menduduki posisi tertinggi di ABRI. Penculikan aktivis, ternyata menjadi
titik balik karir Prabowo yang berakhir tragis.
Tuntaskah kerja DKP? Tampaknya tidak.Banyak kalangan berpendapat sanksi yang
dijatuhkan kepada tiga petinggi Kopassus itu, tidak mencerminkan rasa
keadilan. Bahkan juga tidak memenuhi prosedur hukum. "Sanksi jabatan itu kan
persoalan intern ABRI. Sedangkan tindak kriminalnya, menculik, harus
dipertanggungjawabkan di depan pengadilan," kata Munir, Koordinator Kontras
-lembaga yang aktif membela nasib korban penculikan.
Amien Rais, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), juga sependapat dengan
Munir. Ia mengatakan, Prabowo harus diseret ke mahkamah militer, justru agar
reputasi ABRI di mata masyarakat membaik. Amien menuntut Presiden
Transisional Habibie dan Pangab Wiranto, agar berani menyeret Prabowo dan
dua temannya itu ke pengadilan. "Dengan Mahmil yang terbuka untuk publik,
baru bisa ketahuan siapa yang menyuruh Prabowo melakukan penculikan," kata
Amien Rais.
Tapi, teknik ABRI menyelesaikan intern soal penculikan ini, agaknya memang
sengaja ditempuh untuk menghindari terbongkarnya orang-orang di belakang
Prabowo. Sebuah sumber di Mabes ABRI mengatakan, sebetulnya Prabowo punya
surat perintah penculikan itu, yang diteken oleh Jenderal Feisal Tanjung,
Pangab sebelumnya. Surat itu, konon, akan dibeberkan kalau Prabowo diseret
ke Mahmilub. Akibatnya, Wiranto berkompromi dengan menjatuhkan hukuman yang
ringan untuk Prabowo.
Maka misteri penculikan itu pun tak tuntas terkuak. Bukan hanya siapa yang
memerintahkan penculikan kepada Prabowo, tetapi juga bagaimana nasib aktivis
yang sampai kini tak tentu rimbanya. Keempat belas aktivis itu, antara lain
Deddy Hamdun, Noval, Sonny, Rian, Suyat, Bimo Petrus dan lain-lain. Prabowo,
di depan DKP mengaku hanya menculik aktivis yang sekarang sudah dibebaskan.
Ia mengatakan tak tahu menahu dengan 14 aktivis yang masih hilang itu.
Seorang anggota DKP, perwira berbintang tiga, yang memeriksa tiga petinggi
Kopassus itu, mengatakan, "korban penculikan yang tak pulang-pulang itu,
sudah meninggal." Kepastian itu, disimpulkan DKP dari hasil interogasi
mereka terhadap Prabowo dkk. Meskipun Prabowo tak mengaku menculik mereka,
tetapi saksi korban penculikan lain, Pius Lustrilanang, sempat bertemu Sonny
dan Ryan di tahanan yang sama.
"Sejak dulu saya yakin mereka sudah meninggal," kata Pius. Sebab, Sonny dan
Ryan, misalnya, dikeluarkan dari sel itu dua pekan sebelum Pius. Mereka
sempat berjanji untuk saling menelepon bila telah keluar tahanan. Tetapi,
sampai sekarang, dua aktivis PDI pro Mega itu, tak pernah memberi kabar.
Soalnya tinggal, dimana jasad para aktivis itu? DKP mestinya tak membiarkan
Prabowo mengelak dari tanggungjawab atas korban penculikan yang tewas itu.
Tetapi, tidak tuntasnya kerja DKP bukan hanya soal korban yang tewas.
Penanggungjawab operasi penculikan juga tak semuanya kena jaring. Misalnya,
Mayjen Syafrie Syamsoeddin. Perwira yang sangat dekat dengan Prabowo ini,
teman sekelas di Akabri, diduga kuat ikut membantu Prabowo dalam operasi
penculikan. Kerjasama serupa juga mereka lakukan di Timor Timur. Dan, dua
diantara korban penculikan, Desmond dan Haryanto Taslam, kabarnya mendengar
suara Syafrie di antara para interogator. Jadi, memang aneh, kalau Syafrie
tidak terkena sanksi. Bagaimana ini bisa terjadi?
Satu analisa mengatakan, pada detik-detik terakhir, setelah Soeharto
tumbang, Syafrie pindah kubu. Karena itu, Wiranto melindunginya dengan
menarik ke jajaran staf Mabes ABRI. Syafrie, beberapa waktu lalu malah
diangkat menjadi anggota MPR. Atas perlindungan Habibie, tampaknya memang
makin sulit mengutak-atik Syafrie. "Padahal dia juga harus dikenai hukuman,"
kata seorang Mayjen yang pernah bertugas di Timtim.
Perwira lain yang juga dianggap tahu banyak soal penculikan para aktivis
adalah Mayjen Kivlan Zen, terakhir menjabat Kepala Staf Kostrad. Entah
kenapa, sampai sekarang kawan dekat Prabowo ini juga tak diperiksa DKP.
Lalu, bagaimana pula tindakan terhadap Mayjen Zaki Makarim, Kepala BIA, yang
mestinya juga ikut bertanggungjawab atas operasi intelijen itu?
Jadi, tugas DKP memang tak tuntas. Wiranto hanya mementingkan usaha
menyelamatkan wajah ABRI. Bukan menjunjung hukum dan keadilan. (*)