Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Pertemuanku dengan Bapak Penjual Siomay

23 Februari 2012   15:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:16 217 0
Beberapa minggu yang lalu saya pulang ke kampung halaman setelah menyelesaikan beberapa urusan di kampus. Waktu itu saya sedang dalam status DO (Dirindukan Orangtua), sehingga terancam tidak dikirimin "gaji" bila tidak pulang, hehehe. Seperti biasa, saya bila pulang kampung, selalu menggunakan motor. Jarak dari kampus sampai ke rumah sekitar 90 kilometer. Lumayan jauh lah, sehingga itung - itung saya touring.

Pada hari itu, saya berangkat pada pagi hari. Tepatnya pukul 8.15 WIB. Tidak lupa sebelum berangkat berdoa supaya selamat sampai rumah dan bertemu dengan keluarga tercinta. Kebetulan, kampus terletak di ibu kota provinsi, sehingga lalu lintas ramai. Dan perjalanan pulang saya pun dimulai.

Sudah menjadi kebiasaan, saya bila pulang kampung selalu mengambil jalur yang sepi. Bukan jalur utam ataupun jalur arteri. Karena, bila lewat jalur sepi atau alternatif, syaa bisa lebih menikmati perjalanan dan segala aktivitas masyarakat di sepanjang perjalanan. Bisa berhenti sewaktu-waktu bila lelah ataupun sekadar menikmati pemandangan. Benar saja, ketika kurang lebih sudah setengah perjalanan, saya merasa "kebelet" dan perlu segera mencari tempat yang cukup sopan untuk berhajat. Sehingga, segeralah saya cari mushola di jalan yang saya lalui. Tak seberapa lama, akhirnya ketemu dan "nafsu positif" ini bisa tersalurkan dengan aman. Kutepikan motor, dan segera berlari ke dalam WC. Fuhh... rasanya lega sekali, seperti anak SMA tahu kalau dirinya lulus ujian nasional. Setelah selesai, saya berinisiatif untuk sekadar istirahat di mushola itu barang sebentar saja, dan ketika saya keluar, bertemulah saya dengan bapak penjual siomay.

Bapak itu, memiliki potongan khas penjual siomay keliling. Topi, tas pinggang yang meililit, baju kusam, memakai sepatu bulukan dan berkulit hitam legam karena terbakar matahari. Saya tersenyum dan sekadar mengucapkan salam kepada bapak ini dan dijawab dengan sopan dan baik sekali. Senyum mengembang darinya, ikhlas dan tidka dipaksakan. Bapak itu menuju ke WC juga dan saya beristirahat di pelataran mushola. Meluruskan kaki yang pegal dan meregangkan badan. Tak seberapa lama, bapak itupun datang. Dia terlihat baru saja membasuh mukanya untuk menyegarkan dirinya. Mungkin untuk mengurangi efek panas pada pagi ini. Setelah tersenyum kembali padaku, bapak itu kembali melanjutkan berkeliling kembali, berjualan siomay.

Ketika bapak itu beranjak pergi, pikiran saya melayang. Ada banyak hal yang perlu saya contoh dari bapak ini. Pertama, Senyum ikhlas bapak ini kepada saya. Memang, bapak ini bukanlah tergolong orang yang berpunya, mungkin bisa digolongkan pada orang yang kekurangan. Tetapi, keadaan tersebut tidak menghalanginya untuk beramal dengan apa yang bisa dia berikan pada saat itu, yaitu senyum yang ikhlas. Kedua, bapak ini masu berjualan berkeliling, merelakan kulitnya hitam legam terbakar matahari, tentunya untuk menafkahi keluarganya. Bisa saja dia memilih mencuri  untuk menafkahi keluargamya, tetapi agaknya bapak ini masih mempunyai "hati" untuk tidak memberi makan anaknya dengan uang yang tidak halal. Yang terakhir, adalah bapak ini tidak malu dan terus untuk jalan dalam kehidupan yang lurus, walaupun dia berati mengisinya dengan berjualan siomay keliling, yang dalam pandangan masyarakat saat ini mungkin bukanlah suatu profesi favorit.

Kualitas - kualitas seperti bapak ini sepertinya sesuatu yang perlu kita contoh. Semangat menjalani hidup,dan memberi makan yang halal untuk keluarga, dengan kerja kerasnya sendiri. Saya sepakat kalau sekarang ini Indonesia sedang mengalami krisis kepemimpinan, tetapi saya tidak sepakat bila Indonesia itu krisis teladan. Ya teladan - teladan seperti bapak ini yang perlu kita contoh, karena sebenarnya teladan itu ada banyak sekali di sekitar kita.

Motor kembali ku starter, dan saya kembali beranjak dari tempat itu. Pada perjalanan, saya melewati bapak pe jual siomay yang tadi bertemu denganku. Sembari berjalan, kudoakan semoga bapak selalu diberi limpahan rezeki oleh Allah SWT dan semoga para pemimpin - pemimpin di Negeri ini mau turun kebawah, menanggalkan keangkuhannya untuk sekadar belajar kualitas - kualitas hidup seperti bapak ini. Aamiin!

(Di tulis dengan ditemani  cabikan gitar Matthias Jabs dalam No One Like You - Scorpions)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun