Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Memaksa Lupus...

3 April 2013   06:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:49 327 1
Beberapa hari lalu saya mampir ke Toko Buku Toga Mas Solo. Saya bermaksud membeli buku Rezim Media karya Irwandi Syahputra, dosen di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Di deretan buku baru yang dipromosikan, saya melihat sebuah buku bersampul putih dengan judul Bangun Lagi Dong Lupus. Saat itu pula saya langsung teringat koleksi saya, buku Lupus, karya Hilman Hariwijaya yang saya beli dan saya kumpulkan satu demi satu para akhir 1980-an (masa saya sekolah di SMP) hingga awal 1990-an (masa saya sekolah di SMA).

Melihat buku bersampul putih itu, imajinasi saya langsung melayang ke era masa remaja saya, era 1980-an akhir hingga 1990-an awal. Seingat saya, Lupus ketika itu memang menjadi salah satu role model remaja. Tandingannya sosok Roy, si penggemar petualangan, dalam novel serial Balada Si Roy karya Gol A Gong yang punya nama asli Heri Hendrayana Haris (kalau tak salah...).

Era itu, remaja yang butuh semacam role model remaja ceria-galau-ceria yang hidup di level kelas biasa-biasa saja bisa mendapatkannya pada sosok Lupus. Tokoh rekaan (yang sebagian diilhami pengalaman hidup penulisnya) Hilman ini mempersonifikasikan remaja yang sedang mencari jati diri lengkap dengan problematika harian yang meliputu urusan keluarga, sekolah, kawan sepermainan dan usaha keras untuk mandiri (sekadar memenuhi kebutuhan uang jajan dan biaya nraktir pacar).

Lupus era 1980-an hingga awal 1990-an sangat membumi. Kehadirannya menjadi bagian kehidupan remaja era itu. Sosok Si Roy pun demikian. Roy rekaan (sebagian besar juga diilhami pengalaman hidup penulisnya) Gol A Gong juga memunculkan sosok remaja yang berbasis realitas. Roy adalah sosok remaja yang antikemapanan, selalu gelisah, tetapi tangguh, macho dan berkepribadian kuat.

Lupus dan Roy era itu mewakili sosok-sosok remaja era 1980-an hingga awal 1990-an. Bahkan, remaja era itu bisa mengidentikkan diri dengan Lupus dan Roy karena keduanya memang tokoh rekaan "yang tidak mengada-ada".

Kini, ketika Hilman kembali memunculkan Lupus dengan sosok yang bukan era 1980-an hingga 1990-an, dalam benak saya tebersit harapan akan munculnya role model remaja era sekarang, remaja era gadget dan Internet.

Tapi, pada saat bersamaan, di benak saya juga muncul keraguan. Bisakah Lupus-nya Hilman itu muncul dan menjadi role model remaja era sekarang? Lupus era 1980-an dan 1990-an muncul ketika dunia penyiaran televisi dan Internet belum seperti sekarang.

Era 1980-an hingga awal 1990-an itu Lupus muncul dalam dunia literer. Dia kali pertama muncul sebagai serial di Majalah HAI, ketika itu masih dikelola oleh Arswendo Atmowiloto. Setelah sukses di Majalah HAI, Lupus dikemas dalam bentuk buku saku yang diterbitkan Gramedia. Penikmat lupus era 1980-an dan 1990-an harus membaca untuk mengenal, memahami dan mungkin mencintai Lupus.

Lupus era itu ketika dikemas dalam bentuk film dan kemudian sinetron di televisi, menurut pemaknaan saya, ternyata tak seberhasil eksistensi Lupus di dunia literer. Sosok Lupus di film layar lebar dan sinetron menjadi jauh dari sosok Lupus di Majalah HAI dan di format buku saku terbitan Gramedia.

Tapi, bisa jadi ini hanya anggapan pribadi saya. Lupus dalam Bangun Lagi Dong Lupus adalah kemasan baru Lupus dalam bentuk film yang disesuaikan dengan dunia remaja era sekarang. Secara pribadi, selain saya berharap ada kontribusi Lupus baru untuk membangun dunia remaja sekarang, terus terang saya juga pesimistis Lupus era kini itu akan mampu berperan positif sebagaimana Lupus era 1980-an hingga 1990-an.

Ketika melihat buku bersampul putih berjudul Bangun Lagi Dong Lupus itu saya justru memaknainya sebagai "pemaksaan" Lupus agar menjadi sosok remaja era sekarang, bukan menjadi model bagi remaja era sekarang.

Saya berpandangan, remaja era sekarang butuh role model sebagaimana Lupus dan Si Roy di era 1980-an dan 1990-an. Era sekarang butuh Hilman dan Gol A Gong lain untuk memunculkan sosok imajiner yang membumi dengan dunia remaja.

Memunculkan kembali Lupus dengan model remaja sekarang saya anggap sebagai pemaksaan. Saya jadi teringat dengan beberapa kicauan Gol A Agong di Twitter beberapa waktu lalu yang membahas rencana membuat film layar lebar berbasis kisah Balada Si Roy. Dalam beberapa kicauannya, Gol A Gong sempat mendiskusikan apakah Roy di film itu sosok Roy era 1980-an hingga 1990-an atau dikemas menjadi sosok remaja sekarang (sebagaimana Lupus dalam Bangun Lagi Dong Lupus)?

Seingat saya, diskusi di Twitter ihwal kemasan sosok Roy itu berujung: Roy adalah monumen remaja era 1980-an hingga awal 1990-an. Bila Roy era itu dikemas menjadi Roy era sekarang berarti harus benyak perubahan. Mosok Roy membawa Blacakberry atau smartphone lainnya....

Mungkin, ini pandangan saya pribadi sebagai bekas remaja era 1980-an hingga 1990-an awal, sosok Lupus memang idealnya juga jadi monumen remaja era itu. Monumen remaja selain yang digambarkan dalam sosok Roy. Lupus tak perlu dipaksa menjadi remaja era sekarang... Saya yakin "pemaksaan" Lupus menjadi remaja era sekarang itu tak lepas dari kebutuhan jual beli, kebutuhan menghadirkan produk layak jual untuk remaja era sekarang yang memang hidup di dunia konsumerisme. Walau demikian, saya berharap memaksa Lupus menjadi remaja era sekarang itu berdampak positif untuk turut membangun remaja era digital ini... Kalau ternyata tidak, ya namanya juga memaksa.... efek paksaan biasanya kan tidak bagus...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun