Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Dunia Kami

10 Maret 2015   14:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:51 26 0
Wanita itu terus-menerus membuka mulutnya, aku tahu itu. Aku tidak bisa mengikuti ucapannya, mungkin dia bicara pada frekuensi rendah seperti paus, sehingga manusia tidak bisa mendengarnya. Aku kembali ke bilikku dan kembali berbincang dengan Do.

Do, bebek putih berbaju dan bertopi pelaut berwarna biru kembali tertawa terbahak-bahak. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, suaranya seperti bebek.

“Wanita itu menangis lagi” Katanya.

Wanita yang mana?

“Wanita yang ada disampingmu” Katanya lagi.

Aku tidak mengerti ucapannya, apakah maksudnya si wanita paus? Tapi kini aku berada di dalam bilik, aku tidak bisa melihatnya lagi.

“Dia akan mengundang seorang wanita lagi, aku dengar tadi dia bicara dengan benda kecil ditelinganya” Nar, seorang ninja berambut kuning berbaju oranye ikut bicara.

Aku tidak mau ambil pusing, itu bukan urusanku. Aku masih harus membangun gedungku. Gedungku sudah hampir selesai.

“Sudahlah, kau tidak akan bisa menyelesaikan gedung itu .. dari dulu juga begitu!” Bee, si robot perubah bentuk berwarna kuning lagi-lagi bicara sarkasme. Aku benci Bee, dia selalu merendahkanku.

Hiks… hiks … membuatku ingin menangis saja. Bee bodoh!

Aku keluar bilik, lalu menjerit, menangis. Aku benci Bee! Dia selalu berkata buruk, aku pasti akan menyelesaikan gedungku, aku akan membangun gedung tinggi. Wanita paus itu datang dan meraih kepalaku, benar kata Do. Dia juga menangis, terkadang aku mendengar dan mengerti ucapannya, ketika dia tidak bicara dalam bahasa paus. Tapi lebih sering aku tidak mendengarnya.



Gedungku semakin tinggi, tinggal beberapa balok lagi untuk mencapai titik tertinggi.

“Hei lihat laki-laki itu datang lagi … Oh! kali ini dia membawa seorang wanita” Do melongokkan kepalanya keluar dari bilik, ekornya bergoyang-goyang lucu.

“Ayo lihat sini! Lihat!”

Sebentar Do, gedungku hampir selesai. Jangan ganggu aku dulu.

“Benarkan kataku, akan ada seorang wanita lagi yang akan datang menganggumu!” Nar ikut melongok, membuatku jadi ingin tahu juga. Akhirnya aku tergoda untuk melongok keluar bilik. Di pintu ada dua orang. Aku sering melihat laki-laki itu, dia pulang dan pergi dari waktu-kewaktu. Tapi wanita berbaju panjang putih itu baru pertama kali kulihat, kurasa Nar benar. Si wanita pauslah yang mengundang wanita itu datang kemari.

“Kau tidak akan menyelesaikan gedungmu lagi .. ha ..ha..ha” Bee terbahak-bahak.

Diam Bee! Jangan mengolokku lagi. Hiks .. hiks … Aku benci Bee! Aku benci wanita berbaju putih itu!

Aku berusaha tidak ambil pusing, dan kembali membangun gedungku. Tapi tidak beberapa lama, bilikku hilang. Aku juga tidak bisa menemukan Do, Nar dan Bee. Walaupun aku benci Bee, tapi aku sayang padanya. Lalu ada cahaya terang dimataku, aku bisa melihat wajah si wanita putih dari dekat, dia mengacungkan sebuah benda bercahaya kemataku.

Mereka bertiga bicara menggunakan bahasa paus. Aku ingin kembali ke bilikku, aku berlari. Tapi si wanita putih menahan lenganku. Aku meronta, aku ingin bertemu Do, Nar dan Bee. Aku masih harus membangun gedungku.

Tiba-tiba muncul beberapa butir permen. Wanita putih itu menyodorkan permen. Dia tersenyum, aku tahu itu. Apakah ini untukku? Dia mengangguk.

Aku lupa pada sesuatu yang kupikir penting, permen itulah penyebabnya. Wanita itu membuka sebutir permen lalu memakannya. Dia memberi satu ke sang laki-laki dan satu lagi untuk wanita paus. Mereka lantas memakannya dengan riang gembira.

Aku harus ingat sesuatu itu, apa ya?

Wanita putih itu membuka sebungkus permen lalu menyodorkannya didepan mulutku, aku mencoba memakannya. Rasanya biasa saja, tapi mengapa mereka kelihatan riang gembira ketika memakannya?

Ah, aku ingat! Mengapa aku melupakan sesuatu yang begitu penting, Do, Nar dan Bee!

Aku menangis .. aku ingin bertemu mereka.

“Do ….”

Aku melihat mereka terkejut, lalu memandang satu sama lain. Si wanita paus, menangis hebat tapi kelihatannya dia senang. Mereka berbicara satu sama lain sebentar.

“Ini … Do … lihat .. itu Nar … itu Bee!” si wanita putih bicara meraih dan menyodorkan sebuah boneka kecil. Sebuah boneka bebek. Bukan, itu bukan Do!

Dia melepaskanku. Aku berlari, mencari-cari bilikku.

“Sini! Kesini!” Ah, itu Nar .. dia melambai-lambai dari dalam bilikku. Aku telah menemukan bilikku kembali.

Kalian kemana saja!

“Maaf, kami takut pada wanita putih itu .. kami terpaksa sembunyi” Do dan Bee juga ada didalam bilik itu. Aku tertawa riang lalu kembali membangun gedungku yang belum selesai.



Sekarang aku berada dirumah wanita putih, rumahnya juga berwarna putih. Aku membawa serta bilikku, Do, Nar dan Bee, dan yang paling penting adalah gedungku.

Aku tadinya tidak mau pergi, karena kalau aku pergi gedungku akan hancur. Aku menangis, menjerit, tapi wanita putih itu memberiku banyak coklat dan permen. Katanya dirumahnya masih banyak lagi, tak apalah, toh gedungku sudah sering hancur. Bee senang sekali kalau melihat gedungku hancur.

Ada beberapa anak lain disitu. Mereka juga punya bilik masing-masing. Mereka juga membawa gedung mereka sendiri.

Pertama-tama aku masih sering melihat si wanita paus, tapi belakangan ini aku jarang melihatnya. Dia dan laki-laki itu hanya datang sekali waktu. Aku tidak ambil pusing, wanita putih ini lebih baik dari mereka. Wanita putih ini sering memberiku permen dan coklat. Aku juga lebih mengerti ucapannya, karena dia tidak bicara dengan bahasa paus.

Dia sering datang dan menunjukkan gambar-gambar binatang.

“Paus …” aku menunjuk kelembar buku itu, ketika halamannya menunjukkan seekor paus. Wanita putih itu senang sekali. Dia memujiku dan memberiku hadiah lagi.

Aku ingat dulu sekali si wanita paus pernah mengatakannya padaku, ketika ada banyak paus dikotak cahaya. Dia berkata kalau manusia tidak mengerti bahasa paus.

Gedungku hampir selesai, Bee sudah jarang mengganguku. Dia kelihatan sebal tidak bisa mengolokku. Tapi entah mengapa rasanya akhir-akhir ini aku sudah tidak begitu berminat menyelesaikan gedung ini.



Hari itu wanita paus dan si laki-laki datang. Aku berada didalam bilik ketika Do memberitahuku.

“Hei .. wanita dan laki-laki paus datang!”

Nar dan Bee sedang tidur siang, jadi mereka tidak melihat. Wanita dan laki-laki itu datang membawa banyak hadiah, mereka juga tidak bicara dengan bahasa paus.

Aku sedang membangun gedungku, jadi tidak begitu mempedulikan mereka.

“Audrey .. mau buah ?”

Aku tidak begitu mempedulikannya, karena gedungku hampir selesai. Tapi Do bertingkah lagi.

“Hei .. aku mau apel! Beri aku apel!”

Ah, mengangguku saja. Terpaksa aku meninggalkan gedungku sebentar, dan mengambil buah untuk Do.

“Apel ..” kataku, wanita itu tersenyum lalu memberiku sebutir apel.

Tak lama wanita putih datang, mereka berbincang sebentar. Aku dan Do makan apel dengan lahap, Nar dan Bee masih tertidur jadi mereka tidak kubagi.

“Audrey .. lihat, gambar .. gambar ..” si wanita putih menunjukkan selembar kertas putih dan beberapa benda warna-warni. Aku tidak mengerti maksudnya.

“Kurasa dia ingin kita melakukan sesuatu” Do berkata tidak yakin.

Wanita putih itu mulai mencorat-coret di kertas, aku sedikit tertarik.

“Audrey .. gambar, disini ….ayo” lalu wanita itu memberiku benda warna-warni itu.

“Apa yang kau lakukan?” Do bertanya. Tidak tahu jawabku, sepertinya seru. Aku mulai menggores, ah rupanya begitu cara kerjanya. Kau menggores sesuatu, maka kertas putih itu akan menjadi berwarna-warni.

“Paus …” Lihat! Lihat! Aku menunjuk kekertas itu, aku membuat paus.

Si wanita paus dan laki-laki itu senang sekali, si wanita menangis tersedu-sedu. aku heran mengapa mereka begitu emosional. Ah tapi aku tidak peduli, aku kembali ke bilikku dan segera melupakan gedungku. Aku telah menemukan mainan baru.



Entah sudah berapa lama aku tidak mendengar dan melihat Bee, sepertinya dia telah menghilang. Kata Do, dia pergi setelah aku tidak lagi membangun gedung.

Gedung? Gedung apa? Aku tidak mengerti, ketika Do menunjuk kearah tumpukan balok-balok plastik. Kurasa Nar juga semakin lama, semakin jarang bicara. Dia sedih, katanya aku sekarang lebih sering menggambar. Aku juga sudah lebih sering berada diluar bilik.

Wanita putih, wanita paus dan laki-laki itu lebih sering datang. Aku senang kalau mereka memberiku hadiah, setelah aku menunjukkan gambar yang kubuat.

Aku sudah bisa membuat banyak hal, mobil, kucing, apel.



Aku sekarang tidak lagi berada dirumah wanita putih, walaupun sesekali waktu masih sering berkunjung kesana. Nar juga sudah pergi. Kata Do, semenjak aku tidak pernah masuk ke dalam bilik lagi Nar menjadi sangat kesepian. Aku ingat, Nar tidak pernah meninggalkan bilik. Apakah bilik itu begitu berharga baginya? Aku tidak mengerti.

Kini wanita paus itu tidak pernah lagi bicara dengan bahasa paus. Dia sering datang dan mengajakku bicara, walaupun kadang aku tidak menanggapinya karena sedang menggambar.

“Aku juga sebentar lagi pergi ..” Do suatu hari bicara begitu.

Pergi kemana?

“Kamu sudah tidak butuh penerjemah bahasa paus lagi …” Katanya lirih.

Aku tidak menanggapinya, dia pasti cuma bercanda. Do memang sering bertingkah. Aku memang melupakan dan kehilangan beberapa hal. Tapi tidak apa, toh sekarang aku bisa membuat mereka kapan saja aku mau.

“Bee … Nar !” kataku dengan bangga, menunjukkan hasil gambarku kepada wanita putih, wanita paus dan laki-laki itu.

Mereka bertepuk tangan, memujiku, aku sangat senang. Mereka juga memberiku hadiah.

Lihat kan Do, aku tidak pernah kehilangan Nar dan Bee.



Hingga suatu pagi aku terbangun, aku sepertinya baru saja bermimpi. Do menangis, tapi tersenyum, dia cuma memelukku dan berkata.

“Selamat tinggal, Audrey”

Aku terbangun dengan sisa air mata dipipiku. Aku lantas mencari-cari. Tapi aku lupa, apa yang harus kucari. Aku mencari ke seluruh sudut kamarku. Di bawah lemari, di bawah ranjang tapi tidak menemukan apa-apa.

Yang ada cuma seorang gadis, yang balik menatapku ketika aku menatapnya. Seorang gadis remaja cantik berkulit pucat, berambut hitam panjang. Aku sepertinya mengenalnya, tapi entah kapan dan dimana.

Entah kenapa aku jadi ingin menangis. Hiks .. hiks … aku tiba-tiba merasa kesepian.

Lalu pintu kamarku terbuka, seorang wanita masuk kedalam kamarku. Aku dulu mengenalnya sebagai si wanita paus. Tapi kini aku mengenalnya sebagai orang lain.

“Mama …”

==================================

Rekam Medis dr. Rie Milarti, S.Psi

==================================

Nama Pasien : Audrey Runi Widjaja

Usia : 13 tahun

Keluhan : - Autistic Disorder (Autism)

- Asperger’s Syndrome

- Pervasive Developmental Disorder (PDD)

Lama terapi : 26 bulan

Catatan : Pasien menunjukkan perkembangan positif, dan menunjukkan bakat yang luar biasa pada seni lukis. Tetapi pasien masih mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan teman-teman sekitar, terutama dalam hal komunikasi. Maka dari itu dibutuhkan terapi lebih lanjut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun