Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Di Kompasiana

12 Februari 2010   18:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:57 195 0
"Kebenaran ibarat sebuah cermin yang pernah diberikan Tuhan. Kini cermin itu telah pecah. Tiap orang memungut pecahan itu melihat ke dalamnya dan menyangka telah melihat kebenaran."

Pada sebuah novel sepenggalan itu saya dapatkan. Sepenggalan itu mungkin tak menjelaskan apa-apa kecuali ruang kemungkinan tak berhingga dari sebuah kebenaran yang dipersepsi. Sepenggalan itu menyinggung "KEBENARAN", tapi apakah ia sendiri benar sehingga layak menyinggung kebenaran, itu pun masih belum jelas. Sama seperti halnya sebuah pernyataan: "tak ada pernyataan yang benar." Bukankah pernyataannya menyangkal dirinya sendiri? Bukankah ia juga sebuah pernyataan?

Sungguh pun demikian, sepenggalan itu sedikit mengurai benang kusut dari realitas-realitas yang kerap saya saksikan. Sebuah kenyataan dimana seseorang atau sebuah kelompok merasa benar sehingga menyalahkan yang lain. Sekelompok tertentu yang menajiskan yang lain. Mungkin benar adanya, bahwa pada awalnya kebenaran adalah seperti sebuah cermin, dan lalu cermin itu di kemudian hari pecah. Pecahannya berserak dimana-mana. Tiap orang berlomba-lomba memungut pecahan itu. Bahkan untuk mendapatkannya, ia harus menyikut sana sini. Tak peduli bagaimana cara memperolehnya, yang penting bagaimana ia bisa memperoleh pecahan itu. Alasannya, tentu saja, karena ia melihat kebenaran. Kebenaran yang ia lihat pada sepotong pecahan itu, anehnya tak ia lihat pada pecahan yang lain.

Pecahan yang berserak itu, dapatkah dipersatukan lagi? Semoga saya menemukannya di Kompasiana.

Salam kenal buat semua.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun