Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Menggelikan, Sikap (sekjen) KPAI Terhadap Kasus Sodomi JIS

17 April 2014   17:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:33 306 0
Menyimak cara (sekjen) Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI yang  tampil mengomentari kasus sodomi JIS sungguh menggelikan. Komisi Perlindungan, maka tugas KPAI untuk melindungi, preventif, bukan reaktif,  termasuk sebelum meledaknya berita kejadian yang memangsa anak.

KPAI dalam Pasal 76 UUPA bertugas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak dan memberi masukan pada presiden. Dalam kasus sodomi JIS, apa iya KPAI sudah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak?

Dari website KPAI juga terbaca betapa KPAI cuma menjemput bola, cuma bisa bereaksi saja, mengomentari segala sesuatu tentang anak. Kalau cuma komentar : jangan ada anak di lokasi kampanye,  orangtua harus bisa mendengarkan keluhan anaknya dari sekolah, dan sejenisnya,  nggak perlu KPAI, nenek saya juga jago. Justru KPAI didirikan  dan seharusnya diisi orang-orang yang tidak cuma jago komentar, tetapi orang yang bisa dan mau bekerja untuk memberikan perlindungan untuk mencegah,, artinya preventif, bukan reaktif.

Malah kalau mau lebih tajam berkomentar, KPAI bukan bos besar yang menunggu laporan baru bertindak. KPAI harus aktif melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, termasuk di sekolah lokal maupun sekolah internasional.  Selain sekolah, KPAI juga wajib melindungi dan mengurusi anak-anak yang dipekerjakan baik di sektor formal maupun nonformal yang secara kasat mata ada dimana-mana.

Sorry to say, KPAI kalah pamor, kalau gesit, kalah cerdas dari LSM swasta yang bernama Komnas Anak dalam menampilkan kasus-kasus anak yang dicederai, yang tidak dilindungi. Padahal KPAI digaji negara dan dapat  fasilitas mobil dan tetek bengek lainnya dari negara. Kalau mau jujur, setiap bulan, seorang anggota KPAI bisa mengantongi lebih dari Rp 25 juta untuk uang negara sebagai upah dan fasilitas mereka. Upah gede, tapi mana kerjanya KPAI?

KPAI sudah Jadi Humas Kementerian PPPA?

Tambah lagi, barusan nih saya menyaksikan wawancara Metro TV, yang menampilkan (sekjen) KPAI, Erlinda yang lokasinya di depan Jakarta Internasional School.

Sambil diwawancara, Metro TV menayangkan viti, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar, yang bertamu ke rumah korban sodomi JIS.

Lucunya, ketika ditanya apa yang sudah dan akan dilakukan KPAI sehubungan dengan kasus sodomi JIS, bolak balik, Erlinda memuji muji tindakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan  Perlindungan Anak PPPA Linda Gumelar yang betamu, cuma bertamu ke  rumah korban sodomi JIS.  "Ibu Linda sangat baik, membawa banyak hadiah, sehingga si korban mau berbicara dan bercerita , bla bla bla".

Lho, sejak kapan KPAI berfungsi sebagai humasnya Menteri PPPA.   Mungkin karena sekjen KPAI itu merasa berterima kasih karena diajak Bu Menteri Linda Gumelar mendatangi rumah si anak korban sodomi JIS.

Nah itu menggelikan lagi, kenapa bukan KPAI berinisiatif duluan mencari fakta dari kasus, mengapa nebeng ke Menteri PPPA? Apakah KPAI sudah berubah fungsi menjadi ajudan Kementerian PPPA?

Bocoran proses seleksi anggota KPAI

Supaya seimbang, saya juga menyempatkan diri browsing mengapa produktivitas komisioner, termasuk Ketua dan Sekjen KPAI tidak optimal, di bawah harapan rakyat dan pengawasanya, Komisi 8 DPR.

Dari tulisan seorang pengamat pendidikan, Irwanto Pengajar Unika Atma Jaya Jakarta menungkapkan bahwa tidak heran kalau kualitas (komisioner) KPAI rendah karena  masuknya nama- nama yang tidak dikenal rekam jejaknya dalam perlindungan anak. Apalagi bukan rahasia DPR memang cuma tukang stempel,  memilih calon pesanan, bukan kualitasnya.

Jadi kalau isi website KPAI cuma menampilkan   anggota KPAI banyak menyitir hasil laporan perjalanan mereka ke daerah dan menjelaskan temuan-temuan mereka yang disikapi dengan ekspresi terkejut dan memohon untuk diperhatikan. Ini berbeda dengan para aktivis dan para ahli dalam perlindungan anak yang tahu, melihat, dan merasakan sebagian penderitaan anak-anak kita.  Para aktivis  membawa hasil kerja mereka,  bukan bertingkah sebagai turis lalu mengomentari  di media.

KPAI diselamatkan, atau dibubarkan saja

KPAI jelas bukan milik sektor atau bahkan segelintir individu. Bangsa ini secara menyeluruh berkepentingan dengan KPAI yang independen, berdedikasi, transparan, dan efektif. Mengonstruksikan KPAI yang tidak efektif sungguh mencederai aspirasi dan upaya aktivis dan anak-anak. Oleh karena itu, KPAI perlu diselamatkan.

Kita tidak dapat membiarkan satu periode lagi berlangsung tanpa perbaikan. Untuk itu, pemerintah, dalam hal ini Presiden RI dan Menteri PPPA, DPR, serta aktivis perlu me-review ulang proses seleksi yang tengah berlangsung. Jika proses ini terbukti melanggar asas-asas penting dalam pelaksanaan mandat undang-undang, semua pihak tidak perlu ragu untuk menghentikannya.  Untuk apa sebuah lembaga negara yang lumpuh layu dipertahankan?

Untuk itu, akal sehat saya mau tidak mau menyetujui  KPAI sebaiknya dibubarkan.  Kritik pedas tapi jelas dan faktual, Wakil Gubernur DKI Jakarta Pak Ahok, di tahun 2013 lalu.  KPAI nggak mampu memenuhi tugasnya yakni PERLINDUNGAN. Jadi komentar Pak Ahok, KPAI nggak banyak gunanya, cuma menghamburkan uang negara itu betul betul betul.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun