Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Dibina atau Dibinasakan

12 April 2010   03:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:51 131 0
Sebuah pesan singkat merubah malam ku menjadi begitu panjang. Malam yang seharusnya hening seketika berubah menjadi kegalauan hati, hati yang begitu tersakiti, rusuh , bangga dan kecewa. Semuanya saling berkompetisi, entahlah apakah pemenangnya saat itu adalah hati yang bangga ataukah hati yang kecewa.

"Aku pengen sekali minta maaf, aku malu atas SALAH dan KHILAF ku, TAPI aku tak tahu harus bagaimana, Kumohon tunjukan bagaimana caranya aku agar dimaafkan".

Pendek tapi punya 1001 makna, begitulah aku menafsirkan pesan tersebut. Sejenak aku senang dan berharap aku akan memaafkannya, namun... logika ku pun menyanggah nya. "Engkau tak boleh memaafkannya, karena dia telah berulang kali berbuat kesalahan yang sama". Malam yang begitu indah dihiasi bintang-bintang dan bulan sabit ternyata tak mampu mengobati kebimbangan hatiku. "Haruskah aku memaafkanya layak nya Tuhan Yang Maha Pemaaf dan Maha Pengasih".

Malam kian larut, semilir angin mulai membuat udara malam itu begitu dinginnya, dan tanah pun tak kuasa menolak tetesan embun dari dedaunan. Sesekali nyanyian jengkrik membuat aku terbangun dari lamunan dan perenungan yang panjang ini. Kembali aku mengulang dan mengulang membaca pesan singkat itu "....Kumohon tunjukan bagaimana caranya aku agar dimaafkan".

Potongan terakhir pesan singkat itu membuat aku semakin bingung dan membuat aku tak henti-hentinya berdialog dengan nurani ku, nurani yang begitu kelam dan berdebu karena tlah lama tidak dibasuh dengan air wudhu, "Alangkah jahat nya Aku jika tidak kuasa memaafkanya, menunjuki dan membina nya ke jalan yang lurus". Tak cukup disitu, bisikan-bisikan kegelapan pun segera menjawab "Tidak!!! Jangan engkau maafkan dia, karena dia tlh berulang kali melakukan kesalahan yang sama, kau telah pernah membinanya tapi dia masih melakukannya".

Selimut malam tak lama lagi akan terkuak oleh mentari pagi, ayam jantan pun dengan ikhlas nya bersahutan membagun kan insan di pagi nan dingin itu untuk menunaikan sholat subuh. Akan tetapi hati ini masih begitu bingung, tak kuasa menerima maaf dari orang yang selama ini tidak pernah lupa tuk menyakitiku. Tak kuasa menerima amanah tuk membina orang yang hendak bertaubat meniti jalan menemui cahaya kebenaran illahi. Apakah kegelapan dan debu yang menyelimuti hati ini benar-benar tlah menjadi penguasa, layaknya benalu yang menjadi parasit bagi inang nya sehingga tak lagi mau menerima cahayaMu??

" Ya Allah apa yang harus kuperbuat, haruskah ku memafkanya, harus ku menerima amanah tuk membinanya, ataukah aku harus membinasakannya layak nya Engkau menenggelamkan kaum Nabi Nuh?".

Pertarungan batin ku semangit sengit, "Dibina atau dibinasakan", itulah kalimat terakhir yang muncul seiring seruan "Hayya 'alal Falah" yang dikumandangkan muadzin di mushalla yang dulunya adalah tempat aku mengaji dan selalu sholat berjamaah. Setitik cahaya yang masih tersisa di dada ini, membawa langkahku menuju mushalla yang penuh ketenangan itu. Sejenak aku terpaku mengamati jemaah yang ber-wudhuk dan langsung menapaki tangga mesjid menunaikan sholat sunat. Air mata ini pun mengalir begitu deras dengan ikhlas-nya membasahi pipi yang mulai keriput dan kasar. Ku kuatkan diri membasuh kotoran dan dosa ditubuh ini dengan ber-wudhuk, wudhuk yang tlah lama aku tinggalkan bahkan mungkin tlah kulupakan. Seketika itu muadzin mengumandangkan iqamat, dan aku pun memasuki mushalla dan memposisikan diri di shaf yang masih kosong.

Ketenangan batin seketika itu mulai merasuki tubuh ini, diakhiri dengan dzikir dan doa di penghujung sholat membuat langkah ku makin pasti. Tilawatil Al quran menjadi penutup subuh ku dikala itu. Di saat mentari yang begitu setianya menjunjung amanah illahi tuk terbit di ufuk timur, dikala itulah Allah memberikan keredhoan hati ini menjawab "AKU HARUS MEMBINA nya".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun