Aku tidak tahu mengapa makin lama aku semakin ragu dengan keputusanku dulu. Keputusan untuk berkomitmen dengan dia, Ian, satu-satunya cowok yang pernah dan sekarang masih menjabat sebagai kekasihku. Aku ragu dan semakin merasa aku sangat tidak cocok untuknya. Dia yang cerdas, memiliki banyak teman, santun dan ganteng bersandingkan dengan aku, anak biasa dari kampung dengan tinggi badan rata-rata bawah, kulit gelap, muka tanpa make-up, kemampuan akademis biasa saja, dan dari kampung pula. Semakin lama aku semakin merasa jauh untuknya. Entahlah…