Oleh Ibnu Purna
Media cetak (27/10/14) hampir semuanya membahas kabinet Jokowi-JK yang dilantik pada Senin (27/10/14), terutama ekspetasi yang muncul terhadap kabinet Jokowi-JK yang disebut sebagai Kabinet Kerja. Namun tulisan ini difokuskan pada implikasi dari penggabungan kementerian dan juga pembentukan kementerian baru. Misalnya harian Kompas menyampaikan kekhawatiran aktivis lingkungan terkait penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan. Dalam jangka pendek diperkirakan kementerian ini tak bisa langsung bekerja, padahal banyak isu-isu lingkungan dan kehutanan yang harus segera diselesaikan. Misalnya penanganan kebakaran hutan dan lahan, perubahan iklim, dan penyusunan peraturan perundangan yang diperlukan untuk melindungi hutan dan lingkungan hidup kita. Juga adanya program-program eksploitasi hutan yang sering berbenturan dengan kelestarian lingkungan hidup. "Kami melihat akan terjadi pelambatan signifikan isu lingkungan dan kehutanan. Padahal pekerjaan rumah kementerian ini menumpuk," kata Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif WALHI.
Sementara itu pakar hukum tata negara, Refly Harun, berpendapat bahwa pemerintahan Jokowi-JK membutuhkan sedikitnya 6 (enam) bulan untuk bekerja secara maksimal akibat pengubahan nomenklatur kabinet. Menurut Refly, perubahan dan penataan PNS-lah yang paling lama memakan waktu.
Apa yang dikhawatirkan A.Tarigan dan Refly Harun diatas dan juga para pengamat lainnya memang perlu mendapat perhatian. Ambil contoh terkait penggabungan Kementerian PU dan Kementerian Perumahan Rakyat menjadi Kementerian PU dan Perumahan Rakyat tentunya pejabat eselon I, II, dan seterusnya harus ditata kembali. Sekjen dan jajarannya yang semula ada dua, kini harus satu. Dirjen di Kementerian PU dan Deputi di Kementeri Perumahan Rakyat juga harus ditata kembali dibawah kementerian yang baru (PU dan Perumahan rakyat). Dampak dari penataan PNS di kedua kementerian (lama) menjadi satu dalam kementerian baru adalah perubahan anggaran. Penyusunan anggaran ini, selain harus ditata kembali di internal kementerian yang baru, juga harus dibahas kembali bersama Kementerian Keuangan dan memperoleh persetujuan dari DPR. Proses pembahasan ini dan persetujuan dengan DPR bisa memakan waktu berbulan-bulan.
Misalnya untuk anggaran Kementerian PU dan Perumahan Rakyat. Kalau sekarang ini anggaran yang tersedia adalah untuk Kementerian PU dan Kementerian Perumahan Rakyat. Dengan adanya penggabungan dua kementerian tersebut maka anggarannya tidak bisa langsung dipakai. Harus ditentukan dulu program baru penggabungannya yang merupakan anggaran pos baru. Mengingat APBN 2015 sudah ditetapkan, maka untuk perubahan anggaran perlu dilakukan revisi APBN 2015 menjadi APBN Perubahan 2015. Ini berarti UU APBN 2015 harus direvisi terlebih dahulu. Untuk itu pemerintah harus segera mengajukan APBNP secepatnya melalui pembahasan antara pemerintah dan DPR. Kalau belum diajukan perubahan APBN 2015, jelas kementerian baru belum bisa bergerak karena tidak ada anggarannya.
Sementara itu untuk kementerian yang baru, yaitu Kementerian Koordinator Kemaritiman, selain anggaran, tentunya juga diperlukan gedung untuk kantor, personil pejabat PNS mulai dari eselon I s.d IV dan staf, peralatan kantor dan kendaraan. Pengusulan anggarannya juga harus dibahas dan disetujui oleh DPR untuk dimasukkan dalam revisi APBN 2015 berupa APBNP 2015
Selain itu untuk kementerian yang baru, yaitu Kementerian Koordinator Kemaritiman, selain anggaran, tentunya juga diperlukan gedung untuk kantor, personil pejabat PNS mulai dari eselon I s.d IV dan staf, peralatan kantor dan kendaraan. Pengusulan anggaran dan memperoleh persetujuan DPR dan penentuan PNS bukanlah hal mudah dan diperkirakan akan memakan waktu yang cukup signifikan. Misalnya untuk penentuan eselon I dan II harus dilelang sesuai UU Aparatur Sipil Negara yang terbit tahun 2014 ini. Untuk pengawasan pelaksanaannya kini sudah dibentuk Komite Aparatur Sipil Negara yang diketuai oleh Prof Dr. Sofian Effendi, mantan Rektor UGM. Jadi penentuan eselon I dan II juga memerlukan waktu, tidak bisa asal tunjuk saja.
Karena itu tidak salah kalau pakar hukum tata negara, Refly Harun, menyebut pemerintahan Jokowi-JK butuh minimal waktu 6 bulan untuk bekerja maksimal. Ini berarti kinerja Kabinet Kerja 2014-2019 akan berkejaran dengan harapan masyarakat yang tinggi kepada pemerintahan baru ini. Smg pemerintahan Jokowi-JK bisa memenuhinya. (Silahkan klik ibnupurna.id)