Hari Sabtu kemarin, Hari Listrik Nasional, tapi hari ini sepertinya kita sudah tak ingat komitmen-komitmen terhadap kelistrikan di Indonesia.
Hari ini adalah Hari Sumpah Pemuda. Â Jangan-jangan esok hari kita juga akan lupa apa yang telah kita ucapkan hari ini tentang arti penting sumpah pemuda.
Begitulah. Di negeri ini, hari-hari penting datang silih berganti. Hari Proklamasi, Hari Ibu, Hari Pahlawan, Hari Kebangkitan Nasional, Hari Kesaktian Pancasila, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Qurban, Hari Peringatan Maulud Nabi, Isra’ Mi’raj, dan lain-lain. Setiap hari memiliki sejarahnya masing-masing. Biasanya untuk memperingati suatu momen tertentu di masa lampau. Setiap hari memiliki makna tertentu. Makna yang sarat akan nilai-nilai yang agung yang akan mengingatkan kita untuk kembali ke jalan yang benar.
Tak ayal, setiap datangnya hari tersebut, setiap pihak entah individu maupun sebuah instansi, berusaha memaknainya dengan pemaknaan yang besar sebagai penghormatan akan munculnya hari-hari tersebut.  Hari Proklamasi dimaknai sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia.  Kita harus mengisi kemerdekaan bangsa kita dengan hal-hal yang baik. Demikian pidato para pembina di mimbar-mimbar upacara pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Hari Kartini dimaknai sebagai hari emansipasi wanita. Wanita harus memperjuangkan hak-haknya dan disejajarkan dengan laki-laki. Hari Raya Qurban dimaknai sebagai hari dimana kita harus rela berkorban. Salah satunya berkorban dengan harta, menumbuhkan jiwa peduli terhadap orang miskin. Dan lain sebagainya.
Terlepas dari benar tidaknya pemaknaan tersebut, ada satu hal menarik yang selalu terjadi setiap tahunnya dan berulang terus setiap hari-hari besar itu datang. Rutinitas. Ritual. Ah, apa pula istilah tepatnya. Setiap hari besar itu datang, banyak orang dari latar belakang manapun berlomba-lomba merangkai kata sebagai wujud pemaknaan akan hari tersebut. Entah itu baik melalui spanduk, baliho, koran, majalah, tulisan di dunia maya, berita elektronik, blog, twitter, dan yang paling mudah diakses, status-status facebook. Brakk ! Tiba-tiba setiap orang jadi berjiwa nasionalis. Seketika itu juga orang-orang berubah menjadi alim, religious.  Semangat baru seakan kembali tumbuh. Amunisi baru telah datang. Siap menghadapi masalah apa pun di negeri ini. Siap menjadi orang baik, rajin beribadah, selalu ingat negeri akhirat. Dan lain sebagainya.
Tapi keesokan harinya…
Semua kembali seperti biasa. Sudah tak terdengar lagi dengung-dengung tentang makna Hari Raya Qurban. Sudah tak ada lagi spanduk yang mengingatkan akan pentingnya semangat proklamasi. Berita-berita kembali menyajikan kabar-kabar tak bermutu di negeri ini. Tulisan-tulisan social media kembali seperti semula, status facebook yang galau, ngelu, dan gelisah. Seolah-olah semangat yang baru kemarin didengungkan menguap, terevaporasi. Lupa.  Hilang entah kemana.
Apakah kejadian seperti ini akan selalu berulang setiap tahunnya? Hmmm..mungkin. Karena terkadang saya juga salah satu bagian darinya.