Suara bising kendaraan di Jalan Sultan Alauddin, Makassar siang itu membiarkanku larut dalam sebuah bacaan. Berdialog imajiner dengan Sultan Jaya Negoro dan kawannya, Katimbang. Buku "Gerak Katimbang di Butta Turatea" dapat membawa kita larut dari bisingnya Makassr menuju Jeneponto.
Sultan dan Katimbang adalah pegiat literasi di Jeneponto. Katimbang adalah sepeda motor yg mengarungi tiap pelosok Jeneponto, digerakkan dengan tenaga semangat menyebar kebaikan oleh Sultan.
Dialog imajiner tersebut memberikan fakta; bahwa sekitaran tahun 2016, masih ada anak anak di Jeneponto yang buta aksara, faktornya karena putus sekolah. Gerakan literasi yang digerakkan dengan motor Katimbang berusaha memberi solusi atas permasalahan tersebut.
Buta aksara memang menjadi permasalah pendidikan di pelosok pelosok negri yg jarang dijangkau oleh pendidikan nasional. Tidak terdistribusinya fasilitas secara merata menjadi faktor penyebab hal tersebut.
"Kak, bisa-ki bacakanka?"
Dialog yg tdk jarang muncul dalam buku ini. Indikasi semangat membaca anak anak yang dihalangi buta aksara. Namun, permasalahan tersebut menjadi ringan ketika Katimbang datang dan menawarkan solusi lapakan buku yg selalu digelar dengan karpet merah.
Catatan harian pegiat literasi dari Sultan dapat menjadi motivasi dan alasan, kenapa kita harus selalu menyebar semangat literasi.