Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Perlukah Naturalisasi?

17 Desember 2010   13:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38 545 0
Sebulan ini publik olah raga Indonesia khususnya sepak bola sedang bergelora. Hal tersebut tidak lepas dari kiprah Tim Nasional Indonesia yang berlaga pada AFF CUP yang dahulu bernama Tiger Cup. Tidak dapat dipungkiri, pencapaian Timnas Indonesia yang berhasil membungkam Malaysia 5-1 , membantu Laos 6-0 , membekuk "sang raja" Thailan 2-1 dan menggilas Filipina 1-0  di sambut gegap gempita oleh seluruh masyarakat Indonesua. Selain itu, pencapaian tersebut juga dianggap sebagai tonggak kebangkita sepak bola Indonesia.

Dari gegap gempita perhelatan AFF CUP tersebut muncul beberapa fenomena menarik yang dapat dicermati. Salah satunya adalah fenomena naturalisasi. Secara sederhana naturalisasi merupakan suatu proses pemberian kewarganegaraan bagi warga negara asing. Dalam AFF CUP ini tercatat Singapura, Filipina dan Indonesia diperkuat pemain-pemain "asing".

Diakui atau tidak, naturalisasi tersebut memberikan arti bagi tim-tim tersebut. Contoh paling mudah dapat dilihat dari Timnas Filipinan yang tidak tanggung-tanggung diperkuat 9 pemain keturunan. Sebagai negara yang tidak memiliki tradisi sepak bola, pada kompetisi kali ini Filipinan sukses menahan Si juara bertahan Singapura dan Myanmar serta menjinakkan pejuang-pejuang Vietnam. Sungguh suatu pencapaian yang luar biasa. Selain itu, di naturalisasi nya Christian "El Loco" Gonzales bagi Timnas merah putih pun memberikan warna yang berbeda. Dari fenomena naturalisasi tersebut sebenarnya muncul pertanyaan. Seberapa perlukah dilakukannya naturalisasi?

Fenomena lainnya yang sedikit terkait dengan naturalisasi adalah bergabungnya beberapa pemain keturunan yang memang telah ditempa di luar negeri. Contoh nya the "Rising Star" Irfan Bachdim. Jika sedikit cermat, Irfan Bachdim bukanlah murni pemain naturalisasi seperti halnya Gonzales ataupun Younghusband bersaudara. Bachdim memang merupakan pemegang paspor Indonesia. Sedikit informasi, bagi warga negara Indonesia yang berdarah campuran maka sebelum usia 17 tahun boleh memiliki beberapa paspor. Akan tetapi setelah 17 tahun harus memutuskan kewarganegaraannya.

Nah dari dua kasus yang berbeda ini sebenarnya pemerintah khususnya KONI dan KEMENEGPORA harus nya sedikit lebih jeli. Jangka panjang memang diperlukan pembinaan yang sistematis dan berjangka. tetapi untuk jangka pendek pemanggilan olahragawan - olahragawan keturunan yang ditempa diberbagai belahan dunia dapat menjadi alternatif mendongkrak prestasi olahraga Indonesia.

Jika ditilik lebih cermat, sebenarnya banyak pemuda-pemudi Indonesia "campuran" yang berpreastasi. Akan tetapi karena tidak adanya perhatian dari pemerintah untuk merangkul mereka maka ketika berumur 17 tahun mereka lebih memilih menjadi warga negara dimana mereka menetap dibandingkan balik ke Indonesia dan berjuang bagi Indonesia.

Sedikit contoh kecil, salah seorang kenalan saya adalah orang Indonesia yang menikah dengan laki-laki asal Inggris. Kawan tersebut memiliki seorang anak yang sangat berpreastasi dibidang gymnastic. Sudah berbagai kompetisi tingkat regional hingga Nasional New Zealand yang diikuti dan banyak pula preastasi yang didapat. Karena sang bapak adalah warga negara Inggris, si Ibu adalaha WNI dan si anak lahir di NZ maka tiga pasport lah sementara yang dimiliki si anak. Tetapi nanti ketika berumur 17 tahun segera ditentukan apakah akan menjadi WN NZ, Inggris atau WNI. Saya kira kasus seperti ini banyak terjadi di negara-negara lain. Jika pemerintan jeli maka pemuda pemudi keturunan tersebut sebenarnya dapat menjadi aset berharga bagi pemerintah.

Pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana yang besar untuk mengirimkan atlit-atlit muda berguru ke luar negeri karena secara otomatis mereka sudah ditempa dan berkompetisi di luar negeri. Selain itu mereka akan jauh lebih nasionalis dibandingkan dengan olahragawan yang memang murni di naturalisasi seperti halnya Gonzales atau Younghusband bersaudara.

Jadi dapat disimpulkan sebenarnya naturalisasi pemain tidaklah diperlukan. Tidak lah kita latah seperti halnya Filipina atau Singapura yang menaturalisasi banyak pemain. Yang perlu dilakukan adalah memantau atlit-atlit muda keturunan di luar negeri, memberikan perhatian kepada mereka dan mempermudah proses menetapkan kewarganegaraannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun