Sebagai orang tua, terutama ibu mereka pasti merasa sangat khawatir bila ada info-info seperti itu. Â Jangankan ada info seperti itu. Kadang selalu terpikir apakah mereka sudah makan atau belum, apakah sakit atau tidak. Begitulah seorang Ibu terhadap putra-putra kesayangannya. Â
Padahal sebenarnya tidak apa-apa. Sebab, kasus tersebut bukanlah di Pondok mereka.
Pesantren tempak mondok anak saya  bukan pesantren biasa atau tradisional. Pesantren ini sudah terkenal ke seluruh pelosok negeri. Terbukti setiap tahun saat masuk harus bersaing dengan ribuan peserta lain yang datang dari seluruh wilayah Indonesia. Alhamdulillah dua anak saya bisa lolos dan belajar di sana.
Hal terpenting yang ingin saya sampaikan di sini berkenaan dengan kemampuan pesantren mencegah kekerasan terutama kekerasan senior terhadap juniornya. Sebab saya pribadi saat mengantar anak awal masuk pesantren atau saat pertemuan wali santri baru, dua kali saya ikuti (saat mengantar anak pertama dan kedua saat mengantar anak kedua mondok) hal pertama saya tanyakan adalah mengenai kekerasan dan bullying.
Sebagai orang tua, saat itu saya berkali-kali mengingatkan hal itu. Apalagi, jarak saya dengan pondok sangat jauh sehingga tidak bisa setiap saat bisa menjenguk melihat kondisi mereka. Paling baru saya kembali ke Pondok saat mereka wisuda saja.
Hal yang membuat saya yakin ketika pihak pengurus pondok terutama pengurus yang membidangi kesantrian dengan tegas menyakinkan bahwa tidak ada perundungan apalagi kekerasan terhadap santri.
Pihak Pesantren menjelaskan bahwa memang yang akan menjadi musrif adalah santri  senior yang sudah selesai tetapi sedang mengabdi satu tahun di Pesantren. Mereka yang akan menjadi ustadz musrif yang memiliki rekam jejak selama di pesatren baik. Diutamakan yang memiliki prestasi baik akademik maupun non akademik.
Menurut penjelasan pihak kesantrian, setelah ditunjuk sebagai musrif, mereka dibekali atau  ditraining. Tujuannya, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan termasuk tindak kekerasan dan prilaku menyimpang.
Bila ada yang tidak sesuai dengan ketentuan atau menyimpang akan mendapat sanksi yang tegas dari pihak pondok.  Salah satu sanksinya  tidak memperoleh ijazah Pondok.
Berkaitan dengan sanksi yang diberikan itu. Anak saya pertama, yang sudah ditunjuk menjadi musrif menjelaskan bahwa memang ada kakak angkatannya yang mendapat sanksi tak dapat ijazah Pondok karena melakukan kekerasan terhadap santri yang menjadi tanggungjawabnya. Meskipun ijazah Aliyah Kemenag tetap diberikan. "Izajah pondok yang tak diberikan, "jelasnya.
Sanksi lain adalah mereka tidak diberi rekomendasi sebagai salah satu syarat melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Sebab, trend pondok pesantren tersebut hampir semua lulusan nengikuti seleksi melanjutkan kuliah ke luar negeri, baik ke Timur Tengah maupun ke Saudi atau negara lainnya.
Begitupun, saat viral berita penganiaan santri sampai jatuh korban jiwa saat itu, Â Ibundanya, langsung menanyakan kepada adiknya yang baru jadi santri. Apakah selama ini ada bully atau dirudung senior-seniornya? Jawabnya tidak ada karena para senior dan musrif baik-baik semua. Begitu pula penjelasan abangnya. Tempat mereka mondok tidak dibenarkan para senior merundung para junior. Apalagi kamar senior dan junior berjauhan. Mereka hanya bisa bertemu saat shalat jamaah di mesjid.
Saya kira, selain memberi sanksi yang tegas kepada pelaku atau senior yang melakukan perundungan dan tindak kekerasan. Penempatan asrama yang berjauhan juga menjadi solusi agar pondok pesantren aman dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Tentu orang tua santri mengantar anak ke Pondok Pesantren untuk belajar dan menimba ilmu agar kelak menjadi penerus bangsa yang baik. Bukan diantar dalam kondisi yang menyedihkan apalagi dalam peti mati (**dj).