Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Menjadikan Keluarga sebagai Tempat Wisata Terindah

29 Juni 2011   06:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:05 301 0

“Rumahku adalah surgaku” begitulah ungkapan yang sering kita dengar dan bahkan sering ditulis di striker-striker yang dijual di pinggiran jalan. Maknanya sangat mendalam, bukan hanya sekedar untaian kata-kata indah semata tetapi di sana mengandung harapan dan cita-cita seseorang tentang sebuah rumah yang didam-idamkan.



Rumah merupakan bangunan kecil yang dihuni oleh sebuah komunitas kecil yang terdiri dari Ayah, Ibu dan anak-anak, atau (mungkin) ada kerabat dekat lain, yang kemudian disebut keluarga. Apakah sebuah rumah itu dapat dikatakan sebagai surga atau tidak sangat tergantung pada penghuni-penghuni di dalamnya.



Tentu saja yang dimaksud rumah sebagai surga bukanlah rumah mewah dengan segala perabot yang mewah-mewah pula. Belum tentu rumah mewah dengan pagar tinggi bisa menjamin sebagai tempat yang menyenangkan seperti sebuah surga. Sebab, seringkali kita dapati (atau bahkan sudah dibuat dalam film atau sinetron), betapa sebuah rumah yang mewah tidak menjanjikan sebuah kedamaian bagi keluarga. Sehingga tidak heran bila kemudian muncul juga ungkapan: “Rumahku adalah neraka bagi diriku”.



Karena itu rumah syurga bukanlah dilihat dari mewah atau tidaknya. Rumah yang sederhana atau bahkan paling sederhana atau gubuk sekalipun bila di dalam rumah selalu ada kedamaian maka itu akan menjadi syurga bagi penghuninya. Tetapi paling indah lagi bila rumah mewah dan kemudian di sana pun penuh dengan kedamaian. Saya kira, yang seperti inilah yang paling nikmat senikmat-nikmat hidup di dunia fana ini.



Agar sebuah rumah itu dapat dirasakan sebagai sebuah tempat paling menyenangkan adalah dengan cara seluruh anggota keluarga saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lainnya. Menumbuhkan rasa saling menghormati dan menghargai ini tidak terlepas dari saling pengertian dan memahami antara anggota keluarga. Bila ini tidak bisa berjalan secara baik maka dapat dipastikan sulit menciptakan sebuah keluarga yang damai dan harmonis (dalam konsep Islam dikenal sebagai sakinah wa rahmah). Paling kurang, salah seorang dari anggota keluarga pasti tidak akan merasa aman.



Menciptakan sebuah keluarga yang indah harus diakui tidak semudah membalik telapak tangan. Meskipun pada awalnya dapat berjalan dengan lancar namun pada saat-saat tertentu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu penyebab munculnya persoalan ini tidak terlepas dari kebutuhan-kebutuhan hidup. Apakah kebutuhan itu bersifat lahiriah maupun batiniah. Betapa banyak keluarga yang hancur disebabkan karena seorang ayah tidak peduli lagi dengan keluarganya karena alasan yang sangat klise. Begitu pula betapa banyak keluarga yang berantakan karena seorang ibu yang tidak mau memperhatikan keluarga lagi, karena alasan-alasan yang sangat klise pula. Betapa banyak karena orang tua kekacauan orang tua yang membuat anak-anaknya terlantar bagai anak ayam yang kehilangan induknya.



Salah satu cara agar sebuah keluarga tetap utuh dan menyenangkan adalah dengan cara saling memahami dan saling mengerti antara anggota keuarga, terutama memahami dan mengerti peran masing-masing. Ayah tentu saja berperan sebagai kepala rumah tangga yang bertanggungjawab melindungi keluarganya. Ibu memiliki peran utama sebagai pendidik terhadap anak-anaknya dalam sebuah keluarga sebab memang sejak anak-anak lahir, orang paling dekat dengan anak-anak adalah ibunya. Bahkan proses pendidikan itu, sudah dilakukan oleh ibu sejak anak-anak masih dalam kandungan. Meskipun seorang Ayah tidak boleh diabaikan dalam hal mendidikan anak, namun dalam hal ini pastilah seorang Ibu sangat dominan.



Bahkan dikatakan, dalam diri anak ada kebutuhan fitrah berupa keinginan untuk selalu berada dekat ibunya. Oleh karena itu, fitrah tersebut merupakan sebuah kesempatan bagi ibu yang menyusui untuk memberi pertumbuhan yang baik kepada anaknya (Margaret Reibel, dalam Ilmu Nafs An Numuw). Samiyah Hummam, seorang pemerhati anak berpendapat: Ketidakberadaan seorang ibu di sisi anak-anaknya memiliki dampak yang amat besar dibandingkan ketidakberadaan ayah di sisi mereka”.



Saya kira bila peran-peran itu bisa dijalankan dengan baik oleh ayah dan ibu menjadi salah satu kunci terciptanya sebuah keluarga yang damai dan harmonis.



Bagi seorang anak, bila mereka sudah mendapatkan sebuah asuhan yang baikdari keluarganya. Mereka dengan otomatis akan menjalan perannya sebagai anak dengan baik. Tentu ini juga tidak terlepas bagaimana kehidupan lingkungan sekitarnya. Namun demikian, bagaimanapun bentuk lingkungannya, bila keluarga mampu memberi yang terbaik kepada anak-anaknya maka hal itu bukanlah sebuah masalah yang besar. Hanya saja, dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan keluarga kita, maka orangtua harus bekerja keras sehingga anak-anaknya benar-benar memahami hakekat hidup yang sebenarnya. Sebab, bila pemahaman sudah menyimpang dari yang diinginkan dalam sebuah keluarga maka sulit akan mencapai sebuah keluarga yang indah.



Ayah dan Ibu juga perlu memiliki komitmen tertentu terutama dalam hubungan diantara keduanya. Mereka harus sebisanya menerima setiap kekurangan yang ada dengan sepenuh hati. Tidak mungkin menciptakan sebuah keluarga yang baik bila antara Ayah dan ibu tidak punya komitmen seperti itu. Sebab tidak jarang, anak-anaknya sudah tumbuh dengan baik dan pendidikan sudah baik pula. Tiba-tiba, ketika anak-anaknya sudah besar sudah terjadi percekcokkan yang tidak tidak diinginkan. Bila mungkin sesuatu hal yang sangat prinsipil juga terjadi dan tidak bisa dielakkan, masih bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Dalam hal ini anak-anak perlu diberi pengertian secara menyeluruh dan butuh waktu yang tidak singkat.



Namun demikian, sebisanya tidak perlulah ada sebuah percekcokkan yang pada akhirnya membuat sebuah keluarga berantakan. Bila ada sebuah percekcokkan, kenapa tidak berpikir terbalik bahwa dibalik semua itu masih ada sebuah kedamaian dan keharmonisan yang harus diciptakan dalam sebuah keluarga. Memang ini bisa dilakukan bila tidak ada rasa ego yang menyelimuti perasaan masing-masing.



Semuanya akan terjadi lebih baik bila ada kemauan dan cita-cita dalam sebuah keluar untuk menciptakan keluarga yang damai dan harmonis. Bila ini bisa diwujudkan, maka tidak ada tempat wisata yang paling indah di dunia ini kecuali keluarganya sendiri***(DJH). www.husita.net

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun