Hubungan Dugal dengan sahabatnya, Anusar, agak renggang. Ini karena Dugal tersinggung dengan ucapan Anusar yang mengatakan Dugal tak berpendidikan tinggi, jadi tulisannya tak berkualitas. Beda dengan yang sarjana. Dugal orangnya pendiam. Tapi ia juga mudah tersinggung.
Dugal sempat menyatakan tak ikut Aruh Sastra, tapi karena ajakan Namila, Dugal luluh juga mau ikut Aruh Sastra. Anusar yang ceplas-ceplos, sejak bermasalah dengan Dugal tampak terlihat sendu.
Beberapa kali Anusar mencoba minta maaf kepada Dugal, baik lewat WA, lewat rekan yang lain, Dugal kokoh pendirian tak memaafkan, untuk melampiaskan sakit hatinya. Entah nanti setelahnya.
Hingga saat mereka mengikuti Aruh Sastra di Pagatan, suasana itu tetap terbawa. Dugal yang terkenal pendiam dikalangan rekan-rekannya, terlihat semakin pendiam.
Hikmahnya, anggota rombongan baik yang muda maupun yang tua tampak begitu hormat kepada Dugal. Mereka agak sungkan sekedar untuk menyapa Dugal. Hal ini membuat Dugal agak salah tingkah. Bersikap wajar saja, menghadapi semua itu.
Sepulang dari mengikuti Aruh Sastra di Pagatan, banyak agenda kegiatan yang mesti dilakukan Dugal. Semua berhubungan dengan aktivitasnya sebagai penulis. Dugal harus bekerja keras untuk menjalankan rencana itu. Biar bisa terlaksana sesuai harapan.
"Ada undangan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di tempat Sari, di Labung Anak, bagaimana bisa hadir nggak, " beritahu Lazir kepada Dugal.
"Insya Allah hadir, saya bisa hadir, saya ikut saja, " ujar Dugal.
Dugal dan Lazir kerap datang ke Labung Anak untuk silaturrahmi dengan sahabatnya yang ada di sana. Jarak rumah Dugal ke Labung Anak sekitar 40 kilometer. Persahabatan yang terus terjalin akrab hingga sekarang.
Dugal lagi banyak rezeki. Tapi hidupnya masih sederhana. Bahkan terkesan apa adanya dalam berpenampilan. Terutama cara berpakaian. Pakaian yang dikenakan itu-itu saja. Jarang ia beli pakaian baru dalam setahun. Rezeki datang dari Allah SWT. Semua karena taqwa. Sesekali Dugal memanjakan diri.
Dugal menginap di sebuah hotel dekat tempat ibadah di kota Barabai. Biasanya malam Senin dan malam Jum'at. Tujuannya, ia bisa ikut shalat Subuh di sana. Untuk teman di hotel Dugal sebelumnya beli pentol, air mineral, nasi bungkus, pisang goreng, dsb. Soal makanan ia aman beberapa waktu di dalam hotel.
Dugal tidak perlu keluar lagi dari dalam kamar hotel yang ia inapi malam itu. Pukul 02.00 WITA Dugal bangun, cuci muka, berwudhu, shalat Tahajjud, dan baca amalan. Setelah itu tidur lagi hingga jelang shalat Subuh tiba. Dugal mandi. Lalu menuju masjid yang ada di seberang hotel.
Dugal berjalan kaki menuju masjid itu. Ia mengenakan baju muslim berlapis kaos, pakai sarung, dan peci hitam. Dugal merasa senang dan bahagia bisa menjalani hal seperti itu. Hidup dalam kesederhanaan, dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberi Allah SWT.
Sepulang dari Barabai sekitar pukul 06.00 WITA Dugal singgah ke rumah ganti pakaian. Setelah itu pergi lagi ke tempat kerja. Sebagai honorer Tata Usaha sebuah madrasah di Angkinang. Ia aktif hadir pagi-pagi. Tugas awal menata parkir sepeda biasa dan sepeda listrik siswa. Lalu bila usai ia menuju meja kerjanya.
Pengalaman susah senang menjalani hidup dirasakan Dugal. Rasa lelah menyelimuti Dugal. Harus berkutat dengan tenaga untuk menyelesaikan tugas yang ada. Tak ada pilihan lain yang bisa dilakukan Dugal. Sepanjang mampu ia bisa lakukan semua itu. Tabah dan sabar dalam menjalani. Semua akan selesai juga nantinya.
Impian Dugal harus ia realisasikan dengan segera. Mimpi-mimpi yang membalut kehidupan Dugal. Jejak hari mesti dilewati dengan sepenuh senang dan bahagia. Kadang ada juga rasa tak nyaman menjalani. Melewati onak dan duri. Tantangan, hambatan, rintangan selalu hadir menjelma.
Dugal kadang merasa tak nyaman hati, kala bertemu teman lamanya, karena hingga saat masih belum berkeluarga. Hingga bila berbincang hal paling dihindari masalah statusnya. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan ke hal lain.
Dugal menikmati saja suasana alam pedesaan yang ia lintasi dengan motor bututnya. Pagi yang indah. Saat suasana sedang tenang. Ia pergi dari rumah melewati desa-desa yang dekat dengan rumahnya. Melihat langsung pemandangan pegunungan dari kejauhan. Suasana persawahan yang kering kerontang akibat kemarau panjang.
Ada kebun kelapa sawit dan karet. Ada juga kebun sayuran milik warga. Dugal cuma sekedar lewat saja. Suasana segar dan teduh begitu ia rasakan. Dugal senang jalan-jalan. Dalam sebulan ada beberapa kali ia pergi dari rumah, untuk merubah suasana. Ada semacam kesenangan luar biasa kala melakukan itu.
Di atas jembatan Pauh, antara Desa Bakarung dan Desa Telaga Sili-Sili, Dugal singgah beberapa saat. Suasana sekitar cukup sunyi senyap. Jarang orang lewat di sana. Sangat tepat sekali suasana seperti itu dirasakan oleh Dugal. Tak lupa abadikan suasana itu dengan kamera yang ada di ponselnya. Pepohonan rindang jadi pilihan Dugal untuk berteduh.
Dugal melanjutkan perjalanan. Kali ini arah ke Kamat dan Longawang. Ia memilih ke sana, karena memang, suasana di sana lebih bagus lagi dari sebelumnya.
Semangat Dugal untuk pergi dari rumah, ke tempat kerja, apapun nanti yang akan terjadi di sana. Rasa khawatir, takut, malu, dicemooh, dsb. Dugal siap menghadapi semuanya. Kalau berdiam diri di rumah tak ada guna.
Di sana ia bisa cari tulisan di media yang ia suka. Lalu di copy paste, bukan untuk diakui sebagai karya sendiri, tapi sebagai bahan rujukan, asupan gizi menulis. Dengan banyak membaca tulisan orang lain.
Selama berada di daerah lain, Dugal tak mesti tidur di tempat yang nyaman. Kalau tak di penginapan, ia memilih teras masjid atau langgar untuk bermalam. Tentu dengan meminta izin terlebih dahulu kepada pengelola tempat ibadah itu. Kalau tak dapat izin Dugal mencari tempat lain. Yang penting bisa untuk berbaring.
Selain itu ada WC dan kamar mandi. Rata-rata masjid yang pernah ia datangi selalu membuka diri, kalau ada orang jauh yang mau bermalam. Tapi dengan syarat cukup di teras masjid saja. Tidak di dalam masjid.
Dugal merasa bersyukur dan senang atas sambutan baik itu. Kalau pengelolanya berada di tempat, ia akan membelikan makanan. Pas mau pulang, tak lupa Dugal titip amplop berisi uang kepada pengelola.
Selama Dugal pergi, yang mengurus ternak ayam kampungnya, Ibunya. Dengan pesan bila ada orang mengantar ayam kampung, diterima saja. Juga bila ada yang mau beli ayam, jual saja. Biar ada uang untuk keseharian untuk orangtuanya, selama Dugal pergi ke daerah lain sementara waktu.
Ada saatnya Dugal berkelebihan rezeki. Saat seperti itulah Dugal tak lupa untuk berbagi dengan sesama. Dugal tak segan-segan menghabiskan hartanya untuk jalan kebaikan. Semisal sumbang untuk tempat ibadah dan orang yang kurang mampu. Dugal tidak berpikir panjang, akan habis hartanya. Yang penting bisa membahagiakan orang lain.***
Angkinang Selatan, Akhir September 2023