Om Namah Shiwa Ya, Siwa Ya Namah Om. Jaya, Jaya Mahadewa. Jaya, Jaya Mahadewa.
Sujud hamba Oh Tuhan yang Maha Besar (Mahadewa), ijinkan kami untuk membicarakan keagungan-Mu.
Pada tulisan sebelumnyaRahasia di Balik Lambang Palang Merah telah diuraikan pilosofi di balik lambang Palang Merah (Red Cross) yang berbentuk tanda tambah (+). Di Bali disebut “tapak dara” dan di India disebut “satiya”. Dari tanda tersebut kemudian menjadi tanda swastika yang merupakan lambang religius bagi umat Hindu, Budha , Jaina dan agama atau komonitas lainnya serta telah dikenal di berbagai belahan dunia dan merupakan lambang religius paling tua yang dikenal oleh umat manusia.
Dalam konvensi Jenewa ada tiga lambang yang diperkenankan untuk menjadi lambang organisasi kemanusiaan khususnya dalam dunia kerelawanan. Ketiga lambang tersebut adalah Palang Merah (Red Cross), Bulan Sabit Merah (Red Crescent), dan Kristal Merah (Red Cristal ). “Saat ini, ratusan negara telah menentukan lambang yang akan digunakannya sebagai lambang kemanusiaan. Yakni, 153 negara memilih palang merah, 34 negara memilih bulan sabit merah, dan satu negara (Israel) memilih crystal merah” (Hukum Online, 2012). Tampaknya di Indonesia Badan Legislatif berencana mengganti lambang organisasi nasional Palang Merah (Red Cross) menjadi Bulan Sabit Merah (Red Crescent) sebagai lambang nasional organisasi kemanusiaan.
Palang Merah Internasional dan Gerakan Bulan Sabit Merah adalah jaringan terbesar kemanusiaan di dunia, didirikan pada tahun 1863 oleh Henry Dunant (Ensiklopedia Internasional). Di Indonesia Palang Merah menjadi lambang organisasi Palang Merah Indonesia (PMI), lambang Bulan Sabit Merah (Red Crescent) menjadi lambang organisasi Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
Pada tulisan sebelumnya Rahasia di Balik Lambang Palang Merah, saya menyatakan bahwa lambang palang merah bukanlah masalah apabila diganti menjadi Bulan Sabit Merah, sebab lambang bulan sabit merupakan symbol Tuhan dalam mnifestasinya Siwa (Mahadewa) bagi umat Hindu. Pernyataan tersebut bukan asbun aliasasal bunyi. Hal tersebut dapat diuraikan secara sederhana berdasarkan beberapa uraian kitab suci, khususnya Purana.
Menurut Mitologi Hindu, diceritakan didalam kitab Purana. Dahulu Dewa Chandra (Dewa penguasa bulan) melalaikan kewajiban terhadap permaisurinya di surga karena Dewa Chandra hanya mengutamakan salah satu permaisurinya yaitu Rohini karena cintanya sehingga permaisuri lainnya terabaikan. Permaisuri lainnya mengadukan hal itu kepada ayahnya Prajapati Daksa. Oleh karena melalaikan kewajibannya maka ia dikutuk oleh Prajapati Daksa. Akibat kutukan itu, Dewa Chandra semakin berkurang (hingga menjadi bulan sabit) karena sakit paru-paru. Akhirnya Dewa Chandra berlindung kepada Tuhan Siva. Tuhan Siva yang penuh kasih melegakan hati Dewa Chandra yang menderita sakit paru-paru dan menaruh Bulan di kepala-Nya.Dengan menumpang di kepala Tuhan Siwa, Chandra/Bulan menjadi kekal dan bebas dari segala bahaya.
Tam sivah sekhare krtva cabhavac chandrasekharah,Nasti devesu lakesu sivac caharana-pancarah
Kemudian Dewa Siva dikenal dengan nama Chandrasekhara, sebab beliau menaruh Bulan di kepalanya. Oh para Dewa, tidak ada seorangpun yang lebih berkasih sayang selain Dewa Siva (Brahma-Vaivarta Purana Brahma-khanda 9.59).
Apabila istri tanpa kehadiran suami maka istri akan menjadi penghuni neraka. Bagi wanita, suami itu sendiri adalah Tuhan. Wanita yang membenci atau mendengki suami malang dan bajik dan meninggalkannya, akan menderita di neraka jahanam selama matahari dan bulan bersinar di Bumi.
Untuk menghindari hal itu, para permaisuri Dewa Chandra meminta bantuan ayahnya Prajapati Daksa untuk memohon agar Dewa Chandra kembali kepada mereka. ”Mohon kembalikan suami kami, Anda adalah putra Dewa Brahma, dan anda cukup perkasa untuk menciptakan sendiri satu alam semesta “. Mendengar kata-kata dari semua putrinya itu, Daksa lalu pergi menghadap Dewa Siva. Daksa berkata, Oh Dewa Siva, mohon kembalikan menantuku yang dicintai oleh putri-putriku yang melebihi nyawanya sendiri. Namun Dewa Siwa tidak serta merta mengembalikan Dewa Chandra.
Setelah terjadi pertentangan antara Prajapati Daksa dan Deva Siwa. Pertentangan itu terjadi karena tiada yang boleh membiarkan seseorang yang telah meminta pertolongan dan Dewa Siwa akan selalu melindungi orang-orang yang berlindung kepada-Nya. Pada Akhirnya Dewa Chandra sebagian tetap menetap dikepala Dewa Siwa (bagian yang sehat) dan sebagian kembali ke istri-istrinya (bagian yang sakit).
Oleh karena melalaikan kewajibannya sebagai suami, Dewa Chandra terus digerogoti penyakit paru-paru. Melihat Bulan tergerogoti oleh penyakit paru-paru, Prajapati Daksa kemudian berdoa kepada Sri Krishna. Beliau lalu mengatur bahwa Bulan akan bercahaya penuh selama dua minggu, dan tidak akan bercahaya selama dua minggu berikutnya.
Dari cerita tersebut , dapat diambil kesimpulan bahwa apabila seseorang telah melakukan perbuatan dosa segeralah bertobat dan berlindung kepada Tuhan, maka tuhan akan memberkahi keselamatan. Namun dosa-dosa yang telah diperbuat tetap menjadi jalan hidup dikehidupan selanjutnya kelak (karma phala terus berlanjut). Jadi makna bulan sabit adalah bahwa bulan sabit menyiratkan bahaya bagi seseorang dan harus segera berlindung kepada Tuhan.
Perlu digarisbawahi, dalam konsep Siwaisme (salah satu aliran terbesar dalam agama Hindu) Siwa merupakan Tuhan yang berpribadi. Dalam konsep Siwaisme( Siwa Paksa) dikenal tiga konsep tentang Tuhan yang disebut Tri Purusa yaitu Siwa Tattwa, Sada Siwa Tattwa dan Parama Siwa Tattwa.