Bukan masalah PR itu, bukan masalah siapa yang salah dan siapa yang benar, bukan tentang konsep atau konteks yang membuat saya gundah. Saya sebagai guru sekolah dasar yang memang ditugasi untuk menanamkan konsep dan dasar-dasar keilmuan, merasa terlukai. Bahkan pada konsep mudah tentang perkalian yang berasal dari penjumlahan berulang, guru dibully bak maba yang baru kenal dunia kuliah, atau bagaikan tukang kayu yang amatiran, hingga dipojokkan cuma karena salah memasang paku.
Mungkin untuk masyarakat Indonesia guru bukanlah pekerjaan profesional yang tidak dapat digantikan oleh tukang sayur misalnya, atau pekerjaan yang memang memerlukan keahlian khusus. Khususnya untuk guru SD yang CUMA ngajari anak baca tulis dan hitung.
Pantaskah semua guru Indonesia yang telah menempuh pendidikan minimal 4 tahun, kemudian menjalani berbagai diklat untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi disudutkan secara berlebihan seperti ini?