Ingatanku menerawang ke masa yang sudah berlalu. Dua tahun cobaan yang datang bertubi-tubi harus aku terima. Mau tidak mau. Hanya dengan berusaha sabar aku lalui segala cobaan. Dari kejadian beberapa anggota keluarga yang sakit, dan berminggu-minggu menunggu di rumah sakit. Sampai pada akhirnya ayah dan adik perempuanku satu-satunya meninggal dunia. Dalam kondisi keuanganku sedang di bawah.
Hanya support dari keluarga besar dan doa-doa yang mampu menguatkan diriku. Aku berusaha tabah menerima ujian berat yang Tuhan berikan.
Malam Idul Adha tanpa ayah dan adik perempuanku, aku belajar sebuah keikhlasan. Dari semua kejadian yang aku alami, ku hadapi dengan keimananku. Bahwa semua merupakan takdir Tuhan yang tak bisa aku tolak. Seperti halnya nabi Ibrahim As yang harus mengorbankan putranya. Dengan keikhlasan hati diterima dan dijalankan perintah-Nya. Dengan kekuatan iman putranya menerima permintaan ayahnya. Karena sebuah cinta yang besar pada orang tua.
Dan sekarang, ketika aku sudah kembali pulih dari kesusahan, ketika aku telah diberikan rezeki yang cukup, aku ingin berbagi pada sesama.
Malam ini, di iringi suara takbir yang terus dilantunkan dari kejauhan, aku tulis sebuah puisi tentang renungan sebuah keikhlasan. Sebelum mataku mengantuk, sebelum tubuh aku rebahkan.
"Ujian dan cobaan yang selalu menimpa
Dilalui dengan kesabaran dan ketabahan
Hingga akhirnya datang ujian terberat
Nyawa seorang putra harus dikorbankan
Keteguhan iman seorang putra
Membuat ayahnya meneteskan air mata
Begitu agung cinta makhluk pada Sang Pencipta
Begitu mulia seorang putra cinta pada ayahnya
Pengorbanan karena ketulusan mengangkat setinggi-tingginya derajat
Keikhlasan karena keimanan tak menggoyahkan keteguhan
Hingga Sang Pencipta memberikan kehormatan
Semoga kesejahteraan tercurahkan atas Nabi Ibrahim 'Alaihissalam"
Tepat pukul 24.00 aku merebahkan diri. Penuh keikhlasan.