Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Pesan Terakhir Ayah Saat Mengenang Pernikahan Emas

14 Mei 2023   09:32 Diperbarui: 14 Mei 2023   09:42 390 26
Sejak aku masih kecil, aku sudah menilai kalau ayah adalah sosok laki-laki yang sangat hebat. Seorang laki-laki multitalenta. Dan seorang suami yang sangat  bertanggungjawab pada keluarga.

Meskipun bisa dikatakan kekurangan ekonomi, ayah mengutamakan kepentingan keluarga. Dari kebutuhan terkecil hingga terbesar, ayah berjuang dengan bekerja keras demi keluarga.

Dari cerita ibu, aku tahu semua perjalanan hidup ayah sebelum dan sesudah berumahtangga.

Sejak masih bujangan ayah sudah menjadi pekerja keras. Meskipun sebagai anak bungsu dari keluarga yang tergolong mampu, ayah tetap berusaha mencari pekerjaan apa saja. Sampai akhirnya menjadi guru honorer setelah menamatkan Sekolah Pendidikan Guru (SPG).

Ayah menikah dengan ibu tahun 1971. Saat itu ayah berusia 21 tahun. Tahun 1972 aku dilahirkan dari rahim ibu yang berusia 18 tahun. Baru satu tahun melahirkan, ibu hamil lagi. Dan melahirkan adikku yang pertama, namun meninggal dunia ketika masih usia satu minggu. Tahun 1975 lahir adikku yang ke dua.

Dengan upah sebagai guru yang belum diangkat menjadi PNS, ayah menghidupi istri dan dua anak. Tentu dengan honor yang tidak seberapa, ayah harus memutar otak untuk menutup kebutuhan setiap bulan.

Ayah sempat meninggalkan pekerjaan menjadi guru dan merantau ke kota Bandung. Ayah kerja bangunan, pekerjaan yang membutuhkan tenaga kuat. Namun tidak lama ayah merantau. Ayah ingin berkumpul dengan anak dan istri, yang akhirinya  kembali ke kampung dan menjadi guru honorer lagi.

Nasib ayah mujur. Tidak lama setelah mengajar lagi, ayah diangkat menjadi PNS. Namun gaji golongan 1A pada saat itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang semakin besar. Terlebih setelah tambah lagi tiga adikku yang lahir. Beban ayah semakin berat karena harus memikirkan pendidikan bagi anak-anak juga.

Ayah sempat menjadi tukang sulap dan akrobat keliling. Bersama rekan yang lain satu tim, ayah mencari uang dengan mempertontonkan keahlian bermain sulap. Pertunjukan akrobat ayah sebagai hiburan masyarakat yang dilakukan malam hari selalu memukau pengunjung, meskipun upah yang didapatkan tidak seberapa.

Ternyata himpitan ekonomi menghidupi ke lima anak tak terelakkan lagi. Sehingga pada tahun 1982 saat adikku yang bungsu baru berusia lima puluh hari, ayah bersama keluarga berangkat transmigrasi ke kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan.

Niat ayah mengikuti program transmigrasi adalah ingin memperbaiki ekonomi keluarga. Namun karena ayah tidak mampu bertani sebagai pekerjaan sambilan setelah mengajar, ayah memboyong keluarga kembali ke Jawa.

Tahun 1983 setelah pulang dari pulau Sumatera, aku tinggal bersama keluarga budhe (mbakyu ayah) yang ada di Brebes. Sedangkan adikku yang satu ikut keluarga padhe (kakak ayah) di Pekalongan. Semua itu dilakukan ayah dengan sangat terpaksa untuk mengurangi beban kebutuhan keluarga.

Ternyata ibu sangat kehilangan adikku. Hanya beberapa minggu saja adikku tinggal di Pekalongan lalu dijemput ayah dan berkumpul kembali dengan ibu. Aku sendiri merampungkan sekolah hingga kenaikan kelas 4 SD.

Ketika aku kelas 5 dan 6 SD aku ikut salah satu keluarga padhe yang dari pihak ibu. Ayah berangkat lagi ke Sumatera bersama ibu dan ke empat adikku. Di sana ayah kembali berusaha bertani setelah pulang dari mengajar. Walaupun hasil pertanian belum begitu dirasakan namun kehidupan ekonomi keluarga mulai membaik.

Begitu berat perjuangan ayah untuk menghidupi keluarga. Bersyukur akhirnya aku dan ke empat adikku menamatkan SMA. Hanya dua adikku yang bisa melanjutkan kuliah sampai menjadi sarjana.

Bagi aku dan adik-adikku, ayah adalah sosok laki-laki yang sangat bertanggungjawab terhadap keluarga. Ayah sama sekali tidak mengharapkan pemberian materi dari anak-anaknya.

Ayah juga menekankan pada anak-anak tentang kedisiplinan dan rasa tanggung jawab. Aturan yang cukup keras yang diterapkan ayah membentuk karakter anak-anak setelah dewasa. Namun begitu ayah tetaplah laki-laki yang hobi menyanyi lagu-lagu sendu dengan memainkan gitar sendiri.

Meskipun aku dan semua adik-adikku sudah berumahtangga ayah masih selalu memikirkan kami terutama dari segi ekonomi. Bahkan tak jarang pula ayah membantu pendanaan saat anak-anaknya membutuhkan. Terutama jika ada anak atau cucunya yang dirawat di rumah sakit, ayah yang paling sibuk sendiri. Tenaganya seperti tak merasa capek bolak-balik ke rumah sakit untuk menunggu siapa pun yang sedang dirawat.

Bahkan ketika adikku yang di kabupaten Tulung Agung sakit, ayah mengajak keluarga menengoknya walaupun harus menempuh jarak jauh dan memakan waktu satu hari untuk sampai ke rumah adikku. Tentu harus mengeluarkan dana banyak juga.

Pengorbanan ayah yang sangat besar demi anaknya menjadi penyebab kematian ayah.

Beberapa bulan sebelum ayah meninggalkan kami untuk selama-lamanya, ayah mengumpulkan anak-anak untuk makan bersama. Sekaligus memperingati ulang tahun perkawinan emas ayah dan ibu.

Setelah melaksanakan salat Isa ayah, aku, dan adik-adikku duduk di ruang keluarga. Saat itu ayah menceritakan perjalanan hidupnya sejak masih kecil hingga berumahtangga dan memiliki banyak cucu.

Banyak sekali yang disampaikan ayah pada malam itu. Ayah mengungkapkan harapannya pada anak-anak supaya menjaga kerukunan rumah tangga masing-masing dan jangan sampai bercerai. "Apapun permasalahannya, jangan sampai berpisah." ungkapnya. Ayah mencontohkan rumah tangga ayah sendiri yang sudah mengalami kisah pahit getir selama 50 tahun. "Pokoknya hanya kematian yang bisa memisahkan," lanjut ayah dengan menyebutkan nama-nama anaknya semua untuk menegaskan jangan sampai bercerai

Ayah juga mengharapkan jika ajal menjemputnya,  ayah tidak ingin merepotkan anak-anak. "Maksudnya merepotkan itu misal bapak diberi sakit parah yang buang kotoran di tempat tidur, anak-anak repot merawat khawatirnya jadi menambah dosa kalau nggak ikhlas," begitu kata ayah. Saat itu dalam pikiranku dan adik-adik, hal seperti itu sudah wajar dilakukan seorang anak bahkan menjadi kewajiban anak-anak merawat orang tua sendiri.

Tetapi doa dan harapan ayah yang sering diungkapkan, bukan hanya pada malam itu, dikabulkan Allah. Ayah meninggal dunia lantaran sakit ringan. Dan tidak sampai merepotkan anak-anak untuk merawatnya.

Luka kecil di kaki akibat kecelakaan ringan saat mau menengok adik perempuanku yang sedang dirawat di rumah sakit menjadi penyebab kematian ayah. Luka yang hanya sekitar tiga centimeter ternyata menyebabkan infeksi hingga ke jantung dan paru-paru.

Aku yang menunggu ayah sendiri di ruang IGD menyaksikan menit-menit terakhir ayah hidup di dunia. Saat itu ayah sempat mengungkapkan harapannya anak-anak semua ngumpul. "Sebenarnya bapak ingin anak-anak ngumpul semua di sini," begitu ucap ayah sambil merasakan sesak nafas. Aku jawab supaya ayah menunggu karena adik-adikku yang di NTB dan Tulung Agung sedang dalam perjalan.

Aku memintakan maaf semua kesalahan keluarga, terutama adik-adikku. Ayah menjawab lemah, "Iya..., bapak memaafkan banget pada semua, bapak juga minta maaf pada anak-anak semua."
Kupeluk tubuh ayah dan kuciumi pipinya.

Ayah masih sempat  berpesan supaya anak-anak pada guyub rukun dan akur. Persis yang disampaikan pada malam itu beberapa bulan sebelum ayah meninggal saat anak-anak diminta kumpul.

Sebelum adik-adikku sampai di rumah sakit dan melepas kepergian ayah, ternyata Allah berkehendak lain. Ayah meninggal setelah berkali-kali memohon ampunan atas semua kesalahan dan dosa-dosa selama hidupnya. Puluhan kali ayah mengucapkan syahadat dan kalimat Laailaahaillallah. Semua aku saksikan sendiri. Aku dengar sendiri.

Ayahku, sosok laki-laki hebat pejuang keluarga telah meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Ayah meninggal dengan tidak merepotkan anak-anaknya sesuai keinginan pada masa hidupnya.

Pesan-pesan terakhir ayah yang sangat mulia aku pegang hingga sekarang. Dan selalu berusaha menjaga kerukunan dengan adik-adikku.





Biodata penulis:
Nama: Ety Supriatin
Ttl: Banyumas, 17 April 1972
Alamat: Jln Raya Nasional Purwokerto-Tegal No. 2
RT 01/ RW 01 Banjaranyar Pekuncen Banyumas 53164
Hobi: Membaca dan menulis
Motto: Menulis apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun