Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Virus Ganas Itu telah Merenggut Nyawa Evryta

11 Januari 2023   21:22 Diperbarui: 11 Januari 2023   21:37 169 10
Perjumpaan yang diharapkan setelah lama berpisah, membuat persahabatan yang sempat terputus terjalin indah kembali. Segudang cerita saling kami curahkan. Banyak cerita suka dan duka di antara kami. Seperti tak tersisa sedikitpun, semua kuceritakan pada sahabatku Evryta. Dia pun  ceritakan kisah hidupnya yang lama tak kudengar.
Sesekali kami saling tertawa saat salah satu dari kami cerita kejadian yang lucu-lucu. Kadang juga aku ikut merasakan kesedihan ketika Evryta menceritakan perjalanan hidupnya yang ternyata banyak susah dan dukanya.
"Aku nggak nyangka aja yang kamu alami selama ini Ev, aku pikir kita lama nggak komunikasi kamu baik-baik aja dan hidup bahagia," kataku menyela cerita Evryta.
"Yaaah..., begitulah perjalanan hidupku yang kamu nggak tau." Evryta menarik nafas panjang. Meskipun terlihat sangat berat.
"Terus kamu udah berusaha ke mana aja. Ke dokter atau pengobatan alternatif gitu," tanyaku setelah Evryta cerita tentang penyakitnya. Sama sekali aku nggak nyangka juga kalau pada akhirnya Evryta bercerai dengan suaminya. Aku kira rumah tangga dia baik-baik saja nggak ada masalah yang membuat dia putus asa. Kulihat wajahnya yang pucat sejak pertama berjumpa setelah lama berpisah. Aku mengira kesehatan dia terganggu. Terlihat sekali dia sedang sakit. Benar juga jawaban dia waktu kutanya tentang kesehatannya. Namun dia berusaha bercerita dan tertawa.
"Udah ke dokter dan pengobatan alternatif juga kok," jawab Evryta mengagetkanku.
Setelah basa-basi Evryta pamit pulang ke rumah orang tuanya yang berdekatan dengan rumahku.

Besoknya begitu kaget aku mendengar kabar Evryta dibawa ke rumah sakit. Aku buru-buru meluncur ke rumah sakit ingin secepatnya bertemu Evryta.
Ternyata dia sudah berada di ruang perawatan setelah masuk IGD karena pingsan dari rumah.
Aku masuk ke ruangan Evryta yang terbaring lemah. Ketika dia membuka mata mungkin  tau aku datang, dia mengangkat tangannya sedikit dan aku segera memegangnya.
"Kamu semangat ya?" Aku kasih semangat  Evryta. Kepalanya mengangguk lemah.
"Kamu jangan berpikiran yang enggak-enggak... Kamu harus mampu melawan penyakitmu," kataku setengah berbisik. Evryta tersenyum. Masih terlihat manis senyumnya meskipun dalam kondisi sakit parah. Evryta memang sahabatku yang paling baik. Meskipun berparas cantik dia kalem dan nggak pernah neko-neko.
Persahabatanku dengannya sejak kecil nggak pernah ada masalah sekecil apapun. Sehari setelah pernikahannya dia langsung pindah ke Jakarta. Namun nasibnya bisa dikatakan kurang  beruntung. Dia menikah dengan laki-laki yang dulu kakak kelas saat SMA. Begitu tau menikah dengan Kiko, semua temannya sangat menyayangkan karena Kiko dikenal berwatak keras dan kasar. Terlebih aku sebagai sahabat yang paling dekat. Tapi mau protespun itu sudah pilihan Evryta. Sejak berumah tangga dia nggak boleh lagi komunikasi dengan siapapun. Termasuk aku meskipun Kiko tau aku sahabat istrinya. Bahkan dengan ibunya pun nggak boleh berkomunikasi. Aneh. Benar-benar aneh tapi nyata ada orang yang seperti Kiko. Kini Kiko sudah nggak lagi di samping Evryta. Kiko beristri lagi dengan sekretaris di kantornya. Tiga tahun Evryta hidup dimadu. Evryta nggak bisa memberikan anak pada Kiko. Selama dua tahun sebelum Kiko memutuskan menikah lagi, Evryta ikhtiar  berusaha ke mana-mana supaya bisa hamil. Namun hasilnya tetap nihil. Tahun ketiga pernikahannya Evryta sudah berhenti mencari solusi lagi. Sebelumnya memang beberapa dokter kandungan sudah menyatakan Evryta nggak bisa hamil. Namun dia masih berharap bisa punya anak. Sejak Kiko menikah lagi dengan alasan ingin punya anak, Evryta sudah pasrah dan memvonis dirinya memang mandul.
Hampir setiap hari Kiko pulang ke rumah istri mudanya. Evryta yang kesepian dan sakit hati mengambil jalan pintas untuk menghibur diri. Tapi justru tindakannya membuat dia menderita. Ya, jarum suntikan itu membuat tubuhnya digerogoti virus ganas. Evryta minta cerai dari Kiko dan memutuskan pulang kampung setelah tau dirinya terinfeksi HIV.
Dan kini, tubuh Evryta tergeletak tak berdaya di hadapanku.

Hanya dua minggu Evryta dirawat di ruangan khusus. Dua minggu pula aku memutuskan untuk menemani hari-hari terakhirnya ada di dunia. Setelah sempat berpamitan dengan suara berbisik, dan tangannya memegang erat tanganku dengan kekuatan yang dia miliki, Evryta menutup mata dengan bibir tersenyum di hadapanku dan ibunya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun