Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Menyoal AI dalam Perspektif Hak Cipta dan Hak Paten

25 Juni 2024   15:00 Diperbarui: 25 Juni 2024   15:01 164 0
MENYOAL AI DALAM PERSPEKTIF HAK CIPTA DAN HAK PATEN

Henry Sugiharto Hernadi
Hukum Kekayaan Intelektual, Fakultas Hukum, Universitas Katolik Parahyangan


Abstract
Artificial intelligence (AI) has developed in such a way that it is able to produce creations and inventions without human intervention through technological systems. The research that the author conducts is to provide a view on whether Artificial Intelligence can be an inventor in a patent case and whether Artificial Intelligence can become a copyright holder.
This research was conducted using a normative juridical method, especially related to the laws and regulations that apply in Indonesia, especially regarding the Trademark Law and the Patent Law which are reviewed against Artificial Intelligence.
Keywords: Artificial Intelligence, Patents, Copyright

Intisari
Kecerdasan buatan (AI) telah berkembang dengan sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan ciptaan dan Invensi tanpa campur tangan manusia melalui sistem teknologi. Penelitian yang Penulis lakukan adalah untuk memberikan pandangan mengenai apakah Artificial Intelligence dapat menjadi inventor dalam perkara paten dan apakah Artificial Intelligence  dapat menjadi pemegang hak cipta.
Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif terutama berkaitan dengan perundangan-undnagan yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai Undang-Undang Merk dan Undang-Undang Paten yang ditinjau terhadap Artificial Intelligence .

Kata Kunci: Artificial Intelligence , Hak Paten, Hak Cipta.


A.Pendahuluan
Apabila AI menghasilkan suatu karya, menurut UU Hak Cipta karya tersebut tidak tergolong sebagai ciptaan yang dapat dilindungi dan AI pun tidak tergolong sebagai pencipta. Perkembangan zaman membuat teknologi juga semakin berkembang dan berinovasi dengan pesat. Salah satu bentuk perkembangan teknologi yang dapat kita lihat adalah hadirnya Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang pada dasarnya merupakan simulasi dari kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yang dimodelkan di dalam mesin dan diprogram agar bisa berpikir seperti manusia.   Dengan kata lain, AI merupakan sistem komputer yang dapat melakukan pekerjaan yang pada umumnya memerlukan tenaga manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kecerdasan buatan diartikan sebagai program komputer dalam meniru kecerdasan manusia, seperti mengambil keputusan, menyediakan dasar penalaran, dan karakteristik manusia lainnya. AI menuai sejarahnya dari gagasan yang sebenarnya sudah berjalan selama berabad-abad. Berbagai filsuf telah menggagaskan kemungkinan adanya mesin pintar revolusioner, yang mampu mengubah definisi tentang apa artinya menjadi manusia (Bruce G. Buchanan, "A (Very) Brief History of Artificial Intelligence", AI Magazine). Gottfried Wilhelm Leibniz contohnya, mendefinisikan teknologi kecerdasan buatan seperti mesin yang memiliki kemampuan menalar menggunakan logika untuk menyelesaikan masalah. Namun, prototipe awal dari AI itu sendiri baru dapat direalisasikan pada setengah abad terakhir. AI pada dasarnya merupakan suatu sistem buatan manusia yang tidak memiliki daya pikir alamiah layaknya manusia. Untuk menjalankan perintah atau melakukan sesuatu AI bergantung pada seperangkat algoritma dan parameter yang dibuat terlebih dahulu oleh programmer lalu kemudian AI akan mengkompilasi karya-karya terdahulu menggunakan algoritma untuk memodifikasi karya tersebut. Sehingga, karya yang diciptakan AI sebenarnya bukanlah sebuah proses kreatif yang baru melainkan abstraksi dari karya-karya terdahulu.  
Namun di samping perkembangan teknologi yang dimaksudkan untuk mempermudah hidup manusia, perkembangan teknologi ternyata juga melahirkan kompleksitas, terutama apabila bersinggungan dengan hukumnya. Sebagaimana yang belakangan ini ramai diperbincangkan oleh publik, yaitu terkait hak cipta dari karya yang dibuat dengan AI atau kecerdasan buatan. Adanya AI menjadi suatu testamen bahwa manusia kini dapat menciptakan sesuatu yang menyerupai pemikiran dari manusia itu sendiri dan hal ini akan semakin mutakhir seiring berjalannya waktu. Selain itu, dengan adanya AI, manusia tidak perlu mempunyai keahlian tertentu untuk menghasilkan suatu karya dikarenakan sistem AI dapat secara langsung menyajikan suatu karya baik karya yang berbentuk tulisan, gambar maupun musik hanya dengan mengubah suatu tulisan (perintah) yang diberikan oleh manusia.
Kasus pertama adalah pemanfaatan AI dalam bidang karya seni adalah karya lukisan dengan judul "The Next Rembrandt" yang diciptakan pada tahun 2016. The Next Rembrandt merupakan lukisan cetak tiga dimensi, yang dibuat hanya dari perolehan data atas karya Rembrandt. Lukisan tersebut dibuat menggunakan algoritma pembelajaran mendalam dan teknik pengenalan wajah. Adapun teknik desain yang digunakan yaitu melalui teknik pengumpulan koleksi gambar lengkap yang diperoleh dari kumpulan 346 lukisan Rembrandt. Karya Rembrandt van Rijn adalah subjek dari proyeksi penggunaan kecerdasan buatan yang telah mendapatkan 60 penghargaan.

Kasus kedua adalah mengenai Hak Paten yang diakui oleh Australia dapat diberikan pada AI dan menganggap AI dapat menjadi Inventor. Kasus ini adalah mengenai perusahaan Allen yang menyatakan bahwa Artificial Intelligence  dapat dinyatakan sebagai Inventor dan AI dapat menjadi pemegang hak paten.Dengan pemberian seumur hidup sebesar lebih dari $ 2 miliar, investor dan dermawan Paul G. Allen menghabiskan karirnya menangani beberapa tantangan terbesar di dunia dan mendorong batas-batas apa yang mungkin. Melalui investasi nirlaba dan filantropi, Paul Allen memicu perkembangan dan inovasi penting di bidang sains, teknologi, pendidikan, konservasi, seni, dan peningkatan masyarakat. Allen, yang ikut mendirikan Microsoft pada tahun 1975, memetakan batas-batas baru dan mendorong eksplorasi di berbagai bidang sebagai pendiri dan ketua Vulcan Inc., perusahaan yang berbasis di Seattle yang mengawasi bisnis dan upaya filantropisnya. Visi Allen meneruskan proyek-proyek seperti pembangunan kembali besar-besaran lingkungan South Lake Union Seattle, fondasi tiga museum termasuk MoPOP Seattle, dan peluncuran proyek rekayasa ambisius Stratolaunch Systems. Allen termasuk di antara dermawan terkemuka dunia yang telah berjanji untuk memberikan sebagian besar kekayaan mereka untuk amal dan usaha filantropi. Selama hidupnya, ia mendirikan beberapa lembaga ilmiah nirlaba untuk mempercepat bidang penting kesehatan dan teknologi manusia. Pada tahun 2003, ia mendirikan Allen Institute for Brain Science untuk mempercepat pemahaman otak manusia dalam kesehatan dan penyakit.  Satu dekade kemudian, ia meluncurkan Allen Institute for AI untuk mengeksplorasi pertanyaan kritis dalam kecerdasan buatan. Pada tahun 2014, ia mendirikan Allen Institute for Cell Science yang menggunakan beragam teknologi dan pendekatan dalam skala besar untuk mempelajari sel dan komponennya sebagai sistem terintegrasi. Pada tahun 2016, ia memperkenalkan The Paul G. Allen Frontiers Group untuk mengidentifikasi dan menumbuhkan ide-ide baru dalam biosains di seluruh dunia, dan pada tahun 2018 ia mendirikan Allen Institute for Immunology untuk meningkatkan cara kita mendiagnosis, mengobati, dan mencegah penyakit terkait kekebalan. Perusahaan film pemenang penghargaan Allen, Vulcan Productions, mengembangkan dan mendukung proyek media yang membantu penonton memahami dunia di sekitar mereka dan menanggapi tantangan. Idea Man, memoar Allen 2011, adalah buku terlaris New York Times.  Australia sekali lagi bergulat dengan masalah yang menjengkelkan apakah perlindungan paten harus diberikan untuk penemuan yang dihasilkan AI. Seperti yang kami laporkan sebelumnya, tahun lalu, Australia menjadi negara pertama yang secara yudisial memutuskan mendukung inventarisasi AI, ketika Beach J dari Pengadilan Federal menentukan bahwa sistem AI dapat disebut sebagai penemu pada aplikasi paten. Namun, Pengadilan Federal Penuh sekarang telah mempertimbangkan, membatalkan keputusan itu. Berarti posisi Australia pada inventarisasi AI sekarang sejalan dengan Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang sejauh ini menolak inventarisasi AI.

B.Rumusan Masalah  
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat rumusan masalah yang terjadi yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.Apakah karya yang dibuat dengan AI dapat dilindungi hak cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta dan siapakah pemiliknya?
2.Bagaimana sebuah karya AI dapat dinyatakan sebagai Inventor menurut Undang-Undang Hak Paten?
C.UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Perlindungan hak cipta mulai berkembang di Inggris (awal abad 18) namun perlindungan nya diberikan bukan kepada pengarang, namun kepada penerbit. (Act of Anne) setelah itu barulah perlindungan diberikan kepada pencipta.  Seiring perkembangan jaman, objek hak cipta berkembang hingga mencakup drama, musik, sinematografi, fotografi, rekaman suara, program computer.
Mengenai aturan Hak Cipta yang di mana isi aturan sejalan dengan ketentuan Konvensi Bern yakni pada ketentuan Pasal 1-12 Konvensi Berne. Dalam ketentuannya perlindungan pada karya cipta  meliputi ekspresi atau wujud konkrit bukan ide. Salah satu contoh yang dapat dilindungi Hak Cipta adalah  program komputer yang dapat dilindungi sebagai ciptaan di mana  terdapat hak eksklusif berupa hak penyewaan untuk program komputer dan sinematografi. Mengenai jangka waktu perlindungan adalah seumur hidup ditambah 50 tahun. Kemudian terdapat perlindungan terhadap  pemegang hak terkait terhadap pelaku, produser rekaman dan lembaga penyiaran. Sifat eksklusif pada hak cipta meliputi hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya yang di mana hak eksklusif secara detail dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Tahun. Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Ciptaan dapat diartikan juga setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.  Dalam menghasilkan ciptaan, pencipta dapat melakukannya karena kemampuan intelektualnya yakni berupa inspirasi yang kemudian dituangkan dalam bentuk yang khas dan tertentu. Ciptaan tersebut harus bersifat original, yakni benar benar buatan pencipta tersebut. Ciptaan tidak boleh merupakan peniruan dari ciptaan orang lain sekalipun demikian ciptaan tidak perlu memiliki sifat baru (novelty). Jadi apa saja dalam lapangan ilmu pengetahuan seni dan sastra yang dibuat  secara original  merupakan suatu ciptaan  
Definisi mengenai Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, dijelaskan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara ilmu pengetahuan/konseptual, Pencipta/Pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk memberi ijin atau melarang orang lain mengeksploitasi secara ekonomi ciptaannya. Jika pihak lain mengumumkan dan memperbanyak ciptaan orang lain tanpa ijin, ia melakukan pelanggaran hak cipta sedangkan penggunaan ciptaan dlm batas fair dealing/fair use/kepentingan yg wajar tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta walau tanpa ijin pemegang Hak Cipta. Pada prinsipnya pemegang hak cipta mempunyai hak untuk menentukan apakah ia akan memberi lisensi  atau tidak. Juga harga royalty tergantung pada kesepakatan para pihak. Penggunaan komersial  hak cipta  atau hak pelaku pada  bidang industri musik ijn serta besarnya royalti sudah ditetapkan oleh pemerintah
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Dijelaskan bahwa Pencipta dapat memberikan ijin pada pihak lain untuk menggunakan hak eksklusifnya. Sebaliknya orang lain baru dapat mengumumkan dan memperbanyak ciptaan si pencipta/pemegang Hak Cipta atas ijin pencipta itu. Bila pengumuman dan perbanyakan dilakukan tanpa ijin, orang tersebut melakukan perbuatan pelanggaran hak cipta. Pelanggaran hak cipta terjadi bila penggunaan ciptaan tanpa ijin pencipta/pemegang hak cipta yg meliputi seluruh ciptaan atau meliputi bagian inti dari ciptaan (substantial part). Penggunaan ciptaan dalam porsi kecil dan tidak melewati substantial part tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.
Siapa yang dimaksud dengan Pemegang Hak Cipta. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Pemegang hak cipta memiliki hak  ekonomi dari suatu ciptaan. Di samping itu, pencipta tetap memegang hak moral dari ciptaan tersebut . Hak moral  pencipta antara lain  perubahan harus memperoleh ijin dari pencipta/ahli waris nya. Adakalanya  beberapa orang terlibat dalam menghasilkan suatu ciptaan. Untuk ciptaan yang terwujud seperti ini, maka tedapat ketentuan sebagai berikut :
1.Untuk suatu ciptaan yang terdiri dari beberapa bagian  tersendiri (independent) yang diciptakan oleh 2 orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang memimpin/mengawasi penyelesasian seluruh ciptaan atau orang yang menghimpun ciptaan tersebut.
2.Untuk ciptaan yang dibuat oleh seseorang, sementara ada orang lain yang merancang dan memimpin penyelesaian rancangan tersebut, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan tersebut.  
Sedangkan mengenai Hak cipta dapat beralih sebagian atau pun seluruhnya dengan jalan pewarisan, hibah, dijadikan milik negara atupun dengan perjanjian. Bila pengalihan hak dilakukan dengan cara pengalihan hak, maka hal tersebut harus dilakukan di atas akta pengalihan hak. Mengenai lisensi atau ijin yang diberikan pencipta/pemegang hak kepada pihak lain untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaan tersebut, pada umumnya dibagi atas 2 jenis, yaitu lisensi yang bersifat eksklusif dan lisensi yang bersifat non eksklusif. Lisensi eksklusif yaitu perjanjian lisensi dimana pihak lisensor (pencipta /pemegang hak cipta) hanya memberikan ijin kepada penerima lisensi tertentu untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya. Dengan kata lain, hanya ada satu penerima lisensi. Lisensor tidak boleh membuat perjanjian serupa dengan pihak lain. Sedangkan  Lisensi non eksklusif yaitu perjanjian lisensi dimana lisensor mempunyai hak untuk membuat perjanjian lisensi kepada lebih dari satu penerima lisensi. Jadi lisensor berhak untuk membuat beberapa perjanjian lisensi yang memberikan hak kepada pihak lain untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaan milik lisensor.  Pencipta/pemegang hak cipta juga mempunyai hak untuk memberikan lisensi kepada pihak lain.
Beberapa Pasal terkait Hak Cipta yang berkaitan dengan kasus pertama yaitu apakah AI dapat menjadipemegang hak cipta, dapat kita lihat sebagai berikut :
Pasal 1 ayat (1)
1."Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Pasal 1 ayat (2)
2.Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Pasal 1 ayat (3)
3.Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, alau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Pasal 1 ayat (4)
4.Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku terhadap:
a. Semua Ciptaan dan produk Hak Terkait warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;
b. Semua Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk pertama kali dilakukan Pengumuman di Indonesia;
c. semua Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia dengan ketentuan:
1 . negaranya mempunyai perjanj ian bilateral dengan negara Republik Indonesia mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau
2. negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait."

Dijelaskan dalam Pasal 2 UUHC, ruang lingkup UUHC perlindungan Hak Cipta tidak hanya memberikan  perlindungan hukum bagi Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia. Perlindungan hak cipta berdasarkan diberikan juga kepada :
1.Bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di  Indonesia.
2.Bukan Warga Negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia dan bukan badan hukum Indonesia , dengan ketentuan:
a)Negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dan Hak-hak yang berkaitan dengan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia;
b)Negaranya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam suatu perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta dan hak --hak yang berkaitan dengan hak cipta.
Selain itu yang berkaitan dengan Hak Cipta yang berkenaan dengan siapa yang dapat menjadi pemegang hak cipta adalah Pemegang hak cipta bisa pencipta atau orang lain. Orang lain tersebut adalah orang yang menerima hak dari pencipta atau orang yang menerima lebih lanjut dari penerima hak cipta sebelumnya yang di mana hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (4) "Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah."

D.UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten
Perkembangan peraturan paten modern berawal pada perlindungan terhadap invensi di Venesia Italia. Tujuan perlindungan paten adalah agar orang-orang pandai mau memproduksi teknologi baru di venesia. Mengenai waktu perlindungan hukum hak paten yaitu selama 10 tahun dan setelah itu menjadi public domain, sehingga masyarakat Venesia dapat menggunakan cara kerja invensi tersebut.
Sistem ini diadopsi dan dikembangkan di Eropa daratan dan Inggris. Di Inggris, perlindungan paten berawal pada pemberian monopoli kepada para pedagang yang memproduksi barang tertentu dengan imbalan pembayaran ke negara. Aturan ini mendapat kecaman dari masyarakat. Kemudian Raja James I menghapuskan aturan ini dan berdasarkan Statuta Monopoli 1624, pemberian monopoli (hak eksklusif) hanya diberikan terhadap invensi baru, dengan membuat spesifikasi teknologi yang dibuatnya.
Paten diatur dalam UU No.14 tahun 2001, yang kemudian diganti dengan UU No.13 tahun 2016 yang di mana pengertian Paten adalah hak khusus yang diberikan negara pada penemu ( inventor) atas temuannya/ invensinya1 di bidang teknologi untuk dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri temuanya atau memberikan ijin pada pihak lain untuk melaksanakan. Hak paten tidak muncul dengan sendirinya tapi diberikan oleh Negara, untuk itu harus ada permohonan pendaftaran (pada Ditjen HKI). Terdapat 3 persyaratan agar suatu temuan di bidang teknologi dapat diberikan paten yaitu :
1.Temuan tersebut harus baru / it must be new.
2.Mengandung langkah inventif / inventive step.
a.Artinya temuan itu harus tidak diduga sebelumnya oleh orang yang ahli di bidang teknik. Dengan demikian diukur menurut/sesuai dengan ukuran rata 1 Q seseorang bukan ukuran orang genius (ex einstein). Untuk menentukan inventive step yang penting adalah ada technical salution pada temuan tersebut.
3.Dapat diterapkan dalam industri / industrially applicable.
a.Artinya temuan tersebut dapat diproduksi atau digunakan dalam proses produksi.
b.Dengan demikian paten bisa berupa produk, proses produksi (product patent dan process patent). Ketenuan ini menuntut bahwa paten harus applicable artnya harus dapat diterapkan di industri atau dibuat barang produk atau bila berupa proses maka prosesnya harus dapat digunakan unutk membuat barang produk. Dengan demikian patent harus mempunyai dimensi pisik, tidak sekedar gagasan, ide,konsep.
c.Dalam UU Paten lama maka pengertian industripun dalam artian luas, sehingga mencakup agrobisnis, namun dengan telah dikeluarkannya UU tentang perlindungan atas Varietas Tanaman maka bidang Agro bisnis kebanyakan telah mendapat perlindungan dalam UU tentag Varietas tanaman ( U No. 29 tahun 2000). Namun demikian unutk tanaman hasil rekayasa genetika masih dibuka peluang unutk mendapatkan perlindungan paten.
Adapun ketentuan mengenai pengecualian tidak dapat diberikan paten berlaku dalam hal :
1. Temuan tentang proses atau hasil produksi yang penggunaannya bertentangan dengan perundang-undangan ketertiban umum, kesusilaan;
2. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, pembedahan, yang diterapkan pada hewan atau manusia;
3. Penemuan teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika;
4. Semua mahluk hidup kecuali jasad renik;
5. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non biologis atau proses microbiologis.
Sesuai ketentuan UU Paten, kebaharuan invensi diukur secara internasional (international novelty) tidak secara nasional, sehingga temuan itu harus baru untuk seluruh dunia. Namun demikian untuk paten sederhana saat ini masih menggunakan kriteria baru untuk local saja ( local novelty ). Dalam praktek untuk mengukur kebaharuan invensi sangat jarang dilakukan uji laborat akan tetapi dilakukan dengan uji pembandingan dokumen atau searching ke berbagai kantor paten terkemuka di negara lain, misalnya JPO ( Japan Patent Office ), USPTO ( United States Patent and Trademark Office ), EUPO ( European Patent Office ).
Mengenai jangka waktu perlindungan, Paten yang diterima pendaftarannya akan dilindungi untuk jangka waktu 20 tahun (dulu UU 6/89 hanya 14 tahun) dan tidak dikenal perpanjangan. Bila jangka waktu tersebut habis maka dijadikan milik umum. Untuk Paten sederhana dilindungi unutk 10 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Sedangkan kewajiban pemegang paten adalah melaksanakan paten tersebut di wilayah Indonesia dan membayar biaya resmi yang ditentukan. Hak pemegang paten berhak mengelola "secara perusahaan" atas paten tersebut memproduksi, menjual, mengalihkan dan sebagainya.
Mengenai pengalihan Hak Paten dapat bisa dialihkan dengan jalan :
1. Pewarisan
2. Hibah
3. Wasiat
4. Perjanjian
5. Sebab lain yang dibolehkan UU
Pengalihan paten dengan jalan perjanjian sering dilakukan dan dikenal dengan lisensi paten.
Mengenai pembatalan Hak Paten dapat dilakukan dengan cara :
1.Batal demi hukum apabila tidak dipenuhinya kewajiban pembayaran tahunan.
2.Pembatalan paten atas permintaan pemegang paten
3.Pembatalan karena gugatan
Selain itu terdapat Paten Sederhana yaitu  paten atas benda/alat yang diperoleh dalam waktu yang relatif singkat, biayanya relatif murah dan secara teknologi sifatnya sederhana, misalnya mesin perontak biji padi, biji kopi, pengupas kelapa, pembersih air, sekring penghemat listrik. Paten sederhama dapat dilindungi selama 10 tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Adapun yang terkait dengan AI apakah dapat menjadi inventor, dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undnag Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Hak Paten, yaitu dalam Pasal berikut :
Pasal 1 ayat (3)
3. Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.

Pasal 1 ayat (6)
6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik paten, pihak yang menerima hak atas paten tersebut dari pemilik Paten, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak atas Paten tersebut yang terdaftar dalam daftar umum Paten.

E.Apakah karya yang dibuat dengan AI dapat dilindungi hak cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta dan siapakah pemiliknya
Untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah karya yang dibuat AI dapat dilindungi hak cipta. Kita perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai hak cipta.
Dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa :
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

Dalam Pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa :
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.  

Dalam Pasal 1 ayat (3) dijelaskan bahwa :
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata .

Dalam Pasal 1 ayat (4) dijelaskan bahwa :
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

Mengenai Pemegang Hak Cipta dapat dilihat dalam ketentuan  Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang hak cipta, dijelaskan secara rinci dalam Pasal 1 ayat (2) Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.  Artinya bahwa dengan dasar hukum ini dinyatakan bahwa yang diakui sebagai seorang pencipta menurut Undang-Undang Hak Cipta subjek hukumnya adalah seseorang atau beberapa orang. Ai bukanlah subjek hukum dan tidak dapat menjadi subjek hukum. Kemudian ciptaan dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Hal ini menjelaskan bahwa AI adalah suatu ciptaan dari manusia. Meskipun AI nantinya dapat menciptakan karya cipta namun pada prinsipnya AI dapat beroperasi karena diisi dengan suatu program yang dapat menjalankan AI untuk menghasilkan ciptaan. Artinya unsur sebagai pencipta tidak terpenuhi, maka jika unsur pencipta tidak terpenuhi tentunya AI tidak dapat dinyatakan sebagai pencipta dan tidak dapat menjadipemegang hak cipta akan hasil yang dibuat oleh AI, melainkan pemegang hak cipta jatuh kepada Pencipta dari AI itu sendiri.
Menurut jurnal "Reformulasi Pengaturan Hak Cipta Karya Buatan Artificial Intelligence Melalui Doktrin Work Made For Hire" terdapat salah satu contoh pemanfaatan AI dalam bidang karya seni adalah karya lukisan dengan judul "The Next Rembrandt" yang diciptakan pada tahun 2016. The Next Rembrandt merupakan lukisan cetak tiga dimensi, yang dibuat hanya dari perolehan data atas karya Rembrandt. Lukisan tersebut dibuat menggunakan algoritma pembelajaran mendalam dan teknik pengenalan wajah. Adapun teknik desain yang digunakan yaitu melalui teknik pengumpulan koleksi gambar lengkap yang diperoleh dari kumpulan 346 lukisan Rembrandt. Karya Rembrandt van Rijn adalah subjek dari proyeksi penggunaan kecerdasan buatan yang telah mendapatkan 60 penghargaan.   Ditegaskan didalamnya bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) hanya memperbolehkan individu atau manusia yang dapat dikatakan sebagai pencipta dan memungkinkan untuk menerima perlindungan hak cipta.

F.Bagaimana sebuah karya AI dapat dinyatakan sebagai Inventor menurut Undnag-Undang Hak Paten
Untuk menjawab pertanyaan Bagaimana sebuah karya AI dapat dinyatakan sebagai Inventor menurut Undang-Undang Hak Paten Kita perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai Hak Paten sebagai berikut :
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 dinyatakan bahwa :
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Kemudian dijelaskan mengenai Inventor dalam Pasal 1 ayat (3) yaitu :
Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
Artinya bahwa dalam Undang-Undang Paten dinyatakan bahwa inventor adalah orang atau beberapa orang, yang artinya AI tidak memenuhi subjek hukum yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) bahwa hanya oranglah yang dapat dijadikan sebagai inventor. Oleh sebab itu tidaklah mungkin AI memegang Hak Paten melainkan Pemegang Hak Paten adalah orand atau seseorang atau sekelompok orang yang membuat program AI itu sendiri.
Mengenai menyoal AI menjadi Inventor kita dapat lihat penjelasan dalam jurnal Ilmiah Galuh Yustisi "Artificial Intelligence (AI) Sebagai Inventor Menurut Hukum Paten Dan Hukum Islam" Karya Endang Purwaningsih, Fakultas Hukum Universitas Galuh. Dinyatakan bahwa Pengadilan Federal Australia menjadi yang pertama di dunia yang menetapkan AI sebagai inventor dalam kasus Thaler versus Patent Commissioner of Patent (2021) FCA dalam putusan yang tentu mengejutkan banyak pihak pada tanggal 30 Juli 2021memutuskan bahwa kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi inventor. Ini juga sebagai tonggak sejarah pertama kalinya selain orang/individu manusia menjadi inventor Paten. Putusan ini membatalkan putusan Komisioner Kantor Paaten sebelumnya yang menolak permohonan Stephen L Thaler 29 Februari 2021 application number 2019363177 yang diajukan oleh Stephen Thaler tentang DABUS (Device for the Autonomos Bootstrapping of Unified Sentience), sistem AI yang dibuat oleh Thaler, sebagai inventor. Pada akhir tahun 2018 DABUS membuat 2 invensi yakni wadah makanan dengan interkonektivitas, cengkeraman, dan perpindahan panas yang unggul; dan metode untuk memodulasi pulsa cahaya untuk membuat suara lebih mudah diindentifikasi  
Hal ini tentunya yang menjadi perdebatan karena tidak sesuai dengan penjelasan yang diatur dalam Undang-Undang Paten terutama dalam Pasal 1 ayat (3) yang dinyatakan bahwa
Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.

Perlu diketahui bahwa hanya Australia dan Negara Afrika yang menganggap bahwa AI dapat dinyatakan sebagai Inventor sehingga sebagai Inventor dia berhak memegang Paten. Namun logika dari pernyataan tersebut menurut analisis Penulis tidak lah tepat. Selain bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UU Paten, kita bisa menjelaskan dengan logika bahwa AI adalah hasil dari pemograman yang di mana hasil karya AI bukanlah suatu karya invansi yang murni melainkan dari hasil logaritma pemrograman. Sehingga bertentangan dengan UU Hak Paten yang di mana sesuatu yang dapat dipatenkan adalah suatu karya yang murni hasil pembaharuan atau Invansi danbukanlah hasil dari sesuatu yang diisi dengan algoritma program yang membuat AI mampu menciptakan inovasi produk. AI tidak dapat dinyatakan sebagai Inventor tentunya karena hal ini meskipun terdapat kontroversi dari Negara Australia tersebut.

G.Kesimpulan
Berdasarkan pendapat hukum yang telah dikemukakan di atas terhadap kasus pertama yatu apakah AI bisa menjadi pemegang Hak Cipta, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan setelah kita melihat ketentuan dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang hak cipta, dijelaskan secara rinci dalam Pasal 1 ayat (2) Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.  Artinya bahwa dengan dasar hukum ini dinyatakan bahwa yang diakui sebagai seorang pencipta menurut Undang-Undang Hak Cipta subjek hukumnya adalah seseorang atau beberapa orang. Ai bukanlah subjek hukum dan tidak dapat menjadi subjek hukum. Sedangkan ciptaan dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Hal ini menjelaskan bahwa AI adalah suatu ciptaan dari manusia. Meskipun AI nantinya dapat menciptakan karya cipta namun pada prinsipnya AI dapat beroperasi karena diisi dengan suatu program yang dapat menjalankan AI untuk menghasilkan ciptaan. Artinya unsur sebagai pencipta tidak terpenuhi, maka kesimpulan yang ada adalah jika unsur pencipta tidak terpenuhi tentunya AI tidak dapat dinyatakan sebagai pencipta dan tidak dapat menjadi pemegang hak cipta akan hasil yang dibuat oleh AI, melainkan pemegang hak cipta jatuh kepada Pencipta dari AI itu sendiri.
Mengenai kasus kedua yaitu Perusahaan Allen yang memandang AI dapat menjadi seorang inventor. Kita telah melihat ketentuan dalam Undang-Undang Paten dinyatakan bahwa inventor adalah orang atau beberapa orang, yang artinya AI tidak memenuhi subjek hukum yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) bahwa hanya oranglah yang dapat dijadikan sebagai inventor. Oleh sebab itu tidaklah mungkin AI memegang Hak Paten melainkan Pemegang Hak Paten adalah orang atau seseorang atau sekelompok orang yang membuat program AI itu sendiri. Logika bahwa AI adalah hasil dari pemograman yang di mana hasil karya AI bukanlah suatu karya invansi yang murni melainkan dari hasil logaritma pemrograman. Sehingga bertentangan dengan UU Hak Paten yang di mana sesuatu yang dapat dipatenkan adalah suatu karya yang murni hasil pembaharuan atau Invansi danbukanlah hasil dari sesuatu yang diisi dengan algoritma program yang membuat AI mampu menciptakan inovasi produk. AI tidak dapat dinyatakan sebagai Inventor
H.Saran
Saran untuk masalah menyoal AI dalam perspektif Hak Cipta dan Hak Paten bahwa sekiranya apa yang sudah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undnag-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten bahwa subjek yang dapat menjadi Pemegang Hak Cipta dan juga Hak Paten tidaklain dan tidak bukan adalah Manusia, sehingga saran Penulis dalam hal penafsian mengenai subjek pemegang Hak Cipta dan Hak Paten tidak perlu diperdebatkan lagi. Sekiranya penafsiran dilakukan dengan logika yang benar, mengenai AI adalah hasil ciptaan manusia, sehingga jika AI menghasilkan karya cipta ataupun menghasilkan invansi/pembaharuan maka pemegang Hak Cipta dan Hak Paten adalah orang atau seseorang yang membuat algoritma AI itu sendiri.
















DAFTAR PUSTAKA


Peraturan Perundang-undangan:

Indonesia. Undang-Undang  Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Indonesia. Undang-Undang  Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten
Diktat:
C.Ria.Budiningsih. Diktat Kuliah Hukum Kekayaan Intelektual. Universitas Katolik Parahyangan. 2020
Jurnal:
Syifa' Silvana. Reformulasi Pengaturan Hak Cipta Karya Buatan Artificial
Intelligence Melalui Doktrin Work Made For Hire. Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran. 2016
Endang Purwaningsih. Artificial Intelligence (AI) Sebagai Inventor
Menurut Hukum Paten Dan Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Galuh Yustisi Fakultas Hukum Universitas Galuh; 2020




KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun