Aku terdiam di sepinya malam. Kubiarkan diriku larut dalam keheningan. Sesak di dada memang sudah mereda, tetapi lintasan masa lalu tak juga beranjak dari kepalaku. Ketika kita hendak dipersatukan. Saat di mana aku hanya bisa menerima. Bukan tidak ada penolakan, tetapi lebih tepatnya aku terpaksa harus menerima kenyataan.
KEMBALI KE ARTIKEL