Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Tamu Tak Diundang

3 Oktober 2022   09:46 Diperbarui: 3 Oktober 2022   09:56 273 0
TAMU TAK DIUNDANG
By : Admin dan Member HWC batch 9

Langkah Rega tertahan, berhenti sejenak saat mendengar suara derit pintu dari depan. Ia mengernyit, mencoba mengingat siapa yang memiliki kunci apartemennya. Laki-laki itu menggeleng. Ia tidak pernah memberikan cadangan kunci pada siapa pun, lantas siapa yang masuk apartemennya?

Beruntung lampu ruangan cukup temaram karena sudah tengah malam. Sehingga ia bisa segera bersembunyi. Logika Rega berpikir mana mungkin teman atau orang baik masuk rumahnya di jam dan cara tidak wajar.

Ditelannya ludah dengan susah payah. kepalanya mencari sesuatu yang bisa dipakai sebagai senjata. Matanya tertuju pada pemukul golf yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Rencana mengambil air minum ke dapur terpaksa ia tunda.

Belum sempat Rega meraih tingkat pemukul golf, bayangan putih berkelebat di hadapannya. Penasaran dan takut bercampur menjadi satu.

Jarak Rega sudah dekat dari benda panjang itu. Dengan kaki yang gemetar begitu hebat, ia tetap melangkah perlahan. Namun, tiba-tiba.

Brak!

Kakinya tersandung kaki meja yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Rega mengumpat dalam hati. Tepat saat itulah, sosok yang tertutup topeng hitam berdiri di depan laki-laki itu.

Tak ada suara Rega terdiam menatap sosok bertopeng itu, tampak di tangan kanan terhias berlatih.

"Ka--kau si--apa?" tanyanya dengan suara getar, lidahnya kelu mengeluarkan pertanyaan, ya kini dirinya sedang tak baik-baik saja.

Lengking tawa terdengar membahana. Suara khas seperti dalam film-film horor. Rega melirik penasaran, sosok di depannya menapak pada lantai maket apartemennya.

"Manusia atau hantu?" tanya Rega dalam hati, sambil terus mengawasi.

Rega berteriak kencang ketika kaki kanannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang. Ia berusaha untuk melepas cekalan tangannya, tetapi sia-sia.

Saat matanya menatap ke depan, sosok bertopeng hitam itu masih di sana. Lalu siapa yang sedang menarik kakinya?

Pria bertopeng itu memainkan kedua tangan, lalu kepala. Senyum tipis terukir di sudut bibirnya.

"Kembalilah ke tempat yang seharusnya!" ucap laki-laki bertopeng lirih.

"Apa maksudmu!" bentak Rega. Ia berusaha bangun dari posisi jatuhnya. Dengan satu gerakan cepat  Rega bisa berdiri, sayang. Tepat saat Rega berdiri berlatih yang Pria bertopeng pegang itu kini berpindah tempat, yang awalnya ditangan kini menancap tepat di betis Rega. Sungguh rasa ngilu dan panas terasa di betis Rega.

"Argh!" erang Rega.

Pekatnya darah mengucur dari betis Rega. Tangan sepanjang dua meter terjulur mengusap lantai yang berdarah, disusul kehadiran badannya yang cepat. Sosok putih itu keluar dari persembunyiannya di bawah meja makan. Ia menyeringai menatap Rega lalu beralih kepada si pria bertopeng.

Melihat kejadian di hadapan Rega, pria itu berusaha menjauh dari sosok mengerikan yang tengah menjilat darah yang tercecer di atas lantai putih.

Ia berusaha menjauh, perlahan tapi pasti ia bergerak semakin jauh, jauh, dan jauh. Namun kenyataannya, ia hanya berada di tempatnya sejak tadi.

"Apa kau berusaha untuk kabur? Jangan mimpi!" ucap pria bertopeng hitam seraya mengangkut leher Rega tinggi-tinggi.

Brak!

Pintu terbuka, lalu bersamaan dengan lampu yang menyala. Tampak Bisma dan seorang penjaga apartemen berdiri di tengah pintu.

"Lapar! Lapar!" teriak mahluk aneh yang masih menjilati lantai yang terdapat darah. Seketika pintu apartemen tertutup. Seringai mengerikan terlihat dari mahluk aneh itu, hanya dalam satu kedipan mata mahluk aneh itu sudah tak terlihat.

"Lapar! Lapar!" bisik Mahluk aneh, mahluk itu berdiri di samping kedua pria tadi dengan posisi menempel di dinding.

"Tenang saja malam ini kau makan banyak, setelah itu bekerjalah untukku. Hahaha." Suara menggelegar memenuhi apartemen.

Kelegaan yang sempat Rega rasakan dengan kehadiran Bisma dan Pak Romi--petugas keamanan apartemen--mendadak sirna. Ketiga pria dewasa itu saling pandang. Mereka mencari sumber suara yang terdengar menyeramkan.

Sementara suara lengkingan seseorang yang terdengar kesakitan kian membuat resah petugas keamanan apartemen yang berada di luar pintu.

Mereka kembali berusaha untuk membuka pintu yang tiba-tiba tertutup tadi, tetapi sangat sulit. Entah apa sebenarnya yang terjadi di dalam sana. Beruntung alat kedap suara di dalam tidak aktif, sehingga mereka mendengarnya.

"Argh!" pekik Rega. Sungguh logikanya menolak akan kejadian sekarang, bukannya tadi baik-baik saja kenapa sekarang jadi seperti ini.

Bisma menuju balkon; Pak Romi memapah Rega sambil menghubungi pos dengan HT-nya.

"Roger--Roger, tolong kirim bantuan. Invasi makhluk asing sepertinya benar terjadi. Keadaan di sini tidak bisa diterima akal," lapor Pak Romi.

"Oke, di-copy. Bantuan akan segera datang," jawab seseorang di balik HT-nya.

Belum sempat datang bala bantuan, kejadian mengerikan terjadi. Tiba-tiba leher Pak Romi berdarah, terlihat bekas cakaran, tetapi wujud sesuatu yang mencakar itu tidak nampak.

"Argh ... " Pak Romi berguling-guling di lantai saat sesuatu yang tidak tampak itu terus mencakar tubuhnya. Baju yang semula bersih, kini berlumur darah segar.

"A-apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa seperti ini?" gumam Bisma.

Bisma frustrasi melihat Pak Romi dan Rega yang sama-sama bersimbah darah. Pria muda itu lalu berteriak, "Tunjukkan wujud kalian. Apa yang kamu mau dari kami?!"

Sosok pria bertopeng mewujud di depan Bisma.

"Aku ingin kalian tunduk pada bangsa kami!" Sosok itu berhenti sejenak, "Semakin lama manusia berkuasa atas bumi, maka planet hijau ini makin rusak. Serahkan pada kami dan kalian semua bisa memilih: hidup sebagai budak atau mati cepat! Hahaha."

Bisma menggeleng cepat. Ia menangkap sinyal dari pasukan bantuan dari atas gedung seberang. Mereka memberi tanda bahwa sudah siap menyerang.

Bisma adalah anak yang diramalkan sebagai penyelamat bumi sejak hari dia dilahirkan dua puluh tahun yang lalu, sepertinya sekaranglah saat yang tepat mewujudkan ramalan tersebut.

Pasukan penyelamat mulai menyebar untuk mengepung, tinggal menunggu instruksi dari Bisma apa langkah selanjutnya.

Bisma maju selangkah. Dada sengaja ia busungkan dan tatapannya mantap. Laki-laki cukup tenang karena memiliki bala bantuan yang siap setiap saat.

"Bagaimana jika tidak dua-duanya?" balas Bisma.

Pria bertopeng itu mendecih. "Kurang aj*r! Kamu tidak tahu apa yang terjadi jika tidak patuh? Lihatlah temanmu? Bukankah mereka sedang sekarat? Apakah kamu ingin hidupmu sama seperti mereka?" ejek laki bertopeng.

Bisma tersenyum samar. "Tentu saja berbeda. Aku adalah aku! Jangan samakan dengan mereka. Aku tidak akan mudah kamu kalahkan. Majulah!" tantang Bisma.

Laki-laki bertopeng itu menggeram. Ia menatap sekeliling, tidak ada sesuatu yang mencurigakan, tetapi mengapa sikap Bisma begitu tenang? Pikirnya. Ia mengumpat dalam hati. Emosi yang telah menguasai hati dan pikirannya membuat tak terkendali.

Tanpa pengendalian diri yang baik, laki-laki bertopeng itu berjalan cepat menuju Bisma sambil mengacungkan pisau.

Melihat itu, Bisma segera memberi kode pada pasukan penyelamat yang menunggu di atas gedung lain.

Beberapa detik berikutnya, terdengar suara kaca pecah bersamaan dengan tembakan mengenai dada laki-laki bertopeng.

Tubuh tegap itu ambruk seketika, darah mengalir deras membasahi lantai dari dadanya.

"Kamu kira akan semudah itu?" ucap Bisma sambil tersenyum samar. Setelah laki-laki bertopeng itu mati, gegas Bisma membawa Rega dan pak Romi menuju rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.

TAMAT

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun