Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Berubahnya Orientasi sebagai Guru

25 November 2021   12:18 Diperbarui: 27 November 2021   07:27 491 2


Guru merupakan tugas yang sangat mulia di sisi Allah SWT.

Guru sebagaimana filosofi jawa merupakan orang yang "Digugu dan Ditiru" artinya menjadi panutan dan suri tauladan bagi siswa siswinya.

Guru harus mampu menjaga tutur kata, sikap dan perilakunya dalam setiap proses pembelajaran tidak saja ketika berada di dalam kelas melainkan juga ketika di luar kelas.

Menurut UU No. 14 Tahun 2005 Guru dan Dosen merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Sedangkan menurut Husnul Chotimah. Guru merupakan orang yang memfasilitasi proses peralihan ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik.

Dari beberapa penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas sebagai guru bisa dilakukan secara formal maupun non formal, disekolah maupun diluar sekolah.

Dikalangan masyarakat aktivitas sebagai guru yang melakukan proses peralihan ilmu atau mengajari suatu kebaikan kepada orang lain dikenal dengan berbagai sebutan seperti Penceramah, Ustazd, kyai, tuan guru dan lain lain.

Orang orang tersebut menjalankan aktivitas yang bertujuan untuk merubah orang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi faham, dari tidak baik menjadi baik, dan seterusnya.

Akan tetapi dalam rangka menjalankan tugas tersebut, beberapa dari kalangan mereka telah mengalami pergeseran nilai dari tujuan mulia sebagai guru,  berubah menjadi tujuan kepentingan dunia dan jabatan semata.

Sehingga tugas utama untuk menjadikan siswa siswinya  sebagai orang  terpelajar, terlatih, terbina, terdidik, bernilai dan berakhlak mulia sebagaimana tujuan pendidikan nasional kita menjadi terabaikan.

Pergeseran nilai tersebut sangat bergantung dari niat awal atau orientasinya memilih profesi sebagai guru, ustazd atau kiyai. Karena sesunguhnya segala perbuatan yang kita lakukan tidak terlepas dari niat. Innamal'amalu Binniayati.

Jika kita lihat perjalanan orang bijak terdahulu yang mengabdikan dirinya sebagai seorang guru, dapat dilihat dari profil lulusan peserta didik yang dihasilkan, baik secara keilmuan, sikap dan perilakunya.

Proses pembelajaran yang demokratis dan berkualitas dapat kita baca pada kisah Imam Syafi'i yang belajar kepada Imam Malik tentang masalah rizqi.

Dikisahkan bahwa suatu saat Imam Syafi' i berdiskusi dengan gurunya Imam Malik tentang bagaimana Allah memberi  rizqi kepada hambanya.

Imam Malik menjelaskan bahwa rizqi akan datang melalui jalan yang tidak disangka sangka bagi siapa saja yang bersungguh sungguh bertaqwa secara benar,  berdoa dan berharap semata mata kepada Allah.

Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa rizqi akan diperoleh oleh seseorang jika telah melakukan ikhtiar secara sungguh sungguh kemudian berdoa kepada agar Allah memberinya rizqi.

Dalam perjalanan pulang dari rumah Imam Malik. Imam Syafi'i melewati kebun anggur yang sedang dipanen oleh pemiliknya. Kemudian Imam Syafi'i menemui petani pemilik anggur tersebut untuk ikut membantu memanen buah anggur dengan harapan diberikan buah anggur untuk dimakan sebagai imbalannya.

Setelah pekerjaannya selesai Imam Syafi'i diberikan buah anggur yang diperoleh dari hasil kerjanya membantu petani tersebut.

Dengan perasaan senang Imam Syafii langsung membawa buah anggur tersebut untuk dimakan bersama dengan gurunya Imam Malik sekaligus ingin membuktikan pendapatnya tentang rizqi kepada Imam Malik.

Sesampai didepan gurunya, Imam Syafii dengan bangga menceritakan apa yang telah dilakukan hingga dia dapat menikmati lezatnya buah anggur bersama gurunya, yang didapatkan dari  membantu petani memanen anggurnya.

Dengan tenang sang guru mengulangi penjelasanya dan menceritakan keinginannya sambil berdoa kepada Allah agar hari ini diberikan buah anggur untuk bisa dinikmati bersama muridnya.

Ternyata Allah mengabulkan permohonanku melalui engkau wagai murid tercintaku, demikian Imam Malik menimpali Imam Stafi'i. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun