Sekarang Luna punya adik bayi yang mungil dan cantik. Kulitnya putih, pipinya montok, hidungnya mancung, bibirnya mungil, dan rambutnya lebat. Bunda memberinya nama Istighfarani Helena Laily. Tapi ayah menjulukinya “Baby Pink”, karena sewaktu hamil Bunda menyukai warna pink. Baju, kerudung, sandal, bahkan piring makan Bunda berwarna pink. Untuk adik bayi, Bunda juga membelikan perlengkapan berwarna pink. Mulai bantal-guling, box bayi, perlak, popok, botol susu, baju, topi, hingga kaos kaki, semuanya berwarna pink.
Seminggu ini banyak tamu datang ke rumah untuk melihat Baby Pink. Semuanya membawa oleh-oleh untuknya. Baju, topi, mainan, boneka, gendongan, dan banyak hadiah lainnya.
Sebenarnya Luna menyukai Baby Pink. Tetapi semua orang jadi memuji-mujinya. Baby Pink yang lucu, cantik, dan menggemaskan. Luna jadi iri, Baby Pink jadi pusat perhatian. Luna merasa, tidak ada lagi yang memperhatikannya.
Sebelum Baby Pink lahir, Bunda selalu menemani Luna main, mengerjakan PR, mengikat rambutnya, atau menyuapinya. Sekarang Bunda sibuk mengurus Baby Pink. Luna ingin bermanja-manja pada Bunda, tapi Baby Pink menyita waktu Bunda. Luna sebel, ia tidak suka Bunda bersama adiknya terus.
“Bunda, adik bayi tinggal sama nenek saja…,” rengek Luna.
“Lho, kenapa? Luna tidak sayang adik?” jawab Bunda.
“Pokoknya Luna tidak suka. Luna ingin main sama Bunda. Bunda pilih kasih. Bunda sama adik terus. Luna sebel…,” sahut Luna.
“Luna, Luna kan sudah besar. Sudah kelas 2 SD. Bunda harus menjaga adik. Kalau adik pipis, Bunda harus ganti popoknya kan? Luna main sendiri dulu ya, nanti kalau sudah selesai, Bunda temani. Atau Luna mainnya di sini saja sama adik, anak pinter …”
Luna berlalu tanpa menghiraukan bujukan Bunda.
Malam ini ayah membacakan dongeng buat Luna. Ayah membacakan kisah Nabi Musa. Luna gelisah, belum bisa tidur. Sebentar miring ke kanan, sebentar ke kiri. Ayah membetulkan selimutnya dan mengulang cerita sampai Luna tertidur.
Baru sebentar terlelap, Luna merasa ada yang menarik-narik tangannya dan membawanya ke sebuah ruangan. Ruangan itu sangat gelap, seperti gua bawah tanah. Di pojok ruangan ada obor yang apinya bergerak-gerak. Ada banyak orang berpakaian hitam-hitam. Tubuh mereka tinggi besar.
Luna ketakutan, ia tidak bisa bergerak. Kedua tangannya diikat. Luna menangis.
Dinding ruangan bergeser terbuka seperti pintu. Lalu, muncullah seorang pria membawa tongkat berkepala ular. Orang itu memakai mahkota, pakaiannya kuning mengkilap seperti emas.
“Salam hormat tuanku Raja Fir’aun,”
Orang-orang itu membungkuk.
Oh, itu Raja Fir’aun. Luna semakin ketakutan.
“Bawa kotak itu kemari…!” perintah raja.
Seseorang meletakkan kotak hitam di depan raja.
Luna sangat takut, lututnya gemetar. Apa isi kotak itu? Jangan-jangan ular-ular kecil yang digunakan untuk menyerang Nabi Musa. Apakah orang-orang ini tukang sihir?Tangis Luna semakin keras.
“Diam…!” bentak raja.
Kemudian kotak dibuka. Luna terkejut melihat isinya.
“Baby Pink…? Kenapa adik ada dalam kotak itu?” Luna tak mengerti.
“Aku tak suka bayi perempuan, buang saja ke laut,” perintah raja.
Luna terkejut. Sementara orang-orang itu membawa Baby Pink pergi. Luna bergerak hendak mengambil adiknya.
“Jangan…jangan…, adikku jangan dibuang ke laut,” teriaknya.
Luna berontak, tapi tangannya terikat.
“Baby Pink…., Adik…, jangan dibawa…,”
Luna terus berontak, menendang-nendang, berteriak sampai nafasnya tersengal-sengal. Orang-orang itu telah membawa Baby Pink.
“Adik…, jangan…!”
Tiba-tiba Luna merasa tubuhnya terguncang-guncang.
“Luna…, Luna…kamu mimpi nak?”
Ketika matanya terbuka, Luna melihat Bunda sedang menggendong adiknya.
“Bunda…,” Luna memeluk Bunda.
“Kamu mimpi sayang?”
“Luna takut Bunda. Adik mau dibuang ke laut sama Raja Fir’aun.”
“Oh, Luna mimpi ketemu Raja Fir’aun. Kan ada Allah, kalau Luna rajin mendo’akan adik, Allah akan menjaga adik.”
“Iya, Bunda. Mulai sekarang Luna akan jaga adik. Luna akan doakan adik.”
Malam itu Luna tidur bersama Bunda dan adiknya. Tangannya menggenggam tangan Baby Pink. Luna ingin menjaga adiknya sampai pagi agar Raja Fir’aun tidak menganggunya lagi. Luna jadi sayang pada Baby Pink dan tidak pernah iri lagi padanya.
Heni Kurniawati
Penulis novel Menggapai Impian, Merengkuh Cinta (MIMC)