Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Tentang Demokritos, Atom, dan Sains

18 Januari 2010   09:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24 3177 0
[catatan: Artikel berikut aslinya berupa paper yang dikerjakan dalam rangka memenuhi tugas matakuliah Sejarah Filsafat Yunani. Pengguna yang ingin memanfaatkan isi artikel ini diharapkan tidak lupa mencantumkan alamat blog ini sebagai sumber. Daftar pustaka dengan sengaja tidak ditampilkan.] Pertanyaan tentang “apa yang menyusun alam semesta?” merupakan permasalahan utama filsafat yang digeluti para filsuf Yunani kuno hingga masa Sokrates. Mereka menaruh minat yang sangat besar pada “phusis”, kodrat utama dan pertama penyusun realitas. Sebagai salah satu filsuf prasokratik, Demokritos (460-370 SM) pun mengalami hal yang sama. Ia mewarisi dan mengembangkan pemikiran gurunya, Leukippos, yang menggagas konsep “atom” (yakni gugusan unsur-unsur terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (a=tidak, tomos=terbagi). Atom inilah yang menurut pemikiran filsuf kelahiran Abdera, Yunani Utara, ini dapat menjelaskan segala-galanya tentang alam semesta. Uniknya, perkembangan teori sains (kimia) pada abad ketujuh belas seolah-olah membuktikan bahwa gagasan Demokritos ini sungguh sesuai dengan kenyataan. Hal ini bermula dari publikasi Robert Boyle, seorang filsuf alam, yang berargumen bahwa materi terdiri atas kombinasi yang bervariasi dari partikel-partikel yang berbeda. Terminologi “atom” bahkan dipakai dalam dunia sains untuk menamai satuan unit terkecil yang menyusun materi. Akan tetapi, dengan demikian, apakah Demokritos (dan Leukippos) lantas dapat dicetuskan sebagai “bapak sains modern”? Apakah yang membedakan “atom Demokritos” dan “atom sains”? Bagaimanakah Demokritos (dan Leukippos) dapat menciptakan gagasan ini? Adakah filsuf-filsuf tertentu yang menjadi inspirasinya? ATOMISME: SINTESIS DARI GAGASAN PARA FILSUF PENDAHULU Filsafat atomisme tidak lahir sendiri. Sejumlah filsuf telah lebih dahulu meramaikan “dunia berpikir-logis” dengan argumentasi mereka masing-masing. Bersama dengan Anaxagoras, Empedokles merupakan filsuf “baru” dari Jonia yang mengajukan gagasan pluralis tentang unsur-unsur yang menyusun alam semesta. Ajaran mereka sendiri merupakan usaha untuk “mendamaikan” pertentangan antara dua kubu ekstrem filsafat: Herakleitos dan Parmenides. Pada masa itu, semua filsuf Yunani kuno sejak Thales menganut paham monisme. Ini berpuncak pada Parmenides yang, atas nama rasio, sungguh-sungguh menolak perubahan yang dikenal lewat pancaindera. Kekuatan argumentasi Parmenides sungguh meyakinkan filsuf-filsuf selanjutnya. Namun, sejumlah filsuf tentu tidak dapat begitu saja menyangkal perubahan sehari-hari yang diterima oleh pancaindera, misalnya pohon tumbuh, rambut memanjang, bayi lahir, dan sebagainya. Oleh sebab itu, untuk menyelamatkan phaenomena, dunia pergejalaan, dari penolakan filsafat Parmenides, mereka menciptakan sintesis antara filsafat Parmenides dan Herakleitos; bahwa realitas tersusun bukan hanya oleh satu unsur (plural). Empedokles (filsuf pluralis) mengajukan empat anasir yang, jika dicampur bersama-sama dalam komposisi berbeda-beda, membentuk semua obyek realitas. Keempat anasir tersebut adalah api, udara, tanah, dan air. Akan tetapi, Empedokles tidak menerangkan lebih lanjut penjelasan kuantitatif dari perbedaan kualitatif setiap anasir. Lagipula, kuasa Cinta (philotes) dan Benci (neikos) yang diajukannya merupakan kekuatan metaforis, yang tidak dapat dijelaskan secara mekanik. Di sinilah filsafat atomisme mengambil peran penting. Ia merupakan pengembangan logis dari filsafat Empedokles. Demokritos, sebagai filsuf atomis utama, berhasil memberikan penjelasan mekanik-murni yang sangat konsisten tentang perubahan benda material lewat perpindahan atom-atom dalam pola yang beragam (tentang hal ini akan dijelaskan lebih lanjut). Dengan cara ini, atomisme telah menjadi jawaban final dan terbaik untuk menyelamatkan realitas dari kesalahan fatal logika filsuf-filsuf mazhab Elea. KARAKTERISTIK ATOM DEMOKRITOS Hakikat Umum Atomisme menerima sungguh pemikiran Parmenides bahwa tidak ada perubahan dari yang-tidak-ada (not-being) menjadi yang-ada (being), dan sebaliknya. Yang-ada pasti ada (nothing of “what is” is not being) sebab yang-ada merupakan suatu kepenuhan atau keseluruhan (“what is” is completely full). Akan tetapi, yang-ada tersebut bukanlah sebuah kesatuan (a unity) atau satu bulatan besar yang memenuhi semua, melainkan terdiri atas benda-benda yang jumlahnya tak berhingga dan terlalu kecil untuk dilihat—inilah yang dinamakan atom. Atomisme mengakui adanya ruang kosong (void). Ruang kosong menjadi syarat mutlak bagi adanya gerak atom-atom. Dengan mengakui bahwa ruang kosong dan gerak ada, segala perubahan benda-benda yang ditangkap oleh pancaindera pun dapat diterima. Inilah kunci utama yang memenuhi syarat mazhab Elea tentang yang-ada, sekaligus menerima dunia fisik yang dikenal lewat panca-indera. Ada dua kodrat: (1) yang-penuh (plenum) sebagai yang-ada (being) dan (2) yang-kosong (void) sebagai yang-tidak-ada (not being) . Sebagaimana yang-penuh tidak bersifat lebih real daripada yang-kosong, yang-ada pun tidak bersifat lebih real daripada yang-tidak-ada. Ruang kosong harus dianggap sama realnya dengan benda-benda material. “Prinsip dasar alam semesta adalah atom-atom dan kekosongan!” demikianlah tesis atomisme. Secara umum dapat dikatakan bahwa semua sifat yang terdapat dalam yang-ada dari pemikiran Parmenides itu dipindahkan ke atom-atom. Setiap atom adalah tidak dapat musnah (imperishable), tidak dijadikan (ungenerated), dan tidak dapat berubah (unchangeable). Secara khusus Demokritos menambahkan pula bahwa atom tidak dapat dibagi (indivisible), jumlahnya tak berhingga (infinite in number), dan ukurannya terlalu kecil untuk dapat diinderai (imperceptible). Bagaimanakah materi yang berbeda-beda, baik bentuk maupun ukuran, dapat dijelaskan lewat atom-atom? Jawabannya terletak pada perbedaan karakteristik masing-masing atom tersebut. Ada tiga aspek yang menentukan: (1) bentuk (shape), (2) urutan (arrangement), dan (3) posisi (position). Sebagai contoh, p dan s berbeda dalam bentuk, pq dan qp berbeda dalam urutan, sedangkan p dan d berbeda dalam posisi. Demikianlah, menurut Demokritos, segala proses perubahan bukanlah seperti konsep “kemenjadian” Herakleitos, melainkan sekadar konfigurasi atau tumpukan atom-atom. Atom-atom saling bertabrakan dan, karena memiliki bentuk yang tidak beraturan, pada akhirnya saling mengunci dan menyatu, membentuk benda material apa pun yang dapat diindera; tanpa menghasilkan suatu kodrat yang baru. Oleh sebab itu, proses generasi ialah pengelompokan atom-atom sedangkan proses pembusukan ialah proses terpisahnya atom-atom. Memanjangnya rambut menandakan atom-atom berkumpul, sedangkan kerontokan rambut berarti atom-atom terpisah. Gerak dan Asal Gerak Demokritos dan Leukippos berpendapat bahwa atom-atom selalu bergerak. Bagaimanakah pola dan arah gerakan tersebut? Tentang hal ini mereka hanya menjawab “ke segala arah”, tanpa penjelasan lebih lanjut. Mereka tidak menjelaskan mengapa atom-atom bergerak ke arah ini atau ke arah itu. Bagi Aristoteles, para filsuf atomis tersebut entah “dengan ceroboh mengabaikan” pertanyaan tersebut atau tidak mampu memberikan jawabannya. Pendapat tentang asal mula dan tujuan gerak pun tidak ditemukan dalam filsafat atomisme. Bagi Demokritos, gerak niscaya ada; jadi, tidak dapat tidak ada. Sejak awal, atom-atom bergerak dalam ruang kosong, itu saja. Tidak ada kekuatan eksternal atau gaya apa pun yang dibutuhkan untuk memunculkan gerakan pertama (primal motion). Demokritos pun tidak menganggap perlu untuk menemukan apa yang dinamakan sebagai “Penggerak Pertama yang Tak-Digerakkan” (First Unmoved Mover). Gerak bersifat mekanis melulu dan kekal (perpetual motion). Konsekuensinya, semua perkembangan benda material tidak dapat dianggap sebagai suatu usaha menuju kesempurnaan. Bayi yang tumbuh menjadi anak-anak lalu dewasa hanyalah kebetulan. Begitu pula dengan siklus tumbuh dan gugurnya daun pepohonan dan bunga-bunga sepanjang tahun. Dengan mencoba menerangkan segala hal dan perubahan sebagai proses mekanis belaka, teori atomisme pun dapat disebut materialisme mekanistis. ATOM DEMOKRITOS DAN ATOM SAINS Sejarah Singkat Teori dan Model Atom Sains Pemahaman atas teori atom sejak Demokritos dan Leukippos tidak mengalami kemajuan yang signifikan hingga abad ketujuh belas. Pada tahun 1661, Robert Boyle mengangkat kembali gagasan bahwa materi tersusun atas kombinasi berbeda-beda dari partikel-partikel (corpuscules), alih-alih empat elemen klasik yang diajukan Aristoteles (api, udara, tanah, dan air). Namun, model atom pertama yang cukup ilmiah, meski sesungguhnya masih bersifat spekulatif, baru dirintis pada tahun 1803 oleh John Dalton. Model-model atom selanjutnya mengalami perkembangan berkali-kali setelah teori-teori sebelumnya terbukti tidak tepat. Beberapa tokoh penting ialah J.J.Thomson, Ernest Rutherford, Niels Bohr, dan terakhir, yang mencetuskan model atom mekanika kuantum, ialah Erwin Schrödinger, Louis de Broglie, dan Warner Heisenberg. Yang Sesuai dan tidak Sesuai Jika ditelusuri lebih lanjut, kita dapat menemukan bahwa banyak karakteristik atom yang diajukan Demokritos dan Leukippos sesuai dengan teori atom sains. Berkenaan dengan definisi etimologisnya, atom sains memang merupakan substansi terkecil penyusun materi yang tidak dapat dibagi lagi (indivisible) dan tak dapat diindera (imperceptible). Pernyataan ini dapat dianggap benar setidaknya hingga tahun 1897 ketika Thomson menemukan partikel subatom bermuatan negatif yang disebut elektron. Dalam arti tertentu, atom sains juga tidak dapat berubah (unchangeable). Air, misalnya, selalu terdiri atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen, baik dalam wujud cair, padat, maupun gas. Hal ini juga menjelaskan bahwa atom-atom membentuk benda material dalam konfigurasi tertentu. Untuk membentuk air, atom oksigen (O) selalu diapit oleh dua atom hidrogen (H) dalam suatu posisi dan urutan linear (180°), H—O—H; tidak pernah H—H—O atau O—H—H. Atom sains pun tidak dijadikan (ungenerated) dan tidak dapat dimusnahkan (imperishable). Proses generasi dan pembusukan benda-benda material memang sekadar siklus penggabungan dan pemisahan atom-atom. Es terbentuk dari atom-atom air (H dan O) yang bergerak melambat dan berkumpul semakin rapat; sementara, uap air terbentuk dari atom-atom air yang bergerak semakin cepat dan memisahkan diri dari “kawanannya”. Mengenai gerak, atom sains pada level mikroskopik selalu bergerak ke segala arah. Akan tetapi, tidak seperti teori Demokritos bahwa gerak tidak memiliki sebab, atom sains setidaknya punya tiga faktor penyebab gerak. Pertama, tumbukan dari gerak atom sekitarnya. Air dapat mendidih jika dipanaskan, misalnya, karena atom-atom air yang lebih dulu panas bergerak semakin cepat sehingga menabrak dan “menularkan” energi kalor pada atom-atom lain. Kedua, hukum gravitasi Newton menyebabkan setiap atom dalam suatu zat di jagat raya menarik setiap atom zat lain; ini membuat atom-atom selalu bergerak. Ketiga, dan ini yang paling hakiki, gerak seluruh atom di jagat raya merupakan efek dari peristiwa “dentuman besar” (big bang) duapuluh miliar tahun silam. Semua atom sampai sekarang masih bergetar akibat energi purba yang universal tersebut. Dari teori big bang, dapat disimpulkan bahwa gerak atom sains tidak niscaya ada; ia memiliki awal. Seluruh energi dalam jagat raya, sebagai penyebab gerak, secara perlahan tapi pasti berubah menjadi entropi, ketidakteraturan, total chaos. Gerak yang seolah-olah tiada henti hanya akan berlangsung sampai saat jagat raya berakhir. Maka, konsep perpetual motion pun harus ditolak. Selain itu, sejak jagat raya terbentuk lewat big bang, jumlah atom sains adalah selalu sama dan tetap, tidak pernah bertambah dan tidak pernah berkurang; jadi jumlah atom tidak tak-berhingga (finite). PENUTUP Dengan banyaknya kesesuaian (sekaligus ketidaksesuaian) antara atom Demokritos dan atom sains, apakah atomisme Demokritos dapat digolongkan sebagai teori perintis atom sains? Bukankah secara konsep kedua teori ini sungguh memiliki banyak kesamaan, serta secara historis terdapat garis penghubung tak-langsung sejak Leukippos hingga Rutherford? Agak sulit untuk menjawab hal ini, namun setidaknya beberapa pandangan dapat dikemukakan sebagai berikut. Demokritos dan Leukippos menjelaskan gagasan mereka dalam konteks kerangka berpikir dan permasalahan filosofis yang mereka hadapi saat itu. Inilah dasar terbaik untuk membandingkan atom Demokritos dengan perkembangan atom sains sesudahnya. Newton dan fisika klasik abad sembilanbelas pada dasarnya memahami atom sama seperti yang dipahami Demokritos. Namun, segera menjadi jelas bahwa teori atom Demokritos ternyata tidak mampu menjelaskan kompleksitas perubahan kimiawi dan gerak yang terjadi pada level yang lebih luas. Dari sinilah Newton dan para ilmuwan selanjutnya berbicara mengenai jenis-jenis gaya: gravitasi, listrik, magnet, dan sebagainya. Mengenai struktur materi, fisikawan Heisenberg justru menganggap ide Plato tentang atom lebih mendekati konsep atom modern daripada Demokritos dan Leukippos. Dengan menekankan aspek teori atom modern yang ilmiah dan empiris, dapat disimpulkan bahwa “Demokritos dan Leukippos tidak pernah mengamati Gerak Brown [untuk menemukan atom-atom bergerak ke segala arah]; mereka tidak pernah mempelajari kimia; mereka tidak mendasarkan teori atomisme tersebut pada suatu observasi yang khusus.” Atomisme memang tidak “seabstrak” teori mazhab Jonia (Empedokles dan Anaxagoras), namun fondasi teori tersebut tetap saja bersifat filosofis. Dalam hal ini, pendapat Heisenberg tentu dapat dipahami: “Unit-unit terkecil dari benda material bukanlah obyek fisik dalam pengertian yang umum; mereka adalah forma, ide yang dapat diungkapkan secara jelas hanya dalam bahasa matematis.”

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun