Setelah itu kita hadapi langsung, benar-benar dihadapi langsung. Perasaan adalah aliran pikiran halus yang terus menggumpal. Pada pendekatan timur, pikiran dan perasaan dikenali sebagai sesuatu yang sama pada esensinya, energi yang bergerak. Rasakan langsung dan buka ruang, ada gerakan, tekstur, dan lain sebagainya. Pada pendekatan orang-orang yang "cenderung introvert", rasa itu ingin diolah secara "kedalam". Sedangkan pada orang-orang yang "cenderung ekstrovert", rasa itu ingin terekspresikan keluar.
Sedangkan, kita adalah makhluk yang tidak bisa dilabeli dengan konsep maupun teori. Termasuk teori introvert dan ekstrovert. Kita hanya bisa mengenali di momen kini, energinya cenderung ingin terekspresikan keluar atau kadang energinya cenderung ingin di ekspresikan kedalam. Bisa dalam gerak, kadang dalam diam. Itulah ekspresi energi, berbeda-beda dan untuk pada tiap momennya. Yang dimaksud mindfulness kadang hanya tergambar seolah adalah kita mengolah kedalam, padahal tidak harus. Energi itu bisa terolah dengan gerak misalnya, atau dalam tangis, dalam bentuk lukisan, cerita berhikmah, atau lainnya. Yang penting disadari saja sesekali, dalam jeda yang penuh Kesadaran. Biarlah Kesadaran menemukan kontinuitas-nya sendiri. Tugas kita hanyalah mengenali, dan terus mengenali.
Yang dimaksud mindfulness adalah kita membuka ruang terhadap apapun yang terjadi di sini dan di saat ini. Sadar sedikit saja, dan berkali-kali mengenali kualitas bathin kita yang seperti langit. Terbuka terhadap apapun. Be natural as it is. Semua dorongan kita persembahkan kepada Kesejatian, sebagai suatu persembahan untuk dimurnikan dan diselaraskan dengan apa adaan saat ini. Termasuk dorongan untuk menangis, bercerita, mencari jawaban, bertanya, dan hancurnya semua pertanyaan.
Semua orang memiliki dorongannya yang unik. Yang intinya adalah kemelekatan atau kemarahan. Kemelekatan sifatnya adalah melekati objek, ingin ini maupun ingin itu. Sedangkan kemarahan sifatnya adalah ingin menghancurkan objek, menghukum ini ataupun menghancurkan itu. Berbahagialah yang mengetahui dan menyadari ini, sehingga ia bisa lebih jauh menyadari penolakan-penolakan didalam hatinya. Segala penolakan terhadap momen ini, segala penolakan terhadap kualitas esensial diri kita sendiri, yang terbuka lapang seperti langit.
Untuk segala penolakan itu kita sadari, buka ruang, dan kita jadikan segala rasa di saat ini sebagai persembahan kepada Kesejatian Yang Maha Indah. Untuk dimurnikan dan ditransformasikan menjadi sumberdaya yang berkah. Tentunya keajaiban transformasi itu terjadi atas dasar cinta kasih dan welas asih, bukan atas dasar penolakan. Demikian ketika segala energi itu telah dimurnikan, segala perihal tentang fenomena luar dan tindakan apa yang perlu dilakukan terhadap kejadian luar akan terlihat dengan jelas.
Kapan perlu berkomunikasi, kapan perlu memeluk dan mendekap, kapan perlu keluar dengan penuh ketegasan, dan langkah apapun lainnya. Demikian adalah uraian jalan langsung untuk menghadapi dan bersahabat dengan segala emosi yang ada didalam bathin kita. Semoga kita sendiri dan semua makhluk dapat melihat realitas dengan semakin jelas, dan dapat melihat Keindahan Alamiah Saat Ini dengan Apa Adanya.