Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Fenomena Siswa Kelas 9 di Sekolah Swasta

9 Mei 2015   20:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:12 305 0
Pada hari Senin - Kamis yang lalu  (4/5 - 7/5), seluruh siswa/i kelas 9 di seluruh Indonesia mengikuti UN (Ujian Nasional) tingkat SMP yang dilaksanakan serentak. Ujian susulan akan dilaksanakan mulai Senin - Kamis minggu depan (11/5 - 14/5) bagi mereka yang belum mengikuti UN utama pada minggu ini. Namun Kompas hari Jumat kemarin (koreksi jika salah) menyebutkan bahwa ada cukup banyak peserta UN SMP yang tidak ikut UN utama dan tidak bisa mengikuti UN susulan. Hal ini disebabkan karena UN susulan hanya diberikan bagi mereka yang pada saat ujian utama sakit. Sedangkan bagi mereka yang tidak ikut karena alasan lain, tidak diperkenankan mengikuti UN susulan ini. Sayang sekali sebenarnya bagi mereka yang tidak dapat ikut UN yang bukan karena sakit. Dari apa yang dibahas Kompas hari itu, berbagai alasan dimunculkan: harus bekerja, mengundurkan diri, dan beberapa alasan lainnya.

Apa yang menjadi pokok pembicaraan saya saat ini bukanlah mengenai mereka yang tidak dapat mengikuti UN saat ini melainkan kemana para siswa SMP akan melanjutkan pendidikannya pasca SMP. Untuk lebih spesifiknya, pembicaraan tidak akan berbicara mengenai mereka yang bersekolah di SMP milik pemerintah, namun saya akan lebih memfokuskan pada mereka yang bersekolah di sekolah swasta dan lebih spesifik lagi sekolah swasta yang termasuk baik dalam kualitas dan juga bayarannya.

Saya adalah seorang tenaga edukatif di sebuah sekolah swasta yang cukup baik di Jakarta Timur (saya tidak menyebut guru, karena dalam struktur di yayasan kami, kami disebut sebagai tenaga edukatif meskipun secara umum ya pasti disebut dengan guru. Saya tidak akan membicarakan lebih lanjut mengenai peristilahan ini) yang pada tahun ini mendapatkan kepercayaan untuk mendampingi siswa/i kelas 9 secara penuh (artinya saya mendapat kepercayaan menjadi pengajar di kelas 9 dan juga menjadi salah seorang wali kelas).

Pengalaman mendampingi siswa/i kelas 9 tahun ini menurut saya cukup luar biasa. Luar biasa karena mereka yang saat ini duduk di kelas 9 SMP tempat saya bekerja saat ini  merupakan siswa/i yang sangat berbeda sekali dengan kakak-kakak kelasnya. Mayoritas dari mereka lahir di tahun 2000 yang katanya tahun millenium. Saya tidak berani mengambil kesimpulan tentang keterkaitan mereka yang lahir di tahun 2000 ini dengan cara belajar dan motivasi mereka dalam belajar, hanya saja mereka (siswa/i kelas 9 di tempat saya mengajar) lebih membutuhkan tenaga ekstra dalam pendampingan dan juga "mengawal" motivasi belajar mereka.

Supaya tidak terlalu melantur dari judul yang saya berikan di atas, maka saya sekarang akan membicarakan gambaran umum mengenai ke mana mereka akan melanjutkan sekolah mereka pasca SMP. Sebagian besar siswa/i di tempat saya bekerja sudah "mempunyai" sekolah di mana mereka akan melanjutkan pendidikannya. Bahkan mereka sudah melunasi paling tidak 50% dari biaya yang harus dibayarkan untuk masuk sekolah itu. Yang lebih seru lagi ada di antara mereka yang sudah "memiliki" sekolah sudah melunasinya bahkan sebelum semester kedua di mulai.

Tanpa mendiskusikan alasan mengapa banyak sekolah swasta sudah membuka dan menerima murid baru bahkan di semester pertama, saya hanya akan membicarakan efek dari hal tersebut dan berhubungan dengan perubahan makna UN mulai tahun ini.

UN mulai tahun pelajaran ini menjadi bukan satu-satunya penentu kelulusan. Satuan pendidikan adalah yang menjadi penentu kelulusan para siswanya. Kemudian dengan ditambah mereka yang sudah "memiliki" sekolah lanjutan, menjadi lengkaplah "penderitaan" kami tenaga pengajar yang harus bekerja ekstra keras dalam mendampingi mereka.

Sebelum UN "resmi" dinyatakan sebagai bukan satu-satunya penentu kelulusan, saya dan kawan-kawan di sekolah tempat kami bekerja sudah merasa "berat" dalam mendampingi para siswa kami. Hal ini disebabkan oleh karena mereka yang sudah "mendapatkan" sekolah tadi dirasakan (dan memang nyata) rendah dalam motivasi belajar. Mereka tidak lagi berkeinginan mencapai yang terbaik dalam berbagai tes dan juga ujian yang diadakan sekolah dengan alasan: "tugas kami sekarang cuman lulus".Hal ini menjadi lebih berat lagi pasca adanya keputusan UN bukan penentu kelulusan. Bertambah turunlah motivasi para siswa dalam mempersiapkan diri untuk lulus.

Ketika ditanyakan kepada mereka, mengapa kembali bersekolah di sekolah swasta, banyak dari siswa kami yang menyatakan: karena sekolah itu aman dan nyaman bagi mereka. Hal ini dirasakan benar adanya. Bagi mereka yang pernah bersekolah di sekolah swasta yang berbiaya cukup "tinggi" pasti bisa merasakan keamanan dan kenyamanan tersebut (terlepas dari harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk membayar hal tersebut). Tidak bermaksud untuk menjadi pongah, tapi kami di sekolah ini memang teramat sangat jarang "menelantarkan" siswa/i kami. Menelantarkan di sini maksudnya adalah seperti tidak masuk kelas atau bahkan tidak masuk sekolah dalam waktu yang cukup panjang. Jika kami berani melakukan hal tersebut, maka tidak lama pasti kami sudah akan kehilangan pekerjaan kami.

Sedangkan ketika ditanyakan kepada pihak orang tua mengenai hal yang sama seperti di atas, jawaban mereka juga sama seperti jawaban putra/i mereka. Mereka menyatakan lebih baik mengeluarkan uang sedikit lebih banyak namun kualitas, keamanan, dan kenyamanan putra/i mereka tetap terjaga.

Dengan tidak mengecilkan peran sekolah swasta, saya berpendapat dengan sudah diterimanya siswa/i kelas 9 di sekolah swasta tersebut di satu sisi membuat siswa/siswi tersebut menjadi tidak termotivasi untuk melakukan yang terbaik dalam berbagai macam tes/ujian yang harus mereka hadapi dengan alasan bahwa tugas mereka adalah sekadar lulus. Sedangkan bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikannya di sekolah-sekolah negeri otomatis harus bekerja lebih keras karena hingga saat ini nilai UN adalah salah satu tolok ukur untuk dapat diterima di sekolah negeri tersebut. Dan usaha mereka yang ingin bersekolah di sekolah negeri lebih sering "terganggu" oleh mereka yang sudah "mempunyai" sekolah pasca SMP. Tren sekolah swasta saat ini adalah membuka pendaftaran murid baru (yang sekarang disebut dengan Penerimaan Peserta Didik Baru/PPDB)  jauh sebelum UN dilaksanakan (bahkan ada sekolah yang sudah membuka pendaftaran di bulan Agustus, hanya satu bulan setelah tahun ajaran baru dimulai, luar biasa) dengan alasan supaya dapat menyaring calon siswa dengan lebih baik (dibalik alasan yang sesungguhnya: takut tidak kebagian murid). "Kue" sekolah swasta memang semakin berat dari tahun ke tahun dengan banyaknya sekolah-sekolah swasta baru dengan dana besar dan menawarkan berbagai macam hal yang menarik kepada calon siswa dan orang tuanya.

Di sisi lain, untuk sekolah milik pemerintah harus mampu membuktikan kepada calon siswa dan juga orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta yang mahal bahwa sekolah milik pemerintah juga mampu memberikan keamanan dan kenyamanan yang sama seperti yang sekolah swasta mahal berikan. Saya sendiri mendukung siswa/i yang ingin melanjutkan sekolahnya ke sekolah negeri dengan alasan bahwa mereka belum nyaman sampai mereka dinyatakan diterima di sekolah negeri itu. Usaha mereka sampai "titik penghabisan" inilah yang menurut saya wajib diapresiasi.Mereka yang berkeinginan bersekolah di sekolah negeri "berjuang" lebih keras dibanding mereka yang sudah "memiliki" sekolah di sekolah swasta.

Sebagai simpulan, fenomena mereka yang hanya ingin bersekolah di sekolah swasta menjadi tantangan tersendiri bagi kami dalam upaya menjaga dan meningkatkan motivasi belajar mereka selama bersekolah di sekolah-sekolah yang kami layani. Semoga hal ini tidak menjadi hal yang rutin tiap tahun sehingga motivasi belajar para siswa tetap terjaga dan jika mungkin ditingkatkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun