[caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Tulisan Jaya Suprana kepada Ahok/Sinar Harapan"][/caption] Pada 23 Maret 2015 lalu
Surat Kabar Sinar Harapan menayangkan tulisan
Jaya Suprana berjudul
Renungan Jaya Suprana: Surat Terbuka kepada Ahok. Secara eksplisit surat ini adalah kritik pemilik Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) tersebut kepada Gubernur DKI Jakarta yang sering menggunakan kata-kata kasar di depan publik. Jaya juga mengungkapkan kekhawatirannya sikap Ahok itu bisa memantik kerusuhan anti-entis, khususnya Tionghoa, seperti yang pernah terjadi di Indonesia beberapa kali. Belakangan Ahok menanggapinya dengan mengatakan
Jaya masih memiliki otak warga kelas dua. Dari percakapan di social media saya melihat hampir semua orang menilai makna surat
seeksplisit apa yang tertulis:
kritik dan kekhawatiran. Namun bagi saya tulisan Jaya ini adalah
strategi public relation berkualitas tinggi,
punya makna intrinsik yang jauh lebih dalam dan mengandung pesan 'tersembunyi' yang coba dimasukkan ke bawah sadar pembaca. Dalam komunikasi, teks, gambar, suara, gestur dll hanyalah fasilitas untuk menyampaikan pesan. Pesan ini bisa diantar secara eksplisit seperti iklan mentega, atau implisit seperti iklan rokok. Ia bisa ditangkap secara mudah lewat nalar dan emosi, tapi juga bisa ditanamkan ke bawah sadar. Saya memandang Jaya mencoba bermain di area emosi dan bawah sadar.
Beberapa pertanyaan skeptis yang perlu diajukan oleh mereka yang menilai makna tulisan Jaya secara eksplisit adalah: 1. Sebagai tokoh nasional dari golongan Tionghoa, saya haqul yakin Jaya memiliki akses 24/7 ke Ahok. Bila ia mau mengeritik dan menasihati Ahok secara pribadi, buat apa lewat koran yang oplahnya lebih dari 300 ribu?
Kenapa dia tidak mendatangi Ahok langsung sambil ngopi-ngopi atau menelepon saja? 2. Tulisan ini secara eksplisit membuat Ahok tidak nyaman dan terbukti setelahnya dengan tanggapan Ahok yang ketus. Apakah Jaya tidak sadar bahwa tulisannya bisa menyinggung Ahok? Apakah ia memang sedang mencari permusuhan dengan Ahok?
Apa tujuan dan manfaat yang ia dapat dengan membangun permusuhan itu? 3. Secara eksplisit, tulisan Jaya memojokkan Ahok.
Padahal Jaya, meski seorang Tionghoa, ia besar dalam kebudayaan Jawa Tengah yang kaya akan eufimisme. Jaya juga bukan figur yang gemar berkonfrontasi di depan publik apalagi di acara debat televisi. Ia bukan orang yang tenar berkat memanfaatkan konflik. 4. Benarkah Jaya 'selugu' itu?
Padahal Jaya dikenal sebagai orang jenius. Ia bukan hanya pebisnis dan pemilik Jamu Jago, ia seorang pianis, komposer, inovator, kartunis, humorolog, penulis, public speaker dan presenter tv yang mengenyam banyak pendidikan dalam dan luar negeri. Jaya jelas bukan orang lugu, apalagi bodoh. Sebaliknya, ia jenius dan komunikasi adalah salahsatu bidang keahlian dan keterampilannya.
PRINSIP SURAT TERBUKA Surat terbuka meski ia hanya ditujukan ke satu pihak, tapi tujuannya jelas: publikasi massal.
Ia tak hanya ditujuan kepada pihak yang namanya tercantum, tapi juga memuat pesan dan mengandung kepentingan mempengaruhi orang banyak. Bahkan, tujuan mempengaruhi secara massal ini lebih sering menjadi tujuan utama ketimbang kepentingan menyampaikan sesuatu kepada pihak tujuan. Dengan menayangkan tulisan di surat kabar,
surat terbuka Jaya sebenarnya bukan untuk Ahok, tapi untuk kalangan luas. Ia coba menyampaikan pesan dan mempengaruhi pembaca yang dari dua golongan: etnis Tionghoa dan non-Tionghoa.
PROFIL JAYA Bisa membaca teks itu satu hal, kemampuan membaca pesan adalah hal lainnya. Dalam membaca kandungan pesan kita tidak boleh abai dalam membaca profil penyampai pesan. Beberapa hal yang bisa saya simpulkan berdasar profil Jaya adalah:
- aya adalah tokoh Tionghoa non-partisan yang membangun relasi sangat baik dengan kelompok di luar golongan Tionghoa. Ia bisa diterima semua pihak ketimbang tokoh-tokoh Tionghoa lain, terutama pebisnis. Bagi saya, ia adalah 'Duta' Tionghoa Indonesia.
- Jaya dikenal sangat dekat dengan Alm Gus Dur, Presiden RI yang dikenal sebagai 'Bapak Tionghoa' atau pemersatu keragaman Indonesia.
- Jaya adalah tokoh Tionghoa Indonesia yang berkontribusi dalam pengembangan seni, publikasi, sosial, budaya dan filantropi. Ia cenderung bersih dari kepentingan politik.
- Jaya adalah seorang Tionghoa Jawa yang adat budayanya bisa diterima kalangan luas, seperti santun, ramah, menghargai orang tua, pekewuh dan gigih.
KEMBALI KE ARTIKEL