Adalah seorang gadis Katrine, yang melanglang buana 11 tahun lalu dari negeri para penjelajah Viking, yang penduduknya hanya 6 juta orang, Denmark, ke kota yang penuh kemacetan dan polusi, Jakarta di Indonesia. Guna melarikan diri dari dukanya yang mendalam karena meninggalnya sang ayahanda tercinta. Mencari ketenangan di pusat kebisingan rupanya bukan suatu awal yang baik sehingga bukan hati tambah adem ayem namun luka semakin pedih di hati. Di ceritakan kemudian, si gundah Katrine kemudian merenung karena masygul akan hatinya yang kian merana dalam kebingungannya mencari arti kata sesungguhnya dari
‘love’. Suatu goncangan dalam batinnya membuatnya kembali merefleksikan diri, karena dari hati nurani terdalam ia merasa resah, masa iya rasa cinta dan sayang yang ia rasakan bisa terhapuskan karena ketidakmampuannya dalam menata rasa-rasa lain seperti duka nestapa, sedih, pedih, perih.. (
just name it…), renungannya kemudian meningkat menjadi penjiwaan terhadap rasa-rasa tersebut, apakah semua rasa itu bisa kemudian tetap menyatu dalam tali rasa yang terbesar, yaitu CINTA? Dan kemudian,melalui pengalaman batinnya di Jakarta itulah, ia tuliskan, sebarkan dan bukukan rasa cinta tersebut dalam wadah-wadahnya yang menurutnya mewakili cinta yang universal…bukan saja tentang sesama manusia, melainkan cinta terhadap keluarga, cinta romantisme dan cinta secara jasmani itu sendiri. Demikian sekelumit cerita yang dituturkan seorang
Katerine May Hansen, penyair, pengajar dan penulis buku yang minggu lalu tepatnya Sabtu, 1 Oktober 2011 siang mengenai awal kisah keberadaannya dalam mencintai Indonesia, dan berkembang dengan
Lovetrust Project; ia berkenan datang ke bumi Tadulako-Palu untuk bercengkrama, berdiskusi dan membagikan puisi-puisi cinta nya kepada para peminat sastra dan seni yang berkumpul di
Zaya Café Palu dan kemudian di malam harinya membacakan beberapa puisinya dengan berkolaborasi bersama para penyair Teluk Palu. Penampilan Katrine yang syahdu dan simple, kelembutan tutur bahasa dalam membawakan puisi-puisi indahnya (meskipun dalam bahasa Inggris) yang menekankan makna, mempesona para penyuka syair yang datang memenuhi Gedung Juang, Palu malam itu. Kolaborasi yang cantik dan berani, memberikan tampilan eksotis terhadap karya-karya Katrine bersama pelaku-pelaku seni kota penghasil Bawang Goreng ini, membuat penonton merasakan aura cinta yang bertubi-tubi mendera kalbu (cieilee, bener-bener poetika jurnalistik kalau gini ya?)
KEMBALI KE ARTIKEL