Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Perempuan Lajang: yang Ribut Biarlah Ribut Sendiri (yang Mereka Bilang Itu Salah)

4 Agustus 2010   05:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:19 442 0
“Terlalu mentingin karir, sih. Makanya belum menikah.”
“Ga usah mikirin sekolah lagi. Nikah aja dulu.”
“Di bawah 17 tahun, siapa loe? Di usia 25, siapa sih? Di usia 30, siapa aja deh.”


Anda bagian dari orang yang pernah berkata seperti itu kepada seorang perempuan yang sudah cukup umur tapi belum menikah ataukah Anda korbannya? Siapapun Anda, jangan pernah katakan dan hiraukan lagi kata-kata itu. Menurut saya, semuanya salah.

Kalimat pertama mewakili pernyataan  “kamu belum menikah karena sibuk bekerja.” Padahal yang terjadi sebaliknya, yaitu “saya sibuk bekerja karena saya belum menikah.” Saya pernah mendapat ucapan ini dari salah seorang sahabat lama dan saya biarkan saja. Yang jelas, saya bukan orang yang antinikah. Menurut saya, menikah itu penting. Tapi, haruskah saya tidak bekerja dan tidak sibuk bekerja dan tidak menggunakan kesempatan berkembang yang Allah berikan kepada saya agar semua orang tidak mengatakan “gara-gara sibuk berkegiatan saya belum menikah”? Kalau sudah menikah, otomatis saya memiliki imam yang harus saya amini apa maunya (selama itu baik). Suami berkata tidak usah bekerja, tidak ada masalah. So what gitu loooo…

Komentar kedua sebenarnya tidak jauh berbeda dengan komentar pertama. Aneh sekali rasanya harus menunda S2 atau S3 gara-gara menunggu jodoh.  Andai Anda muslimah berusia 25 tahun dan ternyata jodoh Anda ditakdirkan datang pada usia 35 tahun, alangkah naifnya Anda menunda kesempatan (jika ada) untuk melanjutkan pendidikan hanya dengan alasan supaya mudah mencari pendamping. Anda pikir malaikat akan mencatat itu sebagai amal? Justru jika Anda menggunakan waktu sebaik mungkin, itulah yang akan dijadikan timbangan kebaikan di hari nanti.

Apa yang salah dengan perempuan lajang berpendidikan S2 atau S3? Laki-laki tidak mau mendekatkah, sulit mencari  jodohkah? Kalau si laki-laki tidak mau mendekat karena masalah pendidikan bukankah itu berarti masalahnya ada pada si laki-laki? Jadi mengapa perempuan yang dijadikan obyek alasan. Atau adalah dalam Al Qur’an dan hadits dijelaskan perempuan berpendidikan tinggi akan mendapat kehinaan dan derajat yang rendah?

Cobalah Anda, para perempuan lajang, berpikir. Tidak mustahil Anda akan mendapatkan seorang suami yang harus didampingi dengan pola pikir yang tidak biasa, perlu wawasan lebih, perlu pengetahuan lebih. Percayalah, pengalaman kerja dan pendidikan Anda justru sangat berguna ketika Anda menikah nanti. Jadi gunakanlah kesempatan yang Allah berikan kepada Anda untuk menimba ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya untuk kehidupan di masa depan, termasuk untuk berumahtangga. Bayangkan suami Anda panik dengan tugas kantornya, bingung dengan krisis manajemen di perusahaannya, repot dengan makalahnya. Dengan kemampuan yang Anda miliki  Andalah yang menjadi  konsultan pribadinya.

Jadi, tidak ada yang salah dengan karir dan pendidikan Anda. Atau Anda memilih hanya diam saja menunggu jodoh Anda datang. Apakah dengan berdiam diri Anda lepas dari sentilan kiri-kanan seputar masalah pernikahan? Tidak bukan? Percayalah, perempuan hebat akan mendapat suami yang hebat.

Kalau Anda sudah memahami penjelasan di atas, Anda akan tahu betapa kalimat ketiga menggambarkan “perempuan berusia 30 tahun ke atas itu blo’on, asal pilih, sudah tidak bisa berpikir jernih, tidak punya kriteria lagi.” Menurut saya, kalimat ini tidak hanya melecehkan perempuan lajang, tapi semua perempuan, termasuk ibu dan nenek kita.  Di zaman canggih seperti ini, hanya perempuan panikan dan terdesak yang melakukan itu. Sebaliknya, semakin dewasa seorang perempuan, semakin matang ia menimbang segalanya, semakin memilihlah dia. Jelas, karena Anda semakin cerdas. Dengan apa yang Anda miliki sebagai perempuan lajang, justru Andalah yang memilih siapa yang Anda inginkan, bukan?

Kesimpulannya, untuk para perempuan lajang,  jangan pernah berkecil hati. Nikmati hidup Anda. Jadikan hidup Anda berkualitas dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat. Yakinlah Allah memberi amanah sesuai kesanggupan kita. Teman Anda yang sudah menikah mungkin tidak akan sekuat Anda menghadapi omongan nyinyir orang-orang sekeliling seandainya dia belum menikah. Karenanya Allah mempercepat jodohnya.  Begitu juga sebaliknya.

Akhirnya, artikel ini tidak menganjurkan Anda untuk menunda pernikahan atau bahkan tidak menikah. Menikahlah karena menikah itu membawa Anda pada kemapanan jasmani dan ruhani. Wallahu a’lamu bisshawab.

Penutup

Dua hari lalu aku bertemu dengan perempuan yang sudah sembilan tahun menikah tapi belum dikaruniai seorang anak. Katanya,"Ditanya anak rasanya sama dengan ditanya mengapa belum menikah." Aku menjawab,"Seandainya kita bertukar tempat, mungkin aku tidak sanggup menjadi mbak, dan mbak tidak sanggup menjadi aku. Itu kebijakan Allah, mbak." (Menanggapi beberapa komentar: bagian penutup ini tidak berarti "menyamakan" derita, tapi sekadar gambaran agar kita bisa saling bersimpati dan berempati pada masalah orang lain, tidak mengikuti kemauan mulut kita yang sulit dikontrol. Bahwa bagaimana pun apa yang terjadi pada kita saat ini adalah yang terbaik dan apa yang dihadapi orang lain, meski terlihat mudah, belum tentu bisa kita hadapi kalau kita yang mengalaminya saat ini.)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun