Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Dari Tanjung Perak Sampai Tanjung Priok

24 Maret 2013   17:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:18 166 0

sidang di hadapan juri dari beberapaPerguruan Tinggi ternama di Indonesia dalam sebuah ajang penulisan naskah kebudayaan daerah yang diselenggarakan Dirjen Kebudayaan RI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Saat itu terpilih lima makalah yang terpilih sebagai finalis yang harus mempertanggungjawabkan di hadapan dewan juri. Makalah saya berjudul “ Kekerasan dalam Kelompok Sosial Masyarakat Madura” sebuah tulisan yang membahas makna kekerasan bagi setiap kelompok sosisl dalam masyarakat Madura. Pemaknaan tersebut akan berbeda dari setiap kelompok dilatari oleh pengalaman pendidikan dan pergaulan yang mereka lakukan.

Naskah yang cukup berat untuk bisa mengubah streotipe kekerasan yang selalu diidentikkan dengan orang Madura. Namun, sebuah usaha untuk mengubah sudut pandang orang lain sehingga tidak selalu terpaku kepada stigma negatif adalah penting. Bahwa selain “kekerasan” yang diidentifikasikan masih banyak kearifan-kerifan lokalyang perlu dikedepankan.Tawaran yang disodorkan dalam makalah itu tidaklain adalah upaya untuk membuka cakrawala baru mengenai kultur masyarakat Madura sehingga tidak hanya terpaku pada hasil penelitian Elly Town Bousma yang mengidentikkan kekerasan dalam masyarakat Madura mirip dengan kekerasan yang dilakukan oleh Mafia di Sisilia.

Dalam kurun 20 tahun dalam satu masyarakat telah muncul satu generasi baru yang mengalami perkembangan secara dinamis sehingga juga memungkinkan munculnya kecenderungan perubahan-perubahan soisokultural. Pemaknaan terhadap carok telah banyak berubah ketika generasi baru bersintuhan dengan dunia pengetahuan yang lebih luas dan mereka menyerap informasi dari berbagai piranti teknologi yang menyerbu ke dalam kehidupan dan ruang pribadi mereka. Mereka taklagiidentikdengan pakaian gombor warna hitam dan udeng di kepala serta senjata tajam di genggaman. Mereka juga mengenal mode terakhir dengan rambut punk atau dengan warna pirang, celana jeans, dan musik K-Pop yang mengintervensi sampai ke ujung desa. Saya hanya meyakinkan bahwa perubahan itu berlangsung dinamis dan akulturatif.

Etembhang pote mata, ango’an pote tolang” (daripada putih mata lebih baik putih tulang) memiliki makna lebih baik mati daripada menanggung malu. Peribahasa madura yang sebenarnya menyandang makna luhur untuk senantiasa bersikaphati-hati jangan sampai berbuat malu, lebih baikmati jika sampai berbuat malu. Betapa arief para leluhur orang Madura yang mengutamakan kesantunan dan persaudaraan. “Bila ponca paste palotan.bila kanca paste taretan”bila berteman pasti bersaudara. Suatu sikap memaknai pertemanan yang tulus bukan hanya sebagai teman tetapi bisa menjadi saudara sedarah sedaging.

Kearifan-kearifan semacam yang coba saya tawarkan dalam makalah yang akan dipresentasikan di hadapan dewan juri. Ada tujuh orang juri yang menyidang saya dalam sebuah ruang sidang. Cuma ada dua orang yang sangat saya ingat karena sangat memojokkan saya saat sidang. Pertama Bapak Ayat Rohaedi dari Universitas Indonesia dan kedua Bapak Sardjono Yatiman dari Universitas Gajah Mada. Namun dua orang ini kemudian memicu saya untuk berani berbeda pendapat di waktu-waktu berikutnya.

Penguji pertama, pak Ayat Rohaedi saya sempat kaget dengan model pertanyaanyang diajukannya. Makalah saya dipegang di ujung jarinya dan dilambaikan ke udara.Dengan lantang dan tersenyum tipis dia berujar, “ Saya baru tahu orang Madura baik, di makalah yang saudara buat. Di Jakarta orang Madura banyak, tetapi tidak seperti yang saudara tulis dalam makalah.” Bahkan pak Ayat Rohaedimemberikan beberapa contoh kriminal yang dilakukan orang Madura di Jakarta. Saya menerima beberapa contoh negatifyangdikemukakan Pak Ayat, tetapi saya punya hak untuk menyampaikan realitas yang lain yang tumbuh dalam masyarakat saya. Penjelasan saya saat itu adalah keuletan dan kesungguhan orang Madura patut dihargai.Sepanjang wilayah pelabuhan dari Tanjung Perak sampai ke Tanjung Priok akan bertemu dengan orang Madura. Merekabekerja dari sebagai pemilah besitua dan barang bekas sampai mereka yang kemudian bisa memiliki pengolah limbah plastik dan menjadi pengusaha. Mereka yang bekerja sebagai kuli tetapi kemudian berhasil membuka usaha mandiri.

Pak Sardjono Yatiman lebihbanyak menyoroti hubungan organisasi keagamaan masyarakat Madura dan pilihan politik, dan saat itu hanya ada dua partaipolitik Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya. Pak Yatiman langsung menyodorkan persoalan bahwa orang Madura adalah orang yang oatuh pada Kyai, organisasi masyarakatnya Nahdlatul Ulama (NU) dan pilihan politiknya PPP. Saya tidak bisa menerima pernyataan pak Yatiman, karena organisasi kemasyrakatan yang ada amat beragam. Organisasi keagamaan selain NU di Madura juga berkembang Organisasi Muhammadiyah. Orang Madura dekat dengan Kyai,karena peran Kyai amat besar dalam pembinaan masyarakat.Para kyai yang membuka diri untuk menjadi tumpuan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan mereka tanpa pamrih. Kyai sebagai tokoh atau pimpinan, anutan, sekaligus sebagai tempat tumpuan pemecahan permasalahan yang berkembang dalam masyarakat. Serta berbicara mengenai perkembangan apendidikan di Madura tidak bisa dilepaskan dari peran Kyai dengan lembaga pesantrenyang menjadi cikal bakal perkembangan pendidikan di Madura. Alasan pak Yatiman mengatakan orang Madura pilihan politiknya PPP tidak berdasar, karena pada saat itu hasil pemilu di Madura dimenangkan partai Golkar jadi saya katakan Golkar merupakan pilihan politik orang Madura. Diindikasi pemilu saat itu dipenuhi dengan kecurangann dan penggelembungan suara, namun penguasa tetap mengesahkan Golkarsebagai pemenang di wilayah Madura.

Membicarakan hal negatif takakan ada habisnya. Setiap mengorek kehidupan akan selalu ditemui hal-hal negatif yang harus ditinggalkan dan mengambil hal positif untuk dijadikan arahan menuju masa depan. Pun juga dalamamsyarakat Madura banyak hal yang bersifat positif, kearifan-kearifan lokal yang tumbuh di tengah masyarakat dan harus terus diaktualisasikan secara dinamis.

Meski bukan pemenang pertama dalam lomba tersebut, tetapisaya puas bisa, mengubah sudut padang mengenai perilaku orang Madura, dan berbagai kearifanyang dimilikinya dan belum banyak dikenal masyarakat luas. Madura yang unik dan salah satu bagian darirepublik yang banyak menghasilkan produksi garam dan tembakau Madura yang diekspor sampai ke Bremen – Jerman.

Saya tidak malu menyebut sebagai orang Madura, karena saya dilahirkan di tanah Madura bagian dari bumi pertiwi, meminum airnya, menghirup udaranya yang segar. Tanah yang dihuni oleh para pekerja ulet dan tangguh, mereka yang suka bekerja keras tersebar dari tanjung perak sampai tanjung priok. Para pekerja yang pantang menyerah dan kepada Tuhan berserah.(Hidayat Raharja)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun