Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Ini Rahasianya Kenapa Sertifikasi ISPO Petani Sawit Banyak Hambatan

21 Oktober 2021   08:40 Diperbarui: 21 Oktober 2021   11:36 468 1
Petani Sawit Lebih Sejahtera dan Lebih Terorganisir dengan Sertifikasi Sawit Berkelanjutan ISPO Namun Masih Banyak Hambatan.

Demikian Kesimpulan yang disampaikan pada Webinar Narasi Insitute yang berjudul Mendorong Sertifikasi Berkelanjutan bagi Petani Sawit: Tantangan dan Peluang pada Selasa (19/10) lalu.

Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dianggap penting khususnya bagi para petani kelapa sawit skala kecil. Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit, Manselius Darto, mengungkapkan para petani kelapa sawit skala kecil biasanya terpencar.

Darto mengatakan adanya sertifikasi ISPO harusnya bisa membuat para petani tergabung dalam satu lembaga. Sehingga bisa membantu meningkatkan kinerjanya.

“Terkait dengan ISPO seperti ini juga bahwa para petani sawit di daerah skala kecil mereka berpencar-pencar. Salah satu poin dari sertifikasi baik ISPO atau RSPO itu adalah bagaimana para petani skala kecil itu harus bisa terorganisir dalam satu kelembagaan petani. Penting ada road map yang jelas. Kelembagaan petaninya juga harus dibuat secara rapi,” kata Darto saat webinar yang ditayangkan di Youtube Narasi Institute, Selasa (19/10).

Selain itu, Darto menganggap yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana ada kemitraan antara para petani kelapa sawit khususnya dengan korporasi. Kemitraan tersebut dirasa membuat petani kecil bisa lebih baik dalam mengolah perkebunan kelapa sawit.

Darto mengharapkan ada transformasi dalam pengelolaan kelapa sawit di Indonesia. Ia menegaskan perubahan tersebut harus berpihak ke para petani kecil.

“Penting untuk perbaikan di level pabrik, penting transformasi saat ini di mana petani menjual ke tengkulak rantai suplai terlalu panjang. Kemudian sistem ini perlu diubah agar ada kemitraan yang lebih baik dan di sini membutuhkan peran pihak perusahaan melakukan pemberdayaan bagi para petani sawit skala kecil di daerah,” ujar Darto.

Lebih lanjut, Darto belum bisa memastikan para petani kelapa sawit saat ini sudah sejahtera atau belum. Menurutnya ada beberapa aspek yang harus dipenuhi agar petani sawit bisa sejahtera seperti dengan luas lahan yang dimiliki.

“Kalau mau petani sejahtera itu tergantung beberapa aspek, luas lahan, harga TBS tak boleh di bawah 1200 per kilo, terus harus memiliki lahan pangan. Jumlah anak 2 tapi di lapangan anak lebih 2 dan masih menanggung nenek juga dengan luas lahan kurang, terus butuh kemitraan lebih adil,” tutur Darto.

Musdalifah Mahmud Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian RI  menekankan pentingnya sertifikasi petani kecil untuk mendukung pengembangan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia. Kelapa sawit dianggap sebagai komoditas terpenting baik bagi perekonomian maupun kesejahteraan banyak petani kecil

"Data Kementerian RI mencatat bahwa kontribusi minyak sawit terhadap lapangan kerja nasional - menyerap lebih dari 16,2 juta pekerja - dan total ekspor, dengan total nilai ekspor tertinggi sekitar $ 20,38 miliar dolar per Agustus 2021 dengan total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 16,3 juta ha tersebar di 26 provinsi dan 217 kabupaten." Ujar Musdalifah Mahmud dalam Zoominari Kebijakan Publik Narasi Institute Selasa (19/10).

Musdalifah Mahmud mengingat bahwa kondisi geografis perkebunan kelapa sawit menyebabkan karakter petani kelapa sawit berbeda, yang menjadi tantangan utama penerapan ISPO.

"Terkait Petani sawit, banyak isu-isu mendesak mengenai perkebunan skema plasma termasuk produktivitas yang rendah karena rendahnya kualitas pupuk, kurangnya pengetahuan tentang praktik pertanian yang baik (GAP), organisasi yang buruk, dan kurangnya akses ke bantuan modal dan keuangan". Ujar Ibu Mus sapaan Musdalifah Mahmud.

Musdalifah Mahmud merekomendasikan petani segera mengadoptasi sertifikasi ISPO untuk mengatasi persoalan produktifitas karena dengan demikian peremajaan perkebunan skema plasma, penerapan praktik pertanian yang baik (GAP), dan perbaikan proses administrasi dan dokumentasi dapat dilakukan dengan mudah.

"Terdapat dua regulasi ISPO baru antara lain Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 10 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panitia Pengarah ISPO dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan ISPO dan pemerintah saat ini sedang memfinalisasi Permenperin tentang penerapan ISPO di sektor hilir untuk memastikan kelapa sawit berkelanjutan dari perkebunan hingga produk akhir. Semua itu untuk memberikan payung hukum dan prosedur yang lebih baik untuk masifikasi sertifikasi ISPO" Ujar Musdalifah.

Musdalifah menggarisbawahi bahwa program “Strengthening Palm Oil Sustainability in Indonesia” (SPOS) merupakan penggerak utama percepatan penerapan ISPO.

"Beberapa isu penting yang telah ditangani melalui ISPO baru dengan meningkatkan partisipasi, memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam komite ISPO dan lembaga sertifikasi. Sertifikasi ISPO merupakan komitmen kuat Indonesia terhadap minyak sawit berkelanjutan dan berfungsi sebagai alat/platform untuk membuktikan kampanye negatif yang salah tentang minyak sawit Indonesia di pasar domestik dan internasional, serta platform untuk mengikutsertakan petani kecil dan meningkatkan kualitasnya. melalui penerapan sertifikasi ISPO: Ujar Mus.

Diana Chalil, Peneliti dari Consortium Studies On Smallholder Palm Oil (CSSPO) dan dosen Universitas Sumatera Utara mengatakan penerapan sertifikasi tidak secara langsung meningkatkan aksi kolektif mengingat karakteristik petani kecil di Indonesia yang berbeda yang mempersulit pengorganisasian petani ke dalam satu manajemen.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun