22 Maret 2022 19:00Diperbarui: 22 Maret 2022 19:033170
Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, namun kedua sejoli itu masih saja mengolah rasa ditemani gelas kopi yang sudah nyaris kosong di depan mereka. Obrolan yang sudah mulai jarang terurai dari bibir masing-masing tetapi hati masih enggan berpisah meskipun logika sadar esok hari Senin di mana mereka harus sampai kantor sebelum pukul 8 pagi. Toh mereka tak perduli. Bahkan untuk membunuh rasa kantuk yang sudah meronta di pelupuk mata, dengan sengaja sang perempuan meletakkan kepalanya di bahu sang lelaki. Lelaki itu tak bergeming bahkan tetap fokus dengan sudut pandang matanya yang tengah menatap keluar kaca di depan mereka. Baginya cukup dengan wanita di sampingnya nyaman maka apapun akan ia lakukan. Ia tak mengharapkan apapun darinya sebab bisa bersamanya malam ini sudah lebih dari cukup.
Bendungan Hilir atau Benhil adalah salah satu kelurahan di Jakarta Pusat. Orang menyebutnya surga makanan di mana kamu bisa mendapatkan berbagai macam panganan dengan mudah, mulai dari makanan tradisional ataupun makanan high class. Semua ada. Dan di sinilah mereka. Di salah satu cafe di samping Pizza Hut. Menghabiskan malam dan menikmati kebersamaan yang terasa begitu manis. Di dalam cafe hanya tersisa mereka berdua saja, sementara di smoking area ada beberapa pasangan lain yang tengah menghabiskan malam seperti mereka. Hanya sayangnya pemandangan yang bisa mereka saksikan lewat kaca yang membatasi mereka dengan pengunjung lain itu tampak begitu ganjil bagi mereka berdua.
"Uhm, mereka ketemuan dan duduk di meja yang sama tapi sibuk dengan hape masing-masing. Terus ngapain ketemu?"
Perempuan yang masih asyik menopang kepalanya di bahu kekar laki-laki di sampingnya itu hanya tersenyum kemudian terkekeh sebentar menanggapinya. Ia tahu lelaki ini begitu kritis tentang segala hal. Begitu perasa. Sangat perhatian dan sensitif.
"See! Pasangan yang sebelah sana juga gitu. Asyik maen game tapi ceweknya dicuekin." Ucapnya dengan nada sebal.
"Mas, uda ah. Biarin aja mereka mau ngapain, itu hak mereka."
Lalu pandangan lelaki dengan tinggi badan 173 cm itu beralih ke jam tangannya.
"De, uda jam 1.20 pagi loh. Ga mo pulang? Besok ngantor kan?"
"Uhhmmmm" Perempuan bernama Yuza itu hanya bergumam tanpa merubah posisinya.
"Sepuluh menit lagi, mas. Pleaseeee..."
"Aku sih ga masalah mau nemenin kamu di sini sampe jam berapa pun. Tapi kasian kamunya besok ngantor  pagi loh."
"Yauda, yuk pulang! Mas juga kan besok harus ngantor pagi, belom lagi dari Benhil ke Tanjung Priok jauhnya minta ampun."
Yuza bangun menegakkan kepalanya lalu duduk termangu sesaat. Tak lama Aru sudah berdiri sempurna lalu mengulurkan tangan kanannya ke arah Yuza. Ia tahu perempuan ini masih enggan beranjak. Kemudian setelah memberikan sebuah senyuman tepat ke dalam mata Aru, Yuza meraih tangan itu dan turun dari kursi yang memang agak tinggi. Aru menggenggam tangan itu menuju parkiran motor lalu melepaskannya ketika akan memakaikan helm ke kepala Yuza.
"Nih, pake helm-nya dulu."
"Siap, boss! Lagian cuma 200 meter doang ke kostanku dari sini, mas." Tukasnya meledek.
"Safety is priority, young lady!"
"Well noted, Sir!" Kekeh Yuza sembari tersenyum dan memandangi wajah teduh lelaki di depannya dengan intens sementara ia sibuk menyatukan pengait helm agar terpasang dengan benar.
Jalanan di sekitar pasar Benhil sudah sepi aktivitas, hanya terlihat beberapa pedagang warung tenda  yang sedang membereskan dagangannya. Motor yang dilajukan Aru masuk ke dalam gang di belakang restoran Padang Sederhana, kemudian berhenti di sebuah gerbang bangunan berlantai 4 dengan mesin masih menyala. Serta merta Yuza turun dari boncengan lalu berusaha melepas kait helm yang dipakainya.
"Mas, susaahhh." Keluh Yuza sembari memonyongkan bibirnya beberapa senti.
Sejenak Aru tersenyum gemas melihat kelakuan perempuan di depannya itu, lalu menyingkirkan tangan Yuza dengan lembut sebelum akhirnya kait itu terhempas bersamaan dengan helm yang terlepas dari kepalanya.
"Uhm, mas Aru emang paling bisa diandelin." Â Ucap Yuza dengan wajah berbinar.
"Uda gih sana masuk, gosok gigi trus langsung tidur."
"Yauda mas jalan, biar aku liatin sampe ilang di gang."
"Kamu yang naek ke atas duluan, de. Mana bisa aku pergi sebelum mastiin kamu masuk dengan selamat."
"Iya deh, iya. Aku masuk yah, mas. Makasih uda nemenin aku ngobrol sampe pagi. Kabarin kalo mas uda sampe ya."
"Iya. Buruan masuk!"
Yuza membuka gerbang di depannya lalu menguncinya kembali seraya melambaikan tangan sebelum akhirnya  menghilang di balik pintu kaca kostannya tersebut. Lalu dari jendela kaca di lantai dua sejenak ia menengok ke bawah, tersenyum melihat motor Aru menghilang di balik gedung sebelah sebelum akhirnya ia naik ke lantai tiga kamarnya.
***
"Za, dokumen ini tolong minta tanda tangan boss lo dong. Urgent nih! Sebelom jam makan siang gue ambil ya." Seru Dea sembari meletakkan sebuah map berwarna merah lengkap dengan label sign here-nya.
"Iya, lo taroh meja gue aja. Gue mau ke toilet dulu, cuci muka." Jawab Yuza seraya berdiri.
"Kenapa lo? Baru jam 9 pagi uda cuci muka aja."
"Ngantuk gue, semalem baru tidur jam 3 pagi."
"Etdah busyeett! Ngapain aja lo, Za?"
Tanpa sempat menjawab, Yuza sudah ngeloyor ke toilet gedung yang terletak di bagian pojok kanan unit kantornya. Di depan kaca wastafel, ia basuh wajahnya beberapa kali dengan air sembari sesekali menepuk-nepuk kedua pipinya agak keras berharap rasa kantuk bisa sedikit berkurang.
'Sial! Ga lagi-lagi deh gue begadang kalo besok paginya ngantor.' Umpatnya dalam hati.
***
"Mas di mana?" Seru Yuza via telfon yang lebih mirip teriakan untuk menandingi suara riuh ratusan manusia yang tengah berolahraga dalam moment Car Free Day (CFD) di jalan Sudirman Minggu pagi ini.
"Depan Komdak, de. Kamu di mana?"
"Lah jauh, uda sampe sana. Aku di depan BRI."
"Abis nungguin kamu lama, lari duluan tadi. Yauda tunggu situ aja, mas lari ke sana sekarang."
Tak sampai 5 menit Aru sudah tersenyum simpul menatap Yuza yang tengah asyik selfie di tengah kerumunan orang yang lalu lalang.
"Mau foto atau mau olahraga, eh?"
"Ish mas, bikin kaget aja!"
"Yauda, yuk mulai lari."
"Kita naik ke lingkar Semanggi aja yuk, mas. Di sana banyak spot bagus buat foto." Tukas Yuza sembari memamerkan deretan gigi putih yang berbaris rata.
"Tuh kan, niatnya mau foto bukan olahraga."
"Kan ini judulnya menyelam sambil minum air, mas. Hahaha"
Dengan susah payah Yuza menyeimbangkan langkah Aru yang berlari lebih dulu darinya. Maklum saja, Aru seorang runner yang sudah sering memenangkan lomba lari dan menyabet beberapa mendali, sedangkan Yuza sendiri begitu malas berolahraga. Beruntung ia memiliki badan ideal yang agak susah gemuk.
"Maassss! Jangan cepet-cepet larinya ish! Kaya mau lomba lari aja." Sewotnya sembari berhenti dan mengatur nafas.
Aru menghampirinya, menertawakan kelucuan perempuan di depannya sembari geleng-geleng kepala.
"Sini, ade ikutin mas lari aja. Mas kurangin deh kecepatan larinya."
Serta merta Aru meraih tangan kanan Yuza, menggenggamnya erat lalu mulai berlari pelan menaiki lingkar susun Semanggi yang menjadi salah satu land mark-nya Jakarta itu.
"Nah, di sini bagus buat foto, mas!" Seru Yuza sembari meletakkan jari jempol dan telunjuknya di udara.
"Okay, bentar  mas fotoin."
Aru membuka tas kamera, kemudian mengeluarkan kamera Canon 600D miliknya.
"Eh, terus kameraku dibawa buat apa ini?" Ucap Yuza yang urung mengeluarkan kameranya.
"Pake  punya mas aja, de. Biar mas punya foto kamu."
Yuza sesaat terkesiap mendengar ucapan Aru barusan. Bohong jika ia tidak merasa ada desir aneh dalam hatinya, namun ia tahu ia tak berhak memiliki rasa terhadap Aru.
"De, kok bengong? Katanya tadi minta foto."
"Eh, i-iyaa, mas."
Cekrek cekreek cekreekk
Aru menatap puas ke layar kameranya. Tak terasa sudah puluhan foto yang ia ambil dengan Yuza sebagai modelnya. Tak sulit mendapatkan foto bagus dari perempuan itu karena ia tipe fotogenic yang pandai berpose ditambah spot foto yang mendukung.
"Bagus ga, mas?"
"Bagus dong, siapa dulu yang moto."
"Idih, ge-er!" Cibir Yuza pura-pura sebal.
"Hahaha. Nanti mas masukin ke google drive dulu ya, baru mas kirim ke kamu."
"Okeee. Mas, cari makan yuk! Aku laper nih."
"Loh ade kan belom olahraga, ko uda mau makan aja?"
"Udahan ah, capeee! Tadi kan uda lari sama mas. hehehe"
"Dasaaarr! Ngajak CFD katanya mau olahraga taunya malah foto-foto. Yauda mau cari makan di mana?"
"Ke Grand Indonesia aja yuk, mas?"
"Jauhnya, de. Di deket kostan ade kan banyak tempat makanan."
"Boseeenn."
Akhirnya Aru hanya menuruti permintaan Yuza. Mereka menuju salah satu mall dengan grade A tersebut dengan menggunakan bus Trans Jakarta sebab motor Aru diparkirkan di Dukuh Atas, sedangkan kendaraan tidak ada yang boleh masuk ke jalan Sudirman sebelum jam 10 pagi. Satu-satunya kendaraan yang boleh melaju hanya Trans Jakarta dengan jalur khususnya.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.