Tapi entah kenapa, begitu saya kuliah, menulis cerpen rasanya bukan lagi hal yang mudah seperti saat saya masih duduk di bangku SMP/SMA. Mungkinkah dalil - dalil Newton atau Relativitas Einstein membuat ruang khayal di otak saya menjadi terbatas? Saya tak tahu, tapi yang jelas selama kuliah tak satupun cerpen yang berhasil saya tulis. Kalaupun saya paksakan biasanya hanya setengah jadi, kemudian tergeletak begitu saja karena saya seperti kehabisan kata - kata. Aktivitas menulis saya ketika kuliah hanya terbatas menulis diary, laporan dan skripsi.....
Begitu lulus kuliah dan kemudian berumah tangga, aktivitas menulis saya justru semakin menurun. Saya tak lagi menulis diary, dan aktivitas menulis hanya terbatas menulis soal - soal Fisika untuk dikerjakan murid - murid saya.
Sekitar satu setengah tahun yang lalu, sebuah catatan di facebook teman, menggugah kembali keinginan saya untuk menulis. Mulailah saya mengikuti jejak teman, menulis catatan di facebook. Dari sekedar menulis catatan di facebook, gairah menulis saya perlahan mulai tumbuh begitu bertemu dengan kompasiana ini. Meski pun tulisan - tulisan saya sebagian besar berupa opini dan beberapa puisi. Kalaupun ada sebuah cerpen yang saya tulis di kompasiana, betul - betul sebuah cerita pendek yang benar - benar pendek! Itupun saya tulis dengan perjuangan luar biasa, karena, itu tadi, sepertinya daya khayal otak saya untuk membuat cerpen belum pulih.
Suatu ketika, seorang sahabat bercerita panjang lebar tentang permasalahan pribadinya. Dengan gaya bercanda, saya bilang, "Seru juga kisahmu itu kalau saya buat novel, ya!"
Setengah berseloroh dia pun menimpali ucapan saya, "Ya sudah, buatkan saja aku novel tentang kisahku ini. Atau setidaknya sebuah cerpen..!"
Wow... novel? Saya termenung, iya ya, kapan saya bisa mulai membuat buku atau novel ya? Mampukah? Bisakah?
Bagi seorang Habiburrahman El Shirazy, membuat novel mungkin semudah membalikkan telapak tangan. Lihat saja novel - novelnya yang monumental, seperti, Ayat - Ayat Cinta atau Ketika Cinta Bertasbih, begitu menyedot perhatian publik karena beliau begitu lihai bertutur.
Atau bagi seorang JK Rowling. Begitu mudahnya dia membuat sebuah cerita yang sangat panjang, terstruktur, penuh daya tarik, menyimpan misteri dan terangkai begitu indah. Padahal, konon katanya, cerita Harry Potter dia tulis di atas kertas tisu pada awalnya, ketika sedang berada di sebuah kafe. So amazing! Cerita iseng yang dibuat dengan serius!
Sering saya mengkhayal, suatu ketika saya akan seperti dua idola saya itu, bisa menulis novel yang tersusun indah dan menarik ribuan orang atau bahkan jutaan. Tapi, khayalan itu masih tetap sekedar sebuah khayalan hingga detik ini. Saya punya sebuah judul, ide cerita ada, tapi masih tetap saja tak tahu bagaimana harus merangkainya dalam sebuah jalinan cerita. Sungguh, bagi saya menulis novel jauh lebih sulit dari dalil - dalil Newton yang saya pelajari.
Mungkin saya harus terus belajar, belajar, dan belajar untuk menulis, mengasah kepekaan dan mencermati karya - karya hebat. Dengan begitu saya harap mimpi saya menjadi nyata, minimal sebuah buku bisa saya buat meski tidak monumental dan terkenal seperti karya - karya JK Rowling dan Habiburrahman. Semoga saja!
Salam Kompasiana!