Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Antara Seks dan Gender dalam Kesetaraan dan Dinamisasi

16 April 2012   23:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:32 1427 0

Tuhan menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, termasuk yang sering di sebut dengan laki-laki dan perempuan. Dua makhluk itumemang diciptakan berbeda, yang paling lugas adalah jenis kelaminnya yang sering disebut dengan seks. Penentuan jenis kelamin yang paling mudah adalah merujuk tanda pada alat kelaminnya (genital), maka ketika bayi lahir penentuan jenis kelamin dapat dilihat pada tanda-tanda tersebut. Perbedaan yang mendasar adalah perempuan mempunyai rahim sehingga bisa melahirkan dan mempunyai kelenjar susu sehingga bisa menyusui. Pada seks merupakan sesuatu tanda biologis yang telah ditetapkan (given) dari Tuhan untuk membedakan perempuan dan laki-laki yang hal itu tidak dapat dipertukarkan, yang sering disebut dengan kodrat.

Manusia dari bayi baik itu perempuan dan laki-laki akan mengalami perkembangan. Untuk itu kedua makhluk yang berbeda jenis ini harus bisa terus dibedakan. Membedakannya berdasarkan seks terus-menerus jelas tidak mungkin karena menyangkut masalah biologisnya (fisik). Maka pada perkembangannya pembedaan tidak dilihat dari fisiknya tetapi diluar itu yang sering di sebut gender. Gender diistilahkan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural dan itu dapat dipertukarkan.

Gender dalam setiap kelompok masyarakat berbeda-beda, faktor seks juga mempengaruhi yang dicoba disesuaikan, atau kadang terkesan dipaksakan. Yang paling umum pembedaan laki-laki dan perempuan misalnya dilihat dari pakaiannya, perempuan pakai rok sedangkan laki-laki pakai celana. Perempuan berambut panjang sedangkan laki-laki berambut pendek, berkumis atau bercambang. Pembedaan juga dipresepsikan dengan tingkah laku, perempuan identik dengan lemah lembut, emosional, sedangkan lelaki dianggap kuat, perkasa, dan rasional. Perbedaan lain kadang menyangkut peran dalam kehidupan sosial dan keseharian, bahwa perempuan mempunyai peran di dalam rumah (domestik) seperti memasak, mencuci, mengasuh anak, sedangkan laki-laki diluar rumah dengan yang bertugas mencari nafkah.

Pada perkembangannya peranan gender banyak digugat oleh kaum perempuan dengan menuntut kesetaraan (emansipasi). Hal ini didasarkan pada ketidakadilan gender yang menyangkut peran dalam rumah tangga, partisipasi di ruang publik baik menyangkut sosial dan politik, dan penilaian kinerja yang tidak berimbang.Maka tidak heran akibat gerakan emansipasi itu, perempuan mulai menjamah domain yang selama ini menjadi dominasi kaum laki-laki.Dalam dunia kerja misalnya kaum perempuan sudah banyak menduduki posisi puncak dalam perusahaan, dalam politik juga demikian menduduki posisi jabatan strategis seperti ketua partai, kepala daerah sampai juga kepala pemerintahan sudah menjadi hal yang biasa.

Dalam dunia tenaga kerja memang di sana-sini masih dijumpai ketidakadilan gender tersebut, dengan posisi, tugas dan wewenang yang sama perempuan dalam pendapatan upah memperoleh jumlah di bawah kaum laki-laki. Hal itu menjadi isu sensitif tidak saja menyangkut ketidakadilan tetapi juga adanya eksploitasi yang kadang dihubungkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Kaum perempuan juga menuntut perlakuan yang khusus berkenaan dengan kodratnya, misalnya perlunya cuti haid, hamil, dan waktu menyusui. Keinginan itu kadang mendapat hambatan karena menyangkut produktivitas sebuah perusahaan.

Perempuan dan laki-laki memang makhluk yang berbeda, terutama menyangkut seksnya. Di antara keduanya tentu punya kekurangan dan kelebihannya, untuk itu diharapkan dengan berbagi peran dapat saling menutupi dan melengkapi. Seks sifatnya permanen dapat diumpamakan hardwaresedangkan gender bersifat fleksibel, dapat dipertukarkan, dan dinamis dapat diumpamakan software. Bagi perempuan dan laki-laki yang menjadi suami istri peranan secara gender dapat dikompromikan. Di beberapa kasus banyak juga dijumpai istri yang mencari nafkah dan suami yang menjaga di rumah dan mengasuh anak beserta urusan rumah tangga lainnya.Dan itu tidak menjadi persoalan yang berarti bagi keduanya dan pandangan masyarakat, terutama yang berada di kota besar.

Masalah emansipasi harus dapat ditempatkan secara proposional antara kedudukan dan tuntutan. Tidak semua yang selama ini sering menjadi domain laki-laki harus di masuki perempuan. Adanya suatu kesadaran peranan dan penghargaan yang proporsional itulah yang diperlukan, satu sama lain –terutama laki-laki- untuk saling menghargai dan bertoreransi. Pembedaan secara gender harus dapat dimaknai secara positif, untuk itu perlu menyertakan prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan dalam penerapanya.  Dalam suatu waktu keduanya dapat berbagi peran semata-mata untuk kebutuhan dan kesadaran, tidak karena didasarkan adanya diskriminasi. Memang mensinkronisasi keduanya bukanlah perkara yang mudah karena menyangkut beberapa aspek mulai sosial, budaya, dan agama.  Membentuk formulasi yang sesuai akan masih dan terus berlangsung. Dinamisasi tidak akan ada habisnya karena peradaban manusian mengalami perkembangan dan penyesuaian. Mudah-mudahan cara yang dipakai dengan dialog dan bijaksana dengan tidak memakai semangat pertentangan dan saling mendominasi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun