Walhasil jalanan macet total. Perlu waktu hingga setengah jam untuk menempuh jarak tiga kilometer (biasanya hanya dua-tiga menit). Arak-arakan jama'ah juga kurang mencerminkan akhlak jama'ah pengajian. Lebih mirip fans sepakbola. Banyak yang naik di atas atap bis juga bermotor tanpa helm.
Sampai di daerah Poltangan saya lebih surprise lagi. Jalan bercabang dua setelah terowongan Pasar Minggu ternyata salah satunya (sisi sebelah kiri) diblokade oleh jama'ah dengan menggunakan motor. Maka, hanya ada alternatif jalan di sisi kanan yang dapat dilalui pengguna jalan. Anehnya, blokade jalan tersebut dilakukan oleh 'polisi swasta', bukan polisi betulan. Lalu dimana para polisi betulan?
Puncak keramaian ada di titik pertemuan dua jalan bercabang persis di muara jalan Poltangan. Ratusan massa duduk di tengah jalan sambil bershawalat dan mendengarkan khutbah. Di sekitarnya nampak jama'ah yang lalu lalang atau sekedar nongkrong. Ada yang menyimak serius, ada yang mengobrol, ada yang merokok.
Sebaliknya, pengguna jalan yang kesal karena jalanan macet tak ikut senang dengan pengajian jalanan ini. Ada yang misuh-misuh. Ada yang mengklakson berkali-kali karena kesal. Ada yang pasrah. Kesal namun tak bisa protes karena takut dengan jama'ah yang begitu banyak.
Barulah setelah lepas dari daerah Poltangan lalu lintas menjadi lancar. Peluh membasahi tubuh dan kekesalan sudah naik hingga ubun-ubun. Satu hal yang membuat tak habis pikir, kenapa juga ada kelompok pengajian tertentu yang gemar menggelar pengajian di tengah jalan? Dan bukan disini saja. Saya pernah menjumpai suatu jama'ah tertentu menggelar pengajian di tengah Jl. Buncit Raya. Jama'ah duduk di tengah jalan sambil memperhatikan layar projector dengan LCD-nya yang juga diletakkan di tengah jalan. Juga di Jalan Raya Pasar Minggu sekitar Kalibata. Jama'ah tertentu menutup satu dari dua ruas jalan satu arah. Seperti jalan miliknya sendiri saja. Herannya tak nampak polisi. Sebaliknya, ada beberapa 'polisi swasta' yang rada galak dan sedikit -sedikit bilang : "matikan lampu pak, matikan lampu pak !" (polisi betulan saja tidak begitu).
Saya pribadi adalah seorang muslim dan juga gemar ikut pengajian. Tapi kalau pengajian di tengah jalan, terus terang saya keberatan. Banyak tempat untuk mengaji. Masjid, musholla, gedung, auditorium, ruangan tertutup sampai lapangan terbuka. Lalu kenapa harus di jalan? Pengajian semestinya mengajak orang kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran (amar ma'ruf nahi munkar). Bukan malah membuat pengguna jalan kesal.
Bila pengajian tetap dilakukan di tengah jalan, maka dimana hak-hak pengguna jalan? Apalagi di antara pengguna jalan belum tentu semuanya adalah muslim. Kalaupun muslim, belum tentu mereka anggota jama'ah pengajian tersebut. Apakah mereka yang tidak ikut pengajian harus juga ikut memaklumi dan harus ikhlas bermacet-macet juga? padahal banyak di antara pengguna jalan adalah orang yang sedang terburu-buru. Ada yang dalam keadaan emergency. Namun malang, jalanan macet !
Anehnya, aparat juga tak terlihat. Muncul banyak polisi swasta dan polisi betulan jarang terlihat. Apakah acara tersebut telah mendapatkan ijin dari aparat? karena bagaimanapun menggunakan jalan umum untuk keperluan tersebut jelas harus sepengetahuan aparat. Kalaupun aparat mengijinkan, kok ya bisa-bisanya diijinkan?